PONTIANAK, KOMPAS – Tim terpadu penanggulangan kebakaran lahan di Kalimantan Barat diminta untuk memadamkan api sedini mungkin. Hal itu perlu dilakukan agar titik api tidak meluas dan menimbulkan kabut asap.
“Pantaulah titik panas secermat mungkin. Kemudian, padamkan sedini mungkin, sehingga tidak meluas. Itulah langkah yang harus dilakukan selama musim panas ini hingga September,” ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Willem Rampangilei, dalam kunjungannya ke Pontianak, Selasa (8/8).
Dalam penanggulangan bencana kebakaran lahan perlu belajar dari peristiwa kebakaran lahan pada 2015. Saat itu, kebakaran lahan parah sekali. Bahkan, mengganggu penerbangan, kesehatan, dan sekolah berbulan-bulan. Kerugian akibat kebakaran lahan pun mencapai Rp 221 triliun.
“Hal itu terjadi pada 2015 karena penanganan tidak efektif. Kemudian, gagal memadamkan titik panas, sehingga titik panas itu berkembang menjadi titik api yang meluas, sehingga dampaknya parah saat itu,” kata Willem.
Belajar dari peristiwa itu, maka pada 2017 ini, jangan sampai terjadi lagi dampak yang parah akibat kebakaran lahan. Upaya pencegahan sedini mungkin perlu terus dilakukan. Padamkan api secepatnya jika terpantau ada titik panas. Jika api cepat dikendalikan, maka tidak menimbulkan kabut asap yang mengganggu.
Helikopter
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Kalimantan Barat, TTA Nyarong, menuturkan, upaya pemadaman sedini mungkin terus diupayakan khususnya menggunakan helikopter. Jumlah air yang disiramkan ke lahan yang terbakar menggunakan heli Bell sudah mencapai 3,27 juta liter. Sedangkan air yang disiramkan menggunakan heli Kamov sudah mencapai 3,56 juta liter.
“Demikian juga dengan jumlah air yang sudah disiramkan ke lahan terbakar menggunakan heli MI-8 sudah mencapai 2,04 juta liter. Kemudian yang menggunakan heli Bolkow sudah mencapai 248.000 liter. Fokus pemadaman sejak Juli lalu ke 174 desa di Kalimantan Barat yang rawan kebakaran lahan,” kata Nyarong.
Gubernur Kalimantan Barat Cornelis, menuturkan, yang perlu diwaspadai adalah lahan yang terbakar di gambut. Sebab, meskipun apinya tidak besar, tetapi asapnya akan ada dalam waktu lama, sehingga mengganggu.
“Kalau api yang ditimbulkan dari masyarakat yang membakar ladang di pedalaman sebetulnya tidak menimbulkan masalah. Mereka tidak berladanag di lahan gambut. Sebab, asapnya tidak bertahan lama dan tidak meluas. Setelah dipadamkan, apinya langsung padam. Tidak seperti di lahan gambut,” kata Cornelis.
Pantauan Kompas di Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya, dua hari terakhir hujan mengguyur dua daerah tersebut, sehingga tidak ada terpantau titik panas. Sementara ini, lahan gambut di daerah tersebut tidak terbakar karena terbantu dengan adanya hujan.