CIREBON, KOMPAS — Di tengah gagal panen garam dalam setahun terakhir, ratusan hektar lahan garam di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, kini telah beralih fungsi untuk kepentingan industri. Selain mengancam produksi garam nasional, sekitar 1.000 rumah tangga petani garam di daerah tersebut juga dapat kehilangan pekerjaan.
Ketua Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (Apgasi) Jawa Barat Mohammad Taufik, Senin (10/7), di Cirebon, mengatakan, saat ini sekitar 600 hektar lahan garam di Cirebon sudah dibebaskan untuk pembangunan dua pembangkit listrik tenaga uap dan sejumlah pabrik. Wilayah terdampak antara lain Pangenan dan Astanajapura.
Di Pangenan, misalnya, puluhan truk hilir mudik di sekitar tambak garam. Alat berat juga dikerahkan di sekitar petani yang mengolah lahan. Jalan raya di wilayah tersebut, yang merupakan jalur pantai utara menuju Jawa Tengah, pun berwarna kemerahan akibat truk pengangkut tanah yang lalu-lalang. Kondisi tersebut berlangsung setidaknya setahun terakhir ini.
”Saat Indonesia masih kekurangan garam, lahan garam malah berkurang,” ujar Taufik.
Padahal, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 17 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2031, Pangenan dan Astanajapura merupakan kawasan industri garam. Bahkan, Pangenan yang berbatasan dengan pantai utara Jawa menurut rencana dijadikan kawasan wisata minapolitan garam.
Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Cirebon, lahan garam saat ini seluas 3.010 hektar. Jumlah ini jauh berkurang dibandingkan tahun 2015 yang mencapai 3.858 hektar.
Taufik memastikan, berkurangnya lahan garam akan berdampak pada merosotnya produksi garam. Apalagi, pada tahun 2016, ketika kemarau basah, produksi garam di Cirebon hanya 1.640 ton. Angka tersebut sangat anjlok dibandingkan produksi tahun 2015 yang mencapai 440.503 ton.
Tidak hanya itu, hingga bulan Mei, garam yang jadi hanya 1 ton. Dalam skala nasional, produksi garam hanya 144.009 ton atau 4,8 persen dari target 3 juta ton.
Kondisi ini juga mengancam mata pencarian petani garam. Menurut Taufik, dengan asumsi 1 hektar lahan digarap dua petani, berarti 1.200 rumah tangga petani dapat kehilangan pekerjaannya.
Apgasi mencatat, sebanyak 6.000 rumah tangga bergantung pada garam. Sementara data DKP Cirebon menunjukkan, terdapat 5.306 rumah tangga petani garam.
”Usaha garam menjadi satu-satunya pekerjaan petani garam. Pemerintah daerah maupun pusat harus serius dengan ini,” ujar Taufik. Menurut dia, sejumlah petani kini terpaksa bekerja serabutan, misalnya sebagai buruh angkut.
Kepala Bidang Pemberdayaan DKP Kabupaten Cirebon Yanto mengakui bahwa lahan garam semakin berkurang. Apalagi, Pemerintah Kabupaten Cirebon menargetkan bagian timur Cirebon, tempat industri garam, sebagai kawasan industri.
”Namun, kami sedang menyiapkan 15 hektar lahan garam terintegrasi di daerah Kapetakan. Di sini, petani akan dilatih dan hasilnya dapat disimpan di gudang sehingga harga tidak anjlok ketika produksi melimpah. Tahun ini ditargetkan beroperasi,” ujar Yanto.
Gudang tersebut telah berdiri di atas lahan berukuran 20 meter x 30 meter, dengan kapasitas penyimpanan 2.000 ton garam.