Presiden Kecam MA, Kecemasan Muncul
NAIROBI, SABTU — Media massa, diplomat, dan publik, Sabtu (2/9), mengapresiasi perintah digelarnya kembali Pemilihan Presiden atau Pilpres Kenya oleh Mahkamah Agung. Namun, apresiasi ini diiringi kekhawatiran atas perkembangan politik dan stabilitas keamanan di Kenya. Kekhawatiran muncul setelah petahana atau presiden negeri itu, Uhuru Kenyatta, yang sebelumnya dinyatakan memenangi pilpres, mengeluarkan kritik tajam dua kali secara beruntun atas perintah MA tersebut.
Sehari sebelumnya, MA memerintahkan pilpres digelar kembali dalam 60 hari mendatang atau 31 Oktober 2017. Putusan itu diambil setelah MA membatalkan hasil pemungutan suara yang berlangsung bulan lalu. Ketua MA David Maraga menyatakan, lima dari tujuh hakim yang menangani perkara gugatan oposisi terhadap hasil pilpres mendapati presiden petahana terpilih secara tidak valid. Menurut dia, Komisi Pemilihan Umum Kenya gagal menyelenggarakan pilpres sesuai konstitusi. Pilpres diikuti banyak calon, dua yang terkuat Kenyatta dan capres dari kubu oposisi, Raila Odinga.
Editorial surat kabar Kenya, Nation, menyatakan, perintah MA Kenya patut diapresiasi karena menyajikan sinyal berakhirnya era impunitas yang secara menyakitkan mendera negeri itu dalam waktu lama. ”Warga Kenya berjuang beberapa dekade untuk melembagakan penegakan hukum. Kita telah berselisih, berdarah-darah, kehilangan nyawa ataupun harga dalam mencari penegakan hukum itu,” demikian dikatakan surat kabar Nation.