Terik sinar matahari pada Jumat (11/8) siang mulai berkurang. Abiyah Mata (41), petani dari Desa Merbaun, Kecamatan Amarasi Barat, Kabupaten Kupang, menuntun tiga sapi dari rumah menuju tempat penimbangan sapi milik pedagang pengumpul sapi di areal hutan di luar desa.
Tiba gilirannya, satu demi satu sapi Abiyah naik ke timbangan. ”Ah, masih kurang. Yang satu 185 kg, yang satu 190 kg, yang satunya 195 kg. Saya bawa pulang saja, tidak jadi saya jual,” ujarnya.
Tiga ekor sapi jantan berumur sekitar 2 tahun itu semula mau ia jual mumpung ada pedagang pengumpul sapi yang tengah melakukan penimbangan sapi. ”Kalau tiga-tiganya berbobot 200 kg seperti yang disyaratkan, saya mau jual. Saya mau beli anakan lagi untuk saya besarkan,” ujarnya.
Ayah dari satu putri itu kembali menuntun sapi-sapinya ke kandang untuk digabung dengan lima ekor sapi lainnya. Kandang milik Abiyah berupa tanah kosong dengan patok-patok untuk mengikat sapi di bawah pohon di dekat rumah.
Tono Sutami, pengusaha sapi asal Kupang, NTT, di sela-sela penimbangan, mengatakan, peternak boleh sekadar menimbang sapi sehingga mereka memiliki gambaran bobot sapi yang akan dijual. Penimbangan sapi juga menghindarkan peternak dari kerugian yang lebih besar.
Hitung bobot sapi
Desa Merbaun terletak 30 km arah selatan kota Kupang. Desa itu merupakan salah satu sumber sapi bali timor terbaik di Pulau Timor. ”Pakan hijauan seperti lamtoro juga air melimpah di sana, ” ujar Usias Amheka, Ketua Kelompok Tani Nekamese, Desa Fatuteta, Kecamatan Amfoa Oe, Kabupaten Kupang.
Dengan pakan berlimpah, perlu usaha kuat dari peternak NTT untuk mau berlelah-lelah memberikan pakan dan minum demi bobot badan sapi yang besar.
Di desa itu, umumnya sapi tidak digembalakan di padang rumput, tetapi diikat di kandang sederhana seperti milik Abiyah. ”Memang sapinya kecil, pertambahan berat badan juga tidak banyak. Paling 0,4- 0,8 kg per hari,” ujar Tono Sutami.
Bobot sapi menjadi aturan ketat dalam penjualan sapi, terutama untuk pembeli seperti PD Dharma Jaya yang menerapkan aturan penimbangan sapi secara ketat.
”Selama ini para peternak menjual sapi dengan cara taksasi atau taksiran saja oleh para middle man atau blantik itu. Dharma Jaya tidak mau membeli dengan cara itu. Sapi mesti dibeli dari peternak dengan cara ditimbang,” ujar Direktur Utama PD Dharma Jaya Marina Ratna Dwi Kusumajati.
PD Dharma Jaya merupakan BUMD milik Pemprov DKI Jakarta yang mendatangkan sapi hidup dari NTT untuk pemenuhan daging di Jakarta. Langkah ini merupakan kelanjutan kerja sama Pemprov DKI dengan Pemprov NTT. Saat masuk ke NTT untuk mendapatkan suplai sapi dua tahun lalu, Dharma Jaya langsung menerapkan sistem penimbangan berat badan sapi.
”Kami ingin peternak mendapat harga jual yang benar dan keuntungan yang memang sesuai supaya peternak bergairah memelihara sapi mereka. Dengan mengira-ira, peternak lebih sering dirugikan,” ujar Marina.
Alhasil, cara itu sedikit banyak sudah mempengaruhi peternak. ”Memang belum banyak peternak di NTT yang mau menjual sapi dengan ditimbang dahulu, bukan dengan dikira-kira. Di Amarasi Barat, sudah 30 persen petani mau menimbang sapi,” ujar Usias.
Tekan biaya pengiriman
Selain faktor penimbangan, Usias mengatakan, pengiriman sapi ke Jakarta dengan kapal ternak tol laut Camara Nusantara I juga membuat harga diterima peternak.
”Dua tahun yang lalu, peternak menikmati Rp 12.000-Rp 27.000 per kg berat hidup sapi. Sekarang, sekitar Rp 33.000-Rp 35.000 per kg berat hidup,” ujar Usias.
Menurut Tono, biaya pengiriman sapi dengan Camara Nusantara I lebih murah dibandingkan dengan biaya pengiriman menggunakan kapal kargo. Dengan kapal Camara, biaya pengiriman per ekor sapi Rp 330.000 dari Pelabuhan Tenau ke Pelabuhan Tanjung Priok, baru ditambah biaya ekspedisi ke kandang Rp 150.000 per ekor.
Dengan kapal kargo, pengusaha ternak membayar Rp 1,2 juta per ekor. Itu karena kargo biasanya sampai Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, baru diteruskan dengan ekspedisi darat ke Jakarta.
Mahalnya biaya pengiriman dengan kargo karena pengusaha mesti menambah biaya untuk pembuatan kandang temporer, pembelian rotan, juga pakan. Kapal kargo tidak dilengkapi dengan sarana untuk sapi.
Dengan kapal Camara, pengangkutan juga sudah menjamin kesehatan sapi. Kapal dirancang berbentuk kamar-kamar untuk sapi dan luas. Keamanan juga terjamin.
Hanya saja, lanjut Tono, kapal tol laut itu perlu ditambah unitnya. Dengan kapasitas angkut 500 ekor, sementara kapal datang tiap dua minggu sekali dan pengusaha ternak yang mengirim sapi bukan hanya ia seorang, ia harus sering berbagi dengan pengusaha lain. Sapi-sapi untuk Dharma Jaya tidak bisa diangkut seluruhnya.
Usias menambahkan, terlepas dari soal angkutan, ia cukup senang peternak sudah merasakan harga yang tinggi. Namun, pekerjaan rumah pemerintah daerah masih banyak seperti menyadarkan peternak akan pentingnya penimbangan sapi, juga sistem pemeliharaan sapi yang lebih memperhatikan kesehatan ternak.