NUSA DUA, KOMPAS — Tingkah laku hidup generasi milenial tidak sekadar gaya hidup atau kecenderungan (tren) yang dapat berubah pada suatu saat. Milenial adalah realitas baru yang kini tak hanya dihadapi orangtua, tetapi juga dunia usaha. Kaum milenial di dunia kerja, misalnya, cenderung tak memerlukan gedung kantor karena dapat bekerja di mana saja.
Tahun 2020, Direktur Sumber Daya Manusia Microsoft Thailand Chutima Sribumrungsart mengatakan, sekitar 50 persen penduduk dunia adalah kaum milenial. Tahun 2025, jumlah generasi milenial menjadi sekitar 75 persen dari seluruh warga dunia.
”Dunia sedang berubah, ” kata Chutima saat berbicara dalam The 2nd Human Resource (HR) Forum di Nusa Dua, Bali, Jumat (25/8). Forum yang dihadiri ratusan praktisi sumber daya manusia (SDM) dari kawasan Asia dan Pasifik itu ditutup oleh Shazmi Ali, Direktur Sumber Daya Manusia Pfizer Malaysia dan Vietnam, mewakili penyelenggara.
Generasi milenial, yang lahir sekitar tahun 1980-2000 dan terbiasa memanfaatkan teknologi digital dalam hidupnya, kini telah memasuki dunia kerja. Mereka, kata Chutima, mempengaruhi peta sumber daya manusia di korporasi seluruh dunia.
Dari surveinya, Microsoft menemukan 71 persen pekerja minimal sehari berada di luar kantor. Sekitar 72 persennya menghargai kerja dan kehidupan yang terintegrasi.
Namun, kata Chutima, hanya 44 persen pekerja yang merasa mendapat kesempatan oleh perusahaan (organisasi) untuk memiliki jam dan cara kerja yang fleksibel. Dan, hanya 48 persen responden yang merasakan perusahaan tempat kerjanya memadai sebagai tempat kerja di era digital.
Dari survei itu, dan beberapa temuan lain, menurut Chutima, kaum milenial cenderung tak memerlukan gedung kantor atau ruang kerja untuk bekerja atau mengembangkan profesinya. ”Mereka bisa bekerja di mana saja, ” paparnya. Teknologi digital memungkinkan mereka bekerja di mana saja.
Head of Employee Experience Maxis Malaysia Monir Azzouzi pun mengakui, pekerja milenial tak memerlukan ruang kerja. Selain bisa bekerja di mana saja, yang didorong oleh teknologi digital, mereka juga fleksibel dalam waktu kerja dan tak terlalu memedulikan hierarki dalam perusahaan.
Monir mencontohkan kantor Maxis yang terbuka sehingga semua pekerja bisa leluasa memanfaatkannya. Bahkan, direktur utama pun tak memiliki ruang kerja sehingga bisa menyatu dengan karyawan lain, termasuk untuk berdiskusi dan berbagi peran.
Dalam forum itu juga terungkap pentingnya pendidikan dan latihan (diklat) bagi karyawan. Diklat bukanlah pemborosan, melainkan investasi agar sumber daya manusia korporasi bisa menghadapi perubahan di dunia usaha yang berlangsung cepat.