BOGOR, KOMPAS —Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Bambang Prihartono memastikan pihaknya akan melakukan percepatan penerapan Rencana Induk Transportasi Jabodetabek atau RITJ. Untuk itu peningkatan sinergitas dengan pemda-pemda terkait dan membantu menyelesaikan permasalahan di tingkat lokal menjadi prioritas selesai tahun ini.
”Setiap pemda sudah memiliki perencanaan masing-masing, ini harus disatukan. Kita pun sudah memiliki RITJ. Ini harus segera diimplementasikan. Secara prinsip kami dan pemda-pemda sudah sepakat, sekarang kami minta kembali kesepakatan kerja samanya, (secara) administrasinya,” kata Bambang di Balai Kota Bogor, Kamis (15/6).
Kemarin, Bambang dan Wali Kota Bogor Bima Arya menandatangani nota kesepahaman kerja sama dengan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) terkait penerapan RITJ. Penadatanganan ini menjadikan Kota Bogor yang pertama kali resmi bekerja sama dengan BPTJ dalam kaitan pembenahan sistem transportasi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Menurut Bambang, penandatanganan ini dalam kerangka regulasi kelembagaan dan menjadi payung hukum dalam menerapkan RITJ. Keadmistrasian ini dilaksankan sambil menunggu RITJ ini benar-benar memiliki payung hukum dalam bentuk peraturan presiden, melengkapi Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2015 tentang BPTJ.
”Walaupun payung hukum RITJ sedang diproses, bukan berarti kita tidak bisa bekerja untuk mewujudkan RITJ sejak sekarang,” katanya.
Bambang memastikan ia akan melakukan berbagai percepatan untuk mengimplementasikan RITJ karena saat ini konsepnya sudah jadi. Untuk itu ia akan lebih banyak ke lapangan, mengecek kondisi dan penerapan tahapan RITJ.
”Yang paling utama, dirinya akan mengoordinasikan dalam membantu memecahkan masalah-masalah antardaerah. Kesemrawutan transportasi di Jabodetabek terjadi di simpul-simpul antarwilayah, di mana setiap pemda, baik di tingkat kota/kabupaten maupun provinsi, tidak bisa atau kurang berkoordinasi,” katanya.
BPTJ, lanjutnya, juga akan membantu mencari solusi atas permasalahan di dalam atau lokal pemda. Semisal permasalahan Terminal Baranangsiang Kota Bogor, yang kemarin juga dikunjungi Bambang.
”Kami akan upayakan permasalahannya akan selesai tahun ini juga, sehingga tahun depan sudah mulai dibangun. Pasti, tahun ini (persoalannya) harus selesai. Apa pun yang terjadi,” katanya.
Terminal Baranangsiang saat ini masih terbelit masalah administrasi aset terminal, di mana lahan terminal sudah bergeser ke tangan pihak ke-3, sehingga pemerintah kota (pemkot) tidak dapat menyerahkan aset terminal tipe A kepada pemerintah pusat. Sebab, dokumen aset terminal dipegang oleh pihak ke-3. Padahal, pusat baru bisa membangun terminal jika dipastikan lahannya adalah sudah menjadi milik pemerintah pusat.
Pergeseran aset ke pihak ke-3 karena pada tahun 2012 pemkot menandatangani kontrak kerja sama membangun terminal tersebut dengan sebuah perusahaan swasta. Namun, ketentuan perusahaan swasta itu membangun terminal dalam dua tahun tidak dapat dipenuhi akibat pemda gagal mengosongkan terminal. Ini terjadi karena ada demonstrasi penolakan akan rencana pembangunannya oleh masyarakat yang menjadikan terminal sebagai lahan mencari nafkah sehari-hari.