Ada Masa Depan Bagi Mereka Yang Mau Berusaha
Suara tuts komputer itu terdengar nyaring dari ruang komputer Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Bina Mandiri Cipageran, Cimahi, Minggu (30/4) siang. Sudah 1,5 jam, Agus Sukmana (20), melatih jari jemarinya mencari huruf di papan ketik saat matanya tertuju ke layar komputer. Dia masih penasaran melatih kemampuannya saat beberapa rekannya sudah lama pulang.
"Saya mau melamar di salah satu pabrik makanan ringan di pinggiran Cimahi. Gajinya Rp 2,5 juta per bulan. Syaratnya ijazah setara SMA dan pandai mengetik,” ujar Agus, warga Cipageran ini.
Ketekunan itu adalah wajah baru Agus, setidaknya dalam tiga tahun terakhir. Ia menyisihkan waktu masing-masing empat jam selama empat hari dalam sepekan, untuk menempuh pelajaran Paket C dan kursus komputer di Bina Mandiri. "Hanya dengan sekolah, nasib saya bisa berubah," kata tukang servis barang elektronik dengan penghasilan tak menentu itu.
Agus tak asal bicara. Ia pernah mencoba bertahan hidup dengan modal nekat tanpa bekal pendidikan yang cukup. Hasilnya selalu mengecewakan. "Waktu duduk di bangku SMK, saya sering bolos hingga akhirnya keluar tak sampai setahun. Mengandalkan ijazah SMP, saya hanya diterima jadi buruh kasar di pabrik makanan. Upahnya 800.000 per bulan," katanya.
Ia juga pernah mencoba peruntungan jadi teknisi listrik. Namun, keahlian yang ia pelajari otodidak dari kawannya itu tak membuatnya percaya diri. Ia juga hanya melakoninya enam bulan karena takut tersetrum.
"Penghasilannya tak pasti. Kadang dapat uang tapi sering kali tidak. Saya tidak mau seperti itu lagi. Harus punya bekal kalau mau maju. Di Bina Mandiri, saya menggali bekal itu," katanya.
Berdiri di dekat kawasan industri Kota Cimahi, Bina Mandiri jadi rumah belajar bagi banyak buruh di sekitarnya. Sejak tahun 2002, Bina mandiri menggelar pendidikan kesetaraan Paket, A, B, dan C. Mereka juga menggelar kursus kewirausahaan hingga komputer.
"Peminatnya tinggi, setiap tahun ada 80 lulusan untuk pendidikan kesetaraan,” ujar Iwan Sunarya, tutor di bidang keaksaraan Bina Mandiri.
Iwan mengatakan hasilnya manis. Lulusan Bina Mandiri banyak yang meraih sukses. Ada yang tetap menjadi buruh tapi punya usaha sampingan menjahit, fokus berwirausaha, hingga dipromosikan naik jabatan karena jenjang pendidikannya meningkat. “Seseorang lulusan dari sini ada yang jadi manajer di pusat wisata dan kuliner di Cimahi setelah ikut paket B, C, dan keterampilan komputer,” katanya.
Mendengar kisah itu, Agus lebih termotivasi. Ia punya keinginan meraih mimpi serupa. Agus yakin, sukses tak pandang bulu bagi mereka yang mau berusaha.
Menjelang sore, ketekunannya usai. Matanya lelah setelah lama menatap monitor komputer. Namun, dia memilih segera pulang ketimbang istirahat. Hujan rintik tak dihiraukannya. Ada beberapa tape rusak milik pelanggannya yang harus diperbaiki.“Seperti tape yaang harus diperbaiki, saya ingin membuat masa depan nanti lebih cerah,” katanya.
Pendidikan Gratis
Kiprah Asep dan keteguhan Bina Mandiri tidak sendiri. Berjarak 33 kilometer ke arah barat daya, PKBM Buana Mekar Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, setia melakukan hal serupa. Sejak tahun 1988, pendidikan dijadikan jembatan sejahtera bagi siapa saja.
Suara gesekan mata gergaji dengan kayu dari bengkel kayunya menyiratkan semangat itu, Kamis (27/4). Di sana, Ade (33), pekerja bengkel kayu, tengah menyelesaikan pekerjaan rutinya membuat meja.
Mulai menjadi tukang kayu sejak tahun 2003, kemampuan Ade teruji. Dalam sebulan, ia mampu membuat 10 unit meja dan kursi beragam bentuk. Semua ilmunya diserap dari Buana Mekar, tempatnya kini bekerja.
"Karena tidak ada biaya sekolah, saya jadi siswa Paket B sekaligus belajar pertukangan di sini tahun 1997. Pengetahuan yang saya dapat kini jadi bekal bekerja mendapat Rp 2,5 juta per bulan," kata Ade. Jumlah itu lebih besar ketimbang upah minimum Kabupaten Bandung sekitar Rp 2,4 juta.
Guru Geografi dan Sosiologi PKBM Buana Mekar Heni Suhaeni mengatakan, banyak siswa putus sekolah seperti Ade datang belajar. Tak ada paksaan apalagi memungut biaya. Hanya niat untuk hidup lebih baik menuntun siswa untuk datang.
"Sejak didirikan tahun 1988, banyak siswanya berasal dari keluarga tidak mampu atau keluarga kurang harmonis. Saat ini, atau 29 tahun sejak Buana Mekar berdiri, tradisi itu masih berjalan. Tahun ini, tercatat ada 55 peserta didik. Sebagian besar dari keluarga tidak mampu,” katanya.
Kesetiaan Buana Mekar itu juga yang membuat Heni suaminya Elan Djaelani (39), memilih mengabdi dalam 20 tahun terakhir. Meski kini hanya digaji Rp 800.000, mengajar di Buana Mekar membuat Heni kaya batin. Ia merasa berguna saat membantu anak dari kalangan kurang mampu meraih prestasi.
Kepala PKBM Buana Mekar Andreas Yaya Suyarsa menjelaskan, kebahagiaan alumni dan kesetiaan pengajar itu sejak semula jadi cita - cita pendiri lembaga pendidikan ini. Didirikan Frans Wiryanto, Hedi Bimantoro, dan Anton Rutten, OSC, Buana Mekar ingin selalu menghadirkan peran banyak pihak memperjuangkan makna pendidikan yang hakiki. Perbedaan asal usul dan keyakinan tak penting lagi.
"Siswa di sini beragam keyakinannya. Untuk pelajaran agama, kami menyediakan pengajar sesuai keyakinannya masing - masing. Kami ingin menghargai perbedaan demi kesejahteraan manusianya," katanya.
Saat semuanya berjalan dengan damai, pendidikan tak kesulitan menjalankan perannya. Bekal yang didapat dari Buana Mekar ampuh jadi kekuatan alumninya. Tidak hanya mandiri di dalam negeri seperti Ade, lulusan Buana Mekar menuai sukses di mancanegara. Banyak diantara mereka kini bekerja di di kapal pesiar negara - negara Asia dan Eropa. Tak sedikit juga yang melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi.
Mimpi sejahtera pelahan ditapaki oleh siswanya. Masa depan yang cerah memang terbuka bagi siapa saja yang mau berusaha.