Pulang dari Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, adalah membawa salah satu atau semua dari empat hal ini, yakni tenun ikat, moke, kopi, atau madu hutan. Jika madu hutan dan kopi bergantung pada musim, moke dan tenun ikat bisa didapat sepanjang tahun.
Panen kopi dan madu memang membutuhkan dukungan alam. Apabila terlalu banyak hujan, panen kedua komoditas itu bisa anjlok. Biasanya hujan berkurang setelah Maret. Di periode itu, bunga kopi mulai mekar lalu diserbukkan dan kemudian menjadi buah.
Namun, bunga yang sudah lebat banyak rontok jika hujan terus menderas setelah maret. Tanpa bunga, kopi tidak berbuah dan akhirnya panen anjlok. Tanpa bunga, lebah penghasil madu juga akan kekurangan makanan dan akibatnya mereka tidak maksimal menghasilkan madu.
Sementara moke, minuman fermentasi yang disadap dari pohon lontar dan nira, bisa dibuat kapan saja. Tenun ikat juga diproduksi kapan saja, selama penenunnya memiliki waktu. Moke bisa ditemukan di kampung-kampung hingga di pasar, sementara tenun ikat hanya tersedia di beberapa kampung dan sebagian pasar.
Di Sikka, kabupaten di bagian tengah Pulau Flores, tenun ikat antara lain bisa ditemukan di Desa Sikka di Kecamatan Lela atau Desa Nita di Kecamatan Neta. Bertandang ke Desa Sikka bisa sekaligus melihat Gereja Tua Sikka.
Kapel Raja
Margaretis Alexa, warga Desa Sikka, menyebut gereja itu berawal dari Kapel yang dibangun pada abad ke-16. Raja Sikka, Moang Lesu Liardira Wa Ngang, semasa muda merantau ke Malaka yang sudah dikuasai Portugis. Petualangan Lesu Muda antara lain berujung pada pertemuannya dengan misionaris Portugis dan ia berganti nama menjadi Don Alexius atau Don Alexu Ximenes da Silva.
Setelah menjadi Katolik, Don Alexius pulang ke Sikka bersama seorang Portugis, Agustino Rosario da Gama. Don Alexius juga membawa senhor atau salib dan patung Meniho (kanak-kanak Yesus). Senhor dan Mehino itu ditempatkan Don Alexius di kapel kecil di tepi pantai.
Setelah beberapa tahun kapel berdiri dan umat Katolik semakin banyak, Sikka resmi memiliki pendeta tetap, Manoel de Sa OP yang datang pada 1617. Pastor Manoel giat mewartakan ajaran Katolik hingga Stasi Maumere diresmikan pada 1873. Status sebagai stasi membuat para imam berpendapat Sikka membutuhkan gereja lebih memadai dibandingkan kapel yang dibuat Don Alexius tiga abad sebelumnya.
Pastor Antonius Dijkmans SJ, yang juga merancang Katedral Jakarta, merancang gereja di Sikka. Berdasarkan rancangan itu, gereja baru mulai dibangun pada 1893 dan diresmikan pada 1899. Sejak diresmikan pada 24 Desember 1899, bentuk Gereja Tua Sikka masih sama sampai sekarang.
Bedanya, sekarang di samping gereja ada kompleks pemakaman. Di halaman bawah gereja juga ada kelompok ibu-ibu yang menenun sekaligus menjajakan hasilnya.
Kelompok itu membuat kesepakatan, setiap hari ada satu kelompok yang boleh menjajakan dagangan di sana. Selain tenun ikat, ada pula yang berjualan aneka hiasan dari kulit kerang dan hewan laut lain.
Membeli kain di Sikka bisa sekaligus melihat proses pembuatannya. Akan tetapi, kesempatan itu mungkin tidak bisa dipilih mereka yang tidak punya cukup waktu.
Mereka yang tidak memiliki cukup waktu bisa bertandang ke Pasar Alok di Maumere. Di sudut pasar itu, ada sejumlah pedagang menjajakan tenun ikat. Salah seorang penjaja, Selestina D Ikang (60), sigap menyapa siapa pun yang berhenti dekat gerainya. ”Ade mau tenun apa?” kata perempuan, yang seperti banyak perempuan lain di Flores, disapa mama itu.
Mama Selestina membiarkan setiap orang memilih tenun yang tersedia dalam bentuk selendang ukuran panjang 15 sentimeter hingga kain sarung. Sementara calon pembeli memilih kain, Mama Selestina mengurus lapak bawang dan cabai di sebelah gerai kain. Ia akan datang jika ada yang menanyakan harga selembar kain tenun.
Kepada yang tidak bertanya atau melihat dari luar, Mama Selestina akan tersenyum lalu bertanya, ”Ana tida suka tenun, kah?”
Kepada yang membeli tenun, Mama Selestina akan memberikan bonus selembar selendang kecil. Ia juga berpesan kepada pembeli, ”Salam dari Mama Selestina, jangan lupa tenun ikat Flores,” ujarnya sambil tersenyum. (DRI/RAZ)