JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengharapkan divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia bisa selesai tahun 2019. Harga saham Freeport nantinya akan mengikuti harga pasar.
Demikian dikemukakan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut B Pandjaitan dalam diskusi dengan media di Jakarta, Rabu (13/9). Divestasi itu sedang dibahas antara pemerintah pusat dan daerah. ”Divestasi saham kami pikirkan harus selesai pada 2019,” katanya.
Sesuai kesepakatan yang ada sejauh ini, PT Freeport Indonesia, perusahaan tambang asal Amerika Serikat yang beroperasi di Papua, sepakat melepas sahamnya kepada pihak Indonesia menjadi 51 persen. Saat ini, saham Pemerintah Indonesia hingga 50 tahun operasi Freeport baru 9,36 persen.
Divestasi saham Freeport Indonesia direncanakan akan ditawarkan ke pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan swasta. Dari pihak pemerintah pusat, sedang direncanakan konsorsium BUMN untuk membeli saham Freeport. Adapun saham untuk pemerintah daerah direncanakan kepemilikan saham 5-10 persen. ”Pemerintah dan Freeport akan menunjuk konsultan independen untuk penilaian saham,” ujar Luhut.
Luhut menambahkan, valuasi saham Freeport Indonesia tidak akan memperhitungkan cadangan hingga 2041. Meski divestasi dimulai dua tahun sebelum berakhirnya kontrak karya PT Freeport, harga sepenuhnya akan ditentukan oleh mekanisme pasar. ”Tidak ada jaminan harga murah. Harga disesuaikan dengan pasar,” kata Luhut.
Perpanjangan operasi
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Golkar Satya Widya Yudha mengatakan, soal nilai saham yang didivestasikan Freeport hal itu bergantung pada berapa lama perpanjangan operasi yang diberikan pemerintah. Perpanjangan itu bisa bertahap selama 10 tahun pertama atau hingga 2031 ataupun langsung dua kali perpanjangan masing-masing 10 tahun atau sampai 2041.
”Ada dua cara penilaian yang dikenal, yaitu senilai ongkos yang sudah dikeluarkan Freeport atau dinilai sesuai dengan harga pasar. Harga pasar ini berkaitan erat dengan nilai komoditas mineral yang diproduksi Freeport,” kata Satya.
Satya menggarisbawahi, hal terpenting dalam kesepakatan divestasi adalah Freeport harus benar-benar mematuhi apa yang sudah menjadi kesepakatan bersama dengan pemerintah. Ia mencontohkan kewajiban membangun smelter ataupun patuh pada skema perpajakan yang sudah ditentukan.
Apabila berdasarkan evaluasi pemerintah ditemukan ketidakpatuhan terhadap kesepakatan, pemerintah harus berani bertindak tegas dengan memutuskan kontrak. ”Kalau enggan membangun smelter, misalnya, ya pemerintah harus tegas. Cabut saja izin operasinya. Kan skema IUPK membuat pemerintah punya kontrol dan kuasa apabila ada pelanggaran oleh pemegang izin,” ujar Satya. (LKT/APO)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.