JAKARTA, KOMPAS – Kementerian Keuangan merevisi batas minimum saldo rekening keuangan yang wajib dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak. Dari yang awalnya Rp 200 juta, batas minimum dinaikkan menjadi Rp 1 miliar.
Revisi dilakukan dalam rentang waktu dua hari setelah pengumuman pertama. Batas minimum adalah salah satu ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70 Tahun 2017 Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkannya dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (6/5). Selanjutnya pada Rabu (7/6) pukul 22.14, Kementerian Keuangan mengirimkan siaran pers tentang revisi tersebut.
”Mempertimbangkan data rekening perbankan, data perpajakan termasuk yang berasal dari program pengampunan pajak, serta data pelaku usaha, pemerintah memutuskan untuk meningkatkan batas minimum nilai saldo rekening keuangan yang wajib dilaporkan secara berkala, dari semula Rp 200 juta menjadi Rp 1 miliar,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Nufransa Wira Sakti melalui siaran pers.
Dengan perubahan batasan minimum menjadi Rp 1 miliar tersebut, menurut Nufransa, jumlah rekening yang wajib dilaporkan adalah sekitar 496.000 rekening. Ini mencakup 0,25 persen dari keseluruhan rekening di perbankan saat ini.
Pemerintah, masih mengutip Nufransa, menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu resah dan khawatir. Sebab, penyampaian informasi keuangan tersebut tidak berarti uang simpanan nasabah akan serta-merta dikenakan pajak.
Tujuan pelaporan adalah untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap sesuai standar internasional sehingga Indonesia dapat berpartisipasi dalam pertukaran informasi keuangan dengan negara lain.
”Pemerintah menjamin kerahasiaan data masyarakat yang disampaikan lembaga keuangan kepada DJP. Bagi petugas DJP yang membocorkan rahasia wajib pajak atau menggunakan informasi tersebut untuk tujuan selain pemenuhan kewajiban perpajakan, dikenakan sanksi pidana sesuai Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,” kata Nufransa.
Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan per 8 Mei untuk Kepentingan Perpajakan. Intinya adalah lembaga keuangan, bank dan nonbank, wajib melaporkan data nasabah asing dan domestik kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk kepentingan perpajakan.
Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Hestu Yoga Saksama menyatakan, pelaporan dilakukan oleh bank atau lembaga nonbank, bukan nasabah. Periodenya setiap tahun sekali.
Obyek pelaporan pertama, menurut Yoga, adalah saldo tahun 2016 per 31 Desember. Dengan demikian pelaporan baru akan dilakukan April 2018 untuk data nasabah domestik dan Agustus 2018 untuk data nasabah asing.
Semua lembaga keuangan di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Yoga menambahkan, menyampaikan laporan kepada OJK. Baru kemudian OJK mengirimkan ke DJP. Untuk lembaga keuangan di luar pengawasan OJK, laporannya langsung disampaikan kepada DJP.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.