Guru Indonesia Dapatkan Inspirasi Mengajar dari Akademi Luar Angkasa Amerika Serikat
Oleh
Ester Lince Napitupulu
·3 menit baca
Dunia membutuhkan lebih banyak orang muda yang menggeluti sains, teknologi, teknik, dan matematika untuk menghasilkan inovasi dan teknologi yang memberikan solusi bagi kehidupan manusia. Namun, minat generasi muda untuk menggeluti bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika atau dikenal dengan STEM justru semakin turun.
Oleh karena itu, pendidikan STEM perlu diajarkan dengan cara yang menyenangkan dan menginspirasi. Para guru menjadi salah satu kunci penting dalam menghadirkan pendidikan STEM yang menyenangkan dan menginspirasi.
Presiden Direktur Honeywell Indonesia Alex J Pollack dalam acara pertemuan dengan tujuh guru Indonesia yang terpilih dalam program Akademi Luar Angkasa Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Rabu (4/10), mengatakan, pendidikan STEM dibutuhkan untuk menciptakan pemikir kritis, meningkatkan literasi sains, dan melahirkan generasi inovator. ”Kami mendukung guru Indonesia untuk menguatkan pendidikan STEM di sekolah bagi anak-anak usia 10-14 tahun. Mereka akan mendapatkan pengalaman lewat program Honeywell Educators at Space Academy (HESA), yang merupakan salah satu pusat luar angkasa di Huntsville, Alabama, Amerika Serikat,” kata Alex.
Menurut Alex, Indonesia memiliki potensi untuk melahirkan ilmuwan hingga calon astronot pada masa depan. ”Para siswa generasi muda butuh inspirasi dari guru-guru mereka. Para guru yang mendapat pelatihan ini mendapatkan wawasan untuk mengembangkan cara belajar sains dan matematika atau STEM yang menantang, yang membuat anak-anak jadi suka belajar sains dan matematika,” ujarnya.
Tujuh guru Indonesia yang mendapatkan pendidikan sekitar seminggu di salah satu pusat luar angkasa AS pada Juni lalu itu adalah Ahmad Zimamul Umam (Sekolah High Scope Indonesia Jakarta), Andriana Susmayanti (Sekolah Pelita Bangsa Bandar Lampung), Andry Permana (Sekolah Cita Hati Surabaya), Grice Purba (SMP Taruna Bangsa Bogor), Marjon Roche (Xin Zhong School Surabaya), Shilpa Karve (Sekolah Bunda Mulia Jakarta), dan Slamet Riyadi (SMPN 4 Tengaran Satu Atap Kabupaten Semarang).
Para guru yang ikut serta dalam program selama lima hari ini menjalani pelatihan insentif yang berfokus pada sains dan eksplorasi luar angkasa serta latihan-latihan yang digunakan para astronot. Kegiatan simulasi jet dan misi antariksa, latihan kemahiran di darat dan air, serta program dinamika penerbangan interaktif merupakan pengalaman tidak terlupakan bagi guru-guru Indonesia dan sejumlah negara lainnya.
Alex mengatakan, tujuan dari program HESA adalah membekali para guru dengan teknik pengajaran yang inovatif sehingga dapat membuat suasana belajar sains dan matematika di kelas menjadi lebih hidup dan menginspirasi para murid. ”Sejak 2013, Honeywell memberikan beasiswa untuk 30 guru Indonesia. Pada tahun ini, 205 guru dari sejumlah negara mendapatkan beasiswa, termasuk Indonesia,” katanya.
Ahmad menuturkan, dirinya mengetahui program HESA dari internet beberapa tahun lalu. Saat mengirimkan aplikasi secara daring, calon peserta diminta untuk membuat beberapa uraian tentang kesulitan selama mengajar di kelas dan bagaimana mengatasi kesulitan itu.
”Saya merasa senang mengikuti kegiatan ini. Saya belajar banyak hal dari berbagai kegiatan, seperti bagaimana menyampaikan pelajaran dengan cara inovatif, melibatkan siswa selama proses belajar, dan menciptakan pengalaman belajar yang tak terlupakan bagi generasi berikutnya,” ujar Ahmad.
Guru lainnya, Andriana, mengatakan, pengalaman ini membuat dia bisa berbagi tentang ruang angkasa kepada siswanya. ”Saya membagikan bagaimana kita harus bekerja sama dalam tim untuk mencapai banyak misi yang tidak beralasan. Hal ini membuat sains, terutama belajar ruang angkasa, menjadi menyenangkan,” ujar Andriana.
Sementara itu, Slamet mengisahkan pengalaman berharga yang didapatnya. Ada kegiatan eksplorasi museum tempat dia bisa melihat berbagai peralatan yang diperlukan untuk penjelajahan ruang angkasa. Selain itu, ada matematika origami serta kelangsungan hidup di air.
”Cara mengajar saya menjadi berubah, tidak hanya di kelas, tapi banyak mengembangkan berbagai aktivitas. Siswa saya ajak untuk membuat roket udara dengan alat-alat yang sederhana, seperti dari botol air mineral bekas. Saya berharap siswa menganggap matematika menarik,” kata Slamet.
Peluang guru Indonesia untuk mengikut program serupa pada tahun 2018, menurut Alex, tetap terbuka. Pendaftaran dibuka hingga 14 November. Informasi mengenai program ini bisa dilihat di laman https://educators.honeywell.com/application.