JAKARTA, KOMPAS — Ironi ketika cerita Panji yang menceritakan kisah percintaan dan peperangan antara Kerajaan Jenggala dan Panjalu telah menyebar hingga Asia Tenggara dan Belanda, tetapi belum diketahui oleh banyak generasi muda Indonesia. Kondisi tersebut mendorong para ahli untuk meneliti dan menampilkan cerita Panji ke dalam berbagai media seni.
Sejak pertama kali mengenal cerita Panji pada 1998, Dwi Cahyono, pendiri Museum Panji Malang, Jawa Timur, melakukan survei terhadap 2.300 responden yang terdiri dari pelajar SD, SMP, SMA, dan sebagian masyarakat umum di Malang. Survei ini untuk mengetahui apakah masyarakat mengenal cerita Panji.
Hasilnya, 65 persen menjawab bahwa panji itu merupakan bendera atau tonggak lambang kebesaran suatu daerah, 20 persen menjawab lainnya (nama orang, daerah, dan lain-lain), 10 persen tidak tahu, dan 5 persen menjawab lakon dalam kesenian tradisional (wayang topeng malangan).
”Jika dihitung, hanya ada sekitar seratusan anak yang menjawab mendekati benar. Itu pun hanya dari pilihan sekolah secara random yang berada di pinggiran kota yang sering mengadakan acara kesenian tradisional,” tutur Cahyono, Sabtu (5/8), di Museum Wayang, Jakarta Barat.
Melihat kondisi itu, Cahyono melakukan riset dan mencari literatur mengenai cerita Panji. Untuk memperkenalkan cerita Panji kepada khalayak, awalnya dia membuat restoran dengan hiasan dinding informasi mengenai Panji.
Pada 2015, ia memulai membangun museum dengan fasilitas aula dan panggung tempat pertunjukan yang berkapasitas 300 penonton dan panggung terbuka berkapasitas 2.000 penonton. Ia juga menambahkan laboratorium, ruang penyimpanan, perpustakaan, dan studio alam yang membahas tentang cerita Panji.
Wayang topeng
Keinginan untuk melestarikan cerita Panji kepada generasi muda juga dilakukan Handoyo, seniman dan pemahat topeng malangan. Ia meneruskan perjuangan kakeknya, Karimun, tokoh seniman topeng di Malang.
Saat ini, ia aktif melestarikan cerita Panji dalam seni pertunjukan wayang topeng malang. Ia aktif pentas di sejumlah acara dan melakukan berbagai aktivitas kesenian di Sanggar Asmoro Bangun Kedungmonggo Pakisaji, Malang, Jawa Timur. Di sanggar ini, ia aktif membuat topeng panji dan mementaskan pertunjukan wayang topeng dengan mengambil cerita Panji.
Hal berbeda dilakukan I Made Bandem, seniman dan akademisi dari Bali. Ia melakukan banyak penelitian dan aktif melestarikan drama tari gambuh.
Gambuh merupakan drama tari paling tua dan dianggap sebagai sumber tari Bali. Cerita Panji dari Jawa Timur dipercaya memiliki pengaruh yang besar terhadap munculnya drama tari gambuh.
”Panji perlu diperkenalkan secara luas dan perlu regenerasi topeng malangan. Selain itu, perlu adanya penyesuaian dengan budaya sekarang dan perlu melakukan langkah nyata dalam mengembangkan Panji,” tutur Henri Nurcahyo, pengamat budaya dan penulis buku Memahami Budaya Panji. (DD08)