Koperasi Semakin Dilupakan
JAKARTA, KOMPAS — Sebagai sebuah perayaan, Hari Koperasi akan berumur 70 tahun. Layanan koperasi ternyata menghidupi warga di sejumlah daerah. Akan tetapi, usaha yang berbasis gotong royong ini masih perlu diperbanyak sehingga bisa menjadi sendi ekonomi secara menyeluruh.
Selama ini, peran ekonomi gotong royong ini tertinggal dan nyaris hilang dalam pengelolaan ekonomi. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mencatat kontribusi koperasi dalam produk domestik bruto (PDB) dua tahun lalu 1,7 persen dan kini menjadi 3 persen. Angka ini sangat kecil dan timpang dibandingkan dengan peran badan usaha lainnya, yaitu swasta dan BUMN.
Peran koperasi pada PDB di Indonesia juga masih kecil dibandingkan dengan peran koperasi terhadap PDB di negara lain, seperti Kenya (43 persen) dan Norwegia (22 persen). Situasi ini menunjukkan ekonomi gotong royong nyaris terlupakan jika tidak ada upaya serius membangkitkan koperasi atau badan usaha gotong royong lainnya.
Meski demikian, ada beberapa jejak kesuksesan pengelolaan koperasi yang berbasis gotong royong di sejumlah daerah, mulai dari Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, hingga DKI Jakarta.
Aset Rp 2,6 triliun
Di Sanggau, Kalimantan Barat, Credit Union Lantang Tipo bisa mempunyai hingga 182.000 anggota, 50 kantor cabang, dan aset per 30 Juni lalu mencapai Rp 2,6 triliun. Di Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Koperasi Susu Sinau Andandani Ekonomi atau biasa disebut Koperasi Susu SAE mampu bertahan lebih dari setengah abad dengan 8.700 anggota dan populasi sapi sekitar 19.000 ekor. Koperasi Peternak Susu Bandung Utara (KPSBU) di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, dengan aset Rp 30 miliar mampu menyejahterakan 5.000 anggotanya dengan mengerjakan beragam kebutuhan peternak dari hulu hingga hilir secara mandiri.
Koperasi Usaha Desa (KUD) Denbantas, Kabupaten Tabanan, Bali, berdiri tahun 1974. Anggotanya saat itu berjumlah 125 orang dengan setoran anggota Rp 3.000 per orang. Sekarang, setelah 43 tahun, anggota mencapai ribuan orang. Koperasi ini memiliki aset puluhan miliar rupiah. Salah satu yang terbesar adalah Credit Union (CU) Mandiri yang berpusat di Tebing Tinggi, Sumatera Utara. CU beranggota 52.000 orang dan berumur 30 tahun itu berkembang di tiga provinsi, yakni Sumatera Utara, Riau, dan Jambi. Aset koperasi mencapai Rp 550 miliar dengan besar pinjaman yang beredar di anggota Rp 400 miliar. Di Jakarta Utara, Koperasi Kasih Indonesia yang baru berdiri tahun 2011 telah beranggota 7.400 ibu-ibu aktif. Jumlah aset mereka mencapai Rp 7,8 miliar dengan tabungan peserta Rp 2,8 miliar.
Ekonomi gotong royong ini sangat berperan dalam membantu warga. Setidaknya ungkapan itu muncul dari warga di beberapa daerah yang ditemui Kompas sejak pekan lalu hingga Minggu (9/7).
Mamam Sulaeman (38), peternak asal Lembang, menyatakan terbantu oleh beragam program KPSBU. Pinjaman tanpa agunan, misalnya. Ia pernah meminjam Rp 10 juta untuk membeli sapi perah guna mengembangkan usahanya. "Prosesnya cepat dan pembayarannya mudah. Syarat utamanya adalah terus menyetorkan susu. Kalau rajin setor susu, utang tidak akan terasa, lalu lunas," kata pemilik tiga sapi perah ini.
Lain lagi dengan Mimih (43), peternak lainnya. Dorongan KPSBU agar anggotanya memanfaatkan kotoran sapi menjadi sumber energi meringankan pengeluarannya setiap bulan. Ia kini tak perlu lagi membeli elpiji atau mengurangi biaya pembelian token listrik. Kotoran dari empat sapi miliknya diolah menjadi energi bagi kompor dan lampu di rumahnya. Saat ini ada sekitar 1.000 anggota KPSBU yang memiliki reaktor kotoran sapi sendiri.
"Dengan semangat gotong royong, kami tetap bisa membantu agar terus memelihara sapi perah, memproduksi susu. Jaminan kesejahteraan peternak dan keluarganya hingga kualitas ternak jadi prioritas utama," katanya.
Motor utama
Jiwa gotong royong dari anggota menjadi motor utama usaha ekonomi koperasi. Jika mereka aktif, usaha akan maju. Sementara apabila mereka tidak aktif, bisa saja koperasi itu mati. Kunci utamanya adalah koperasi harus menyejahterakan anggota, bukan malah menyejahterakan pengurusnya seperti sindiran selama ini. "Koperasi ini bisa berkembang karena partisipasi anggota. Anggota harus disenangkan dengan baik. Kalau mereka senang, koperasi bisa tahan lama," kata pejabat Humas Koperasi SAE Pujon, Syamsu Madyan.
Sunarto (32), salah satu warga Dusun Ngroto, Desa Pujon, mengatakan, dirinya terbantu koperasi saat menjual susu. Saat ini harga susu sedang bagus, yakni Rp 5.200 per liter. Selain menjual susu, ia juga bisa mendapatkan pakan ternak dari koperasi.
Mereka yang berhasil mengelola koperasi mengatakan awalnya tidak mudah. Mereka harus meyakinkan warga untuk menjadi anggota koperasi. Untuk itu, pengurus selalu memperlihatkan manfaat koperasi dalam keseharian mereka.
Chief Marketing dan Business Development Kantor Pusat CU Lantang Tipo Kristianus Indra mengatakan, pada awal berdiri 1976 hingga 1990, perkembangan CU Lantang Tipo terbilang biasa saja karena citra koperasi belum kuat. CU Lantang Tipo mulai berkembang awal 2000.
Sementara itu, Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga mengatakan, pemerintah terus mendorong agar koperasi bisa meningkatkan perannya dalam pertumbuhan ekonomi nasional sehingga kemudian terjadi pemerataan kesejahteraan yang berkeadilan bagi masyarakat. "Ini akan memperkokoh NKRI," kata Puspayoga.
Saat ini ada sekitar 43.000 koperasi yang tidak aktif, dan kemudian dibubarkan, serta 150.000 koperasi aktif
(DIT/ESA/CHE/WER/WSI/JAL/AYS/CAS/MAR)