Ada suasana berbeda di tengah keramaian hari bebas kendaraan di Solo, Jawa Tengah, Minggu (27/8/2017) pagi. Dua bersaudara kakak beradik, putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pengarep, ternyata sedang mengenalkan produk baru mereka.
Mengikuti jejak sang kakak dan ayahnya, Kaesang kini mulai terjun dalam dunia bisnis. Bedanya, ia tidak mau terjun di bidang kuliner seperti Gibran atapun perkayuan seperti orangtuanya dulu. Ia memilih merintis usaha di bidang kaus. ”Kalau bikin martabak nanti dikira saingan, dikirain ngga akur dengan Mas Gibran,” ujar Kaesang sambil bercanda.
Di area Gladak, Jalan Jenderal Sudirman, Solo, Kaesang meluncurkan merek pakaian kaus ”Sang Javas” dan Gibran mengenalkan varian martabak manis terbaru Markobar, yakni martabak tipis kering. Acara peluncuran ini diadakan sederhana namun tetap menyedot perhatian warga yang pagi itu sedang berolahraga dan menikmati suasana pagi hari bebas kendaraan.
”Saya, kan, sekarang masih kuliah. Ini mulai belajar berbisnis biar tidak merepotkan orangtua. Kan, tidak bisa anak minta uang jajan terus kepada orangtua,” kata Kaesang. Kaesang mengawali langkah bisnis dari usaha kaus karena dirasa paling mudah. Ini karena ditunjang beberapa faktor, yaitu Solo merupakan kota yang banyak memproduksi kaus.
Selain itu, Kaesang juga memiliki teman-teman yang bergerak di bidang usaha sablon dan jahit kaus oblong. Faktor itu memudahkan langkahnya memulai bisnis ini. Kaesang memilih Solo sebagai markas usahanya karena berharap dapat berkontribusi menumbuhkan perekonomian lokal. ”Idenya mengalir saja dan yang paling gampang dijalani itu kaus,” kataya.
Menurut Kaesang, merek Sang Javas diambil dari penggalan namanya sendiri, ”Kaesang”. Adapun kata ”Javas” bermaksa cepat. Javas juga bisa bermakna gabungan dari dua kata, Java (Jawa) dan Solo karena basis produksinya di Solo. ”Jadi Sang Javas adalah Sang yang paling cepat dalam berjualan,” katanya.
Dengan merek Sang Javas ini, Kaesang mengenalkan produk perdana kaus oblong dengan desain gambar bertema kecebong. Desain ini menggambarkan perilaku orang di dunia maya dengan tokoh utama kecebong, misalnya, sedang mengunggah karya di media sosial, kritik terhadap aktivitas menyebarkan kabar bohong, hingga ajakan bijak di media sosial. Sejauh ini baru satu desain yang diluncurkannya.
Sadar dirinya bukalah desainer ataupun ilustrator, Kaesang menggandeng desainer gambar kaus, Arum Setiadi (31), untuk menerjemahnya ide-idenya menjadi gambar kemudian disablon. ”Saya bukan desainer, tetapi untuk ide kami brainstorming bareng-bareng. Apa sih yang sedang tren sekarang,” katanya.
Kecebong dipilih karena mengandung nilai filosofis, yaitu sebagai simbol metamorfosis. Dari seekor kecebong kecil kemudian tumbuh berkaki, lantas menjadi katak muda, hingga kemudian menjadi katak dewasa. Kaesang berharap usaha yang dimulai dari nol ini pun bisa bermetamorfosis menjadi lebih besar.
Setelah kaus dikenalkan Kaesang, sejumlah warga segera membeli kaus Sang Javas yang dijual Rp 150.000 per buah. Untuk sementara, menurut Kaesang, penjualan baru dilayani secara daring karena ia belum memiliki toko sendiri. Ia memanfaatkan instagram dan aplikasi WhatsApp untuk berjualan. Ke depan, juga akan dijual melalui aplikasi toko-toko daring, seperti Tokopedia dan Bukalapak. ”Sekarang itu apa-apa online, serba gampang. Tetapi, ke depan kalau bisa akan buka toko sendiri,” katanya.
Menurut Kaesang, sang ayah tidak melarangnya menerjuni usaha kaus. Ia pun makin mantab mulai berbisnis sendiri. Apalagi, dengan bercanda, Kaesang mengaku mulai bosan membuat vlog. Setelah meluncurkan produk perdana, Kaesang pun bersiap meluncurkan desain baru yang lain. ”Dalam 2-3 minggu ke depan keluarin desain baru lagi. Desainnya mengikuti apa yang sedang tren di medsos,” ujarnya.
Setiadi mengatakan, Kaesang tidak rewel soal desain kaus. Setelah berdiskusi dan berbagi ide, ia mewujudkan dalam gambar yang kemudian disetujui Kaesang untuk diproduksi. ”Desain berikutnya baru dikonsep nanti temanya keberagaman, toleransi, dan gaya hidup anak muda,” katanya.
Sementara itu di tempat yang sama, Gibran bersemangat mengenalkan varian martabak manis Markobar, yakni martabak tipis kering kepada warga. Varian ini memiliki adonan sama dengan produk Markobar lain, tetapi dibuat tipis sehingga renyah dan tahan lama hingga tiga hari. ”Orang Indonesia, kan, suka yang kriuk-kriuk, krispi. Maka dibuat ini,” ujarnya.
Setelah memiliki 29 cabang Markobar di 15 kota besar di Indonesia, Gibran mengatakan, kini dirinya mulai membidik pasar luar negeri. Untuk memperluas cabang usaha Markobar, pada akhir tahun 2017 Gibran akan membuka cabang Markobar di Manila, Filipina. Selain karena kotanya besar seperti Jakarta, warga Manila, dan Filipina, pada umumnya memiliki selera kuliner yang hampir sama dengan orang Indonesia. ”Masyarakat Filipina seleranya juga senang yang manis-manis,” katanya.
Ia yakin warga Manila akan menyambut antusias martabak manis Markobar. Rencana pembukaan cabang Markobar di Manila telah melalui tes pasar, yaitu dengan sering mengikuti pameran kuliner. Untuk melebarkan sayap usahanya, Gibran akan menggandeng mitra lokal. Sebab, Markobar tetap tidak diwaralabakan. Sebagai kakak, Gibran mendukung dan membantu penuh adiknya yang mulai berbisnis dan hidup mandiri. ”Timnya (Sang Javas) sama kok dengan Markobar,” ujarnya.