Bagaimana Sikap Hormat Pada Bendera Merah Putih? Inilah Dasar Hukumnya
JAKARTA, KOMPAS – Dua hari ini beredar foto Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam upacara peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni. Dalam foto tersebut, Presiden Joko Widodo memberi hormat dengan tangan menyentuh ujung kopiah saat bendera dinaikkan, sedangkan Jusuf Kalla memberi sikap hormat tanpa menaikkan tangannya. Foto ini mengundang pertanyaan khalayak. Apakah sikap hormat Wapres Jusuf Kalla salah atau sudah tepat? Lazim atau tidak lazim?
Bagaimana sebenarnya sikap hormat saat upacara penaikan bendera Merah Putih?
“Salah satu yang bisa saya jelaskan adalah sikap Jusuf Kalla itu cocok dengan Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1958. Sikap waktu melagukan Indonesia Raya yaitu dua tangan lurus ke arah paha dengan ibu jari ke depan menghormati bendera. Semua yang bertopi, militer maupun sipil, tangan kanan menyentuh ujung topi,” kata Daniel Dhakidae,penulis buku, Pemred Majalah Prisma, dan mantan Kepala Litbang Kompas.
“Saya pernah bertanya kepada ahli protokoler bahwa mereka yang tidak berseragam (militer dan sipil) tidak diwajibkan untuk memberi hormat,” kata Rizal Badudu, penulis buku dan putra pakar Bahasa Indonesia Jus Badudu.
“Anak tentara tidak pernah ikut-ikut memberi hormat dengan tangan naik, karena itu kan cara militer memberi hormat. Orang sipil ya jangan ‘sok’ ikutan,” kata Nies Endang, penulis buku, mengutip tetangganya keluarga tentara.
Cara sipil menghormat Bendera Merah Putih memang tidak harus dilakukan seperti anggota militer, Polri, organisasi-organisasi yang memiliki seragam atau seperti siswa SD, SMP dan SMA. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Indonesia dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan menyebutkan bahwa penghormatan kepada Bendera Merah Putih cukup dilakukan dengan cara berdiri tegak, diam dan menghadapkan muka/wajah ke arah bendera sampai upacara selesai. Adapun cara penghormatan anggota TNI, Polri atau organisasi kemasyarakatan yang menggunakan seragam, dilakukan sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang berlaku dalam organisasi bersangkutan.
Peserta yang tidak berseragam, memberi hormat dengan meluruskan lengan ke bawah dan melekatkan tapak tangan dengan jari-jari rapat pada paha. Penutup kepala harus dibuka terkecuali kopiah, ikat kepala, sorban dan kudung atau topi-wanita yang dipakai menurut agama atau adat-kebiasaan
Berikut dasar hukumnya.
PP No 40 Tahun 1958
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Indonesia, diterbitkan tanggal 26 Juni 1958 dan ditandatangani oleh Presiden Sukarno dan Perdana Menteri Ir Djuanda, diundangkan pada tanggal 10 Juli 1958 oleh Menteri Kehakiman GA Maengkom, Bab III “Tata Tertib Dalam Penggunaan” Pasal 20 menyebutkan:
Pada waktu upacara penaikan atau penurunan Bendera Kebangsaan, maka semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak, berdiam diri, sambil menghadapkan muka kepada bendera sampai upacara selesai.
Mereka yang berpakaian seragam dari sesuatu organisasi memberi hormat menurut cara yang telah ditentukan oleh organisasinya itu.
Mereka yang tidak berpakaian seragam, memberi hormat dengan meluruskan lengan kebawah dan melekatkan tapak tangan dengan jari-jari rapat pada paha, sedang semua jenis penutup kepala harus dibuka, kecuali kopiah, ikat kepala, sorban dan kudung atau topi-wanita yang dipakai menurut agama atau adat-kebiasaan.
Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Repubik Indonesia menyebutkan:
Penghormatan terhadap Bendera Kebangsaan seperti diatur dalam pasal ini sudah lazim di semua negeri.
Semua orang yang tidak berpakaian seragam, harus membuka semua jenis penutup kepala kecuali kopiah, ikat kepala, sorban dan kudung atau topi wanita yang dipakai menurut agama atau adat-kebiasaan. Dalam kudung termasuk juga tutup kepala yang digunakan oleh non dari agama Katholik.
Yang dimaksud dengan topi-wanita di sini ialah topi yang menurut kebiasaan dipakai oleh wanita Barat sebagai pelengkap pakaiannya seperti halnya dengan kudung yang dipakai oleh wanita Islam.
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009
Cara penghormatan ini dikuatkan lagi dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, Pada Bagian Ketiga, Tata Cara Penggunaan Bendera Negara, Pasal 15 Ayat 1 disebutkan :
Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara, semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan khidmat sambil menghadapkan muka pada Bendera Negara sampai penaikan atau penurunan Bendera Negara selesai.
(1)Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara, semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan khidmat sambil menghadapkan muka pada Bendera Negara sampai penaikan atau penurunan Bendera Negara selesai. (2) Penaikan atau penurunan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya
Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 24 tahun 2009, pasal 15 diberikan penjelasan “Cukup Jelas” yang berarti tidak perlu ada penjelasan lagi karena pasal tersebut sudah dianggap dipahami.
Undang-undang ini tidak mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1958, sebagaimana disebutkan pada BAB VIII, Ketentuan Peralihan, Pasal 72 :
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
(KSP, dari berbagai sumber)