Kategori Beras Segera Disusun
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perdagangan membatalkan atau menarik kembali Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 47 Tahun 2017 yang sedang dalam proses diundangkan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kemendag akan mengganti dengan peraturan baru.
Peraturan baru akan diterbitkan setelah ada pengategorian jenis-jenis beras medium, premium, dan organik. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 47/2017 yang dibatalkan itu antara lain menyebutkan perihal harga eceran tertinggi (HET) beras medium dan premium yang ditetapkan Rp 9.000 per kilogram.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita saat berkunjung ke Pasar Induk Beras Cipinang, Jumat (28/7), mengatakan, sebenarnya Permendag No 47/2017 belum berlaku karena sedang dalam proses diundangkan di Kementerian Hukum dan HAM. Kemendag akan menarik regulasi itu dan menggantinya dengan regulasi baru.
Regulasi baru itu salah satunya akan memuat HET beras setelah ada penentuan kategori beras. Penentuan kategori beras ini akan dilakukan tim dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, perwakilan petani, perwakilan pedagang beras dan penggilingan padi, serta PT Food Station Tjipinang Jaya, badan usaha milik daerah DKI Jakarta.
"Nanti akan ada pembedaan HET beras yang masuk kategori medium, premium, dan organik. Selama regulasi baru dibuat, regulasi yang masih berlaku adalah Permendag No 27/2017. Dalam regulasi itu hanya diatur harga acuan penjualan beras medium di tingkat konsumen Rp 9.500 per kg," katanya.
Enggartiasto juga meminta para pedagang dan pengepul beras di daerah beraktivitas secara normal serta memasok beras ke Pasar Induk Beras Cipinang. Pedagang dan pelaku industri beras juga tidak perlu khawatir dengan penggerebekan karena pemerintah telah meminta Satuan Tugas Pangan menghentikannya.
Terkait dengan penimbunan, pedagang dan pelaku industri beras juga tidak perlu khawatir. Penimbunan hanya berlaku jika mereka sengaja menyimpan beras pada saat terjadi kekurangan atau kelangkaan beras.
"Kami tetap meminta pelaku usaha pangan tetap mendaftarkan usaha dan gudang serta melaporkan stok pangan secara berkala ke Kementerian Perdagangan," ujar Enggartiasto.
Sementara itu, Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya, Arief Prasetyo mengatakan, pasokan beras ke Pasar Induk Beras Cipinang berkurang sejak Senin pekan ini, dari rata-rata 2.500-3.000 ton per hari menjadi 1.800 ton per hari. Pengurangan pasokan ini karena pedagang dan pengepul beras di daerah khawatir melanggar hukum jika menjual beras dengan harga lebih tinggi dari HET.
"Dengan pembatalan Permendag Nomor 47/2017 itu, kami berharap pasokan ke pasar induk kembali normal," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Satuan Tugas Pangan Brigjen (Pol) Agung Setya menyatakan akan mengevaluasi kembali kinerja Satuan Tugas Pangan terkait dengan penggerebekan yang telah dilakukan. Namun, ia memastikan pengawasan tetap dilakukan.
Prosedur
Anggota Ombudsman RI Bidang Ekonomi II, Alamsyah Saragih, kemarin, mengapresiasi keputusan Menteri Perdagangan membatalkan Permendag No 47/2017. Namun, Alamsyah berharap proses perumusan dan perbaikan kebijakan dilakukan dengan prosedur yang memadai serta melibatkan pihak terkait dan kelompok yang terdampak.
Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan, Khudori berpendapat, selain regulasi beras mutu medium, pemerintah juga perlu mempertimbangkan pengaturan beras premium. Itu karena, menurut sejumlah kajian, permintaan beras premium tumbuh pesat seiring pertumbuhan masyarakat kelas menengah.
Pertemuan kalangan perberasan di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kamis sore, juga menyepakati penambahan stok Perum Bulog dari 10 persen menjadi 20 persen dari kebutuhan beras nasional. Kebutuhan beras nasional berkisar 32 juta-33 juta ton per tahun.
Menurut Khudori, selain menambah kuota stok, Bulog juga perlu menambah cakupan mutu beras, termasuk beras premium, dan bermain layaknya pedagang swasta. Dengan demikian, pemerintah melalui Bulog menguasai segala lini dan lebih berwibawa di mata pasar.
Kepercayaan
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, kegaduhan soal beras belakangan ini berpotensi menggerus kepercayaan dunia usaha. "Kegaduhan ini mengganggu dan menyulitkan kami yang sedang berupaya menormalkan kembali situasi dunia usaha yang sedang mengalami anomali. Anomalinya, indikator makroekonomi bagus, tetapi di mikro terlihat penurunan penjualan," kata Ketua Umum Apindo Hariyadi B Sukamdani di Jakarta, kemarin.
Hariyadi mengatakan, dunia usaha tidak mempermasalahkan proses hukum jika memang terjadi tindak pidana atau pelanggaran hukum.
"Akan tetapi, tidak perlu gembar-gembor. Buktikan dulu, baru diekspos ke masyarakat. Berhati-hatilah karena ini tidak hanya menyangkut reputasi perusahaan, tetapi juga kepentingan masyarakat banyak," ujarnya.
Ketua Bidang Pertanian Apindo Anton J Supit mengatakan, persoalan ini tidak semata-mata soal beras, tetapi juga menyangkut kepercayaan dunia usaha.
"Singkat kata, kalau mau mengambil kebijakan, harus sudah dipikirkan matang. Tidak harus mengikuti maunya pemangku kepentingan, tetapi dengarkan semua masukan pemangku kepentingan," katanya.
Ketua Tim Ahli Apindo Sutrisno Iwantono menambahkan, pejabat yang berwenang harus mengklarifikasi beberapa persoalan yang membingungkan atau menimbulkan ketidakpastian. Hal yang dimaksud antara lain soal penerapan harga acuan.
Berdasarkan data yang dikutip dari laman Kemendag, harga rata-rata nasional beras medium kemarin Rp 10.570 per kg. Harga ini lebih rendah dari harga pada Kamis (27/7) yang sebesar Rp 10.584 per kg.
(HEN/MKN/CAS)