MARAWI, KAMIS - Pemerintah Filipina mengungkapkan bukti-bukti keterlibatan para milisi tempur asing dari sejumlah negara dalam upaya penguasaan kota Marawi, Pulau Mindanao, Filipina selatan, oleh kelompok militan Maute. Hal ini kian menegaskan dugaan adanya upaya menjadikan Marawi sebagai basis baru kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana di Marawi, Kamis (1/6), mengatakan, keterlibatan milisi tempur asing itu terlihat dari anggota kelompok Maute yang tewas. Ia menyebutkan, sebagian militan itu berkewarganegaraan Arab Saudi, Chechnya, Yaman, Malaysia, dan Indonesia. Tidak diungkapkan detail identitas mereka.
Ia mengingatkan kembali kekhawatiran soal pengaruh NIIS yang meluas dan ingin menjadikan daerah-daerah lain sebagai basis baru kelompok ekstrem itu. Situasi ini seiring dengan fakta bahwa kelompok NIIS semakin terdesak dari Irak dan Suriah.
Diperkirakan jumlah anggota militan Maute itu dalam upaya menguasai kota Marawi sebanyak 500 orang. Dari jumlah itu, menurut militer Filipina, 120 orang tewas dalam serangan aparat Filipina sepekan terakhir. Sebanyak 50-100 orang diperkirakan masih berada di Marawi. Sisanya, lebih dari 300 orang, diperkirakan telah berpindah kota.
Persebaran ratusan orang itulah, menurut Lorenzana, menjadi sumber kekhawatiran baru Pemerintah Filipina. "Laporan yang kami terima menunjukkan mereka lari ke sejumlah kota di sekitar Marawi," kata Lorenzana.
Di Manila, Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyatakan apa yang terjadi di Marawi bukan dilakukan oleh kelompok Maute sebagai pemberontak, melainkan telah jelas-jelas dilakukan NIIS. Kehadiran NIIS itu telah dia peringatkan sejak beberapa waktu sebelumnya. Keberadaan basis baru di luar Irak dan Suriah bagi NIIS, kata Duterte, diperlukan NIIS, dan Marawi telah dibidik NIIS sejak lama untuk dijadikan basis baru kelompok itu.
Duterte menduga sumber dana kelompok Maute dalam aksi mereka di kota Marawi sejak pekan lalu juga diperoleh dari hasil peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang. Hal itu terkait dengan aktivitas para anggota kelompok itu yang juga terlibat dalam peredaran narkoba. Duterte sejak pencalonannya menyatakan peredaran narkoba adalah inti dari kejahatan dan menimbulkan masalah keamanan di Filipina.
Di tengah upaya militer Filipina untuk memastikan pulihnya keamanan Marawi dan merebut kembali kota itu dari Maute, sebuah kenyataan pahit harus diterima. Rabu lalu, serangan udara yang dilancarkan Angkatan Udara Filipina justru menewaskan 11 tentara Filipina sendiri. Dalam pertempuran di Marawi, para anggota Maute menggunakan manusia yang disandera, termasuk para tentara Filipina, sebagai perisai pertahanan mereka.
Koordinasi Polri
Secara terpisah, Kepolisian Negara RI terus berkoordinasi dengan Kepolisian Nasional Filipina untuk menemukan keberadaan enam dari tujuh warga Indonesia yang teridentifikasi menjadi bagian kelompok Maute. Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul menyatakan, kedatangan mereka ke Filipina dipastikan melalui jalur legal. Dari tujuh warga Indonesia itu, empat orang masuk dalam daftar pencarian orang Kepolisian Nasional Filipina karena termasuk dalam milisi Maute yang berafiliasi dengan kelompok NIIS.
Mereka adalah Al Ikhwan Yushel (25), Yayat Hidayat Tarli (31), Anggara Suprayogi (32), dan Yoki Pratama Windyarto (21). Tim Detasemen Antiteror 88 Polri telah menggeledah rumah Anggara di Tangerang, Banten. Yayat dan Anggara meninggalkan Indonesia pada 15 April 2017, Yoki berangkat ke Filipina pada 4 Maret 2017, dan Ikhwan pada 28 Maret 2017.
Selain mereka, terdapat tiga orang lain yang dipastikan bergabung dengan kelompok teroris di Filipina selatan. Ketiganya adalah Moch Jaelani Firdaus (26), Muhamad Gufron (23), dan Muhammad Ilham Syahputra (21). Mereka masuk wilayah Filipina sejak November 2016. Ilham dipastikan tewas dalam operasi militer Filipina di kota Marawi, awal Mei 2017.
Martinus menegaskan, ketujuh orang itu berbeda dengan 17 warga Indonesia yang terlebih dahulu diketahui berada di kota Marawi. Sebanyak 17 orang itu dipastikan memasuki wilayah Filipina untuk kegiatan dakwah. Kamis kemarin, ke-17 orang itu berhasil dievakuasi.
Sebanyak 11 WNI dievakuasi dari Marantao. Kota di Provinsi Lanao del Sur itu berada sekitar 20 kilometer dari kota Marawi. Adapun 6 WNI lain dievakuasi dari Sultan Naga Dimaporo, Provinsi Lanao del Norte. Mereka diterbangkan ke Davao dan disambut Konjen Davao Berlian Napitupulu.
"Kami terus melakukan komunikasi dengan Davao City dan juga dengan tim kami yang sudah siap untuk melakukan evakuasi," kata Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi di Jakarta.
Kementerian Pertahanan juga memaksimalkan kebijakan perkuatan perbatasan menyikapi kejadian di Marawi. Kepala Pusat Komunikasi Publik Brigjen Totok Sugiarto mengatakan, pembangunan wilayah pertahanan laut dan udara di Kalimantan, Sulawesi Utara, dan Maluku Utara dimaksimalkan memantau perkembangan situasi di Mindanao.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.