Konflik di Keraton Surakarta berakhir. Perjanjian damai disepakati masing-masing pihak yang bertikai. Kesepakatan tercapai Sabtu dinihari.
Oleh
Erwin Edhi Prasetya
·2 menit baca
SOLO, KOMPAS — Konflik internal keluarga Keraton Surakarta akhirnya mencapai titik perdamaian. Raja Keraton Surakarta Paku Buwono XIII menandatangani perjanjian damai dengan adik-adiknya.
”Tadi telah dilaksanakan penandatanganan perjanjian perdamaian antara Sinuhun (Paku Buwono XIII) dan adik-adiknya, baik Gusti Moeng (GKR Wandansari Koes Moertiyah), Gusti (KGPH) Puger, maupun yang lain. Yang bertanda tangan Sinuhun dengan 18 adiknya,” kata anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Jenderal (Purn) Subagyo HS, selaku salah satu saksi penandatanganan perjanjian perdamaian di Keraton Surakarta, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (24/6) dini hari.
Subagyo mengatakan, inti perjanjian damai tersebut adalah satu pihak dengan pihak lainnya dengan jiwa besar dan hati terbuka saling memaafkan kesalahan yang dibuat. Selebihnya, Subagyo mengaku tidak hafal seluruh isi perjanjian tersebut.
Setelah penandatanganan perdamaian, menurut Subagyo, akan ada pembagian kewenangan dalam pengelolaan Keraton Surakarta, antara PB XIII sebagai raja dan adik-adiknya yang bertugas membantu tugas-tugas raja. Pemerintah juga akan membentuk unit pelaksana teknis (UPT) di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang akan menjadi mitra dalam mengelola keraton. ”Itu (UPT) menjadi mitra agar (Keraton Surakarta) bisa terkelola dengan baik, dilindungi, dikembangkan, dan dimafaatkan,” katanya.
KGPH Puger membenarkan, semua pihak telah saling memaafkan. Hal itu dilakukan demi menjaga keberadaan Keraton Surakarta ke depan untuk kepentingan bangsa dan negara.
”Semua sepakat mendukung Sinuhun kembali,” katanya. Dengan kesepakatan bersama ini, keberadaan lembaga dewan adat akan dihapus. Selanjutnya, akan dilakukan penataan birokrasi Keraton Surakarta.
Konflik keluarga Keraton Surakarta muncul setelah PB XII meninggal, dengan kemunculan dua raja, yaitu PB XIII Hangabehi dan PB XIII Tedjowulan pada 2004. Keduanya merupakan putra PB XII dari istri yang berbeda.
Pada tahun 2012, keduanya sepakat berdamai. Hangabehi tetap menjadi PB XIII, sedangkan Tedjowulan sebagai Maha Patih. Namun, perdamaian itu justru ditentang adik-adik PB XIII Hangabehi yang semula mendukungnya.
Setelah itu, konflik Keraton Surakarta memasuki babak baru. PB XIII malah berseberangan dengan beberapa adiknya, seperti Gusti Moeng dan Puger, yang berada di Lembaga Dewan Adat.
Konflik itu memanas kembali menjelang ulang tahun peringatan penobatan PB XIII ke-13, April 2017. Lembaga Dewan Adat menentang rencana PB XIII menggelar upacara adat tingalanjumenengan atau ulang tahun peringatan kenaikan takhta ke-13 di Sasana Sewaka, Keraton Surakarta. Upacara adat itu akhirnya tetap berjalan lancar.