Perjuangan Risma untuk Mengembalikan Aset Kota Surabaya
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA dan RYAN RINALDY
·4 menit baca
SEPANJANG Maret 2017, Pemerintah Kota Surabaya telah mengadu ke berbagai lembaga, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Agung, dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, terkait sejumlah aset Pemkot Surabaya yang disengketakan pihak lain. Paling tidak, ada 11 aset berupa tanah dan bangunan yang nyaris lepas dari tangan Pemkot Surabaya dan jatuh ke tangan pihak ketiga.
Sebanyak 11 aset yang menjadi sengketa antara lain kantor Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Jalan Prof Moestopo dan arena hiburan Taman Remaja Surabaya di Jalan Kusuma Bangsa. Di Kecamatan Wonokromo, terdapat Gelora Pancasila di Jalan Indragiri dan sebidang tanah di Jalan Upa Jiwa. Aset lain adalah kantor PDAM di Jalan Basuki Rahmat, Kecamatan Tegalsari, Kolam Renang Brantas di Jalan Irian Barat, Kecamatan Suko Manunggal, Waduk Sepat di Kecamatan Wiyung, dan Pasar Turi yang kini dikuasai PT Gala Bumi Perkasa.
Bahkan, penguasaan Pasar Turi dilakukan oleh PT Gala Bumi Perkasa yang kini menjual kios dengan sertifikat hak milik meski Pasar Turi merupakan aset Pemkot Surabaya. Pada Maret lalu, Pengadilan Negeri Surabaya bahkan menolak gugatan Pemkot Surabaya terhadap perusahaan itu.
Tanah dan gedung, yang umumnya dikuasai pihak ketiga ini, lokasinya sangat strategis sehingga harga jualnya yang sesuai nilai jual obyek pajak (NJOP) tanah saja minimal mencapai Rp 100 miliar per lahan.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pun tak kenal lelah mencari celah demi kembalinya aset pemkot itu. Apalagi, semua aset yang disengketakan sudah dipakai pihak ketiga, ada pula yang telantar hingga masih digunakan pemkot—meski swasta terus berupaya merampasnya. Padahal, semua aset itu sudah ada sertifikatnya.
Untuk itu, agar langkah tak salah, Risma mengetuk 22 lembaga yang dinilai masih bisa menolong upaya pemkot untuk meraih kembali asetnya. Konsultasi pun belum berhenti. Setelah mengadu ke KPK, konsultasi dilanjutkan dengan sejumlah instansi pemerintahan guna mendapatkan solusi, seperti dengan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung serta Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Konsultasi ke beberapa lembaga itu dilakukan untuk mencari cara menyelamatkan semua aset itu.
Apalagi sejak 2010 Pemkot Surabaya sudah bersinergi dengan Kejaksaan Negeri Surabaya dan kepolisian dalam upaya menyelamatkan aset pemkot. Sinergi tersebut ada hasilnya, sebanyak 23 aset dengan luas lahan 30,4 hektar berhasil diselamatkan dari genggaman pihak ketiga.
Belajar dari pengalaman ini, ujar Risma, pemkot kembali meminta bantuan sejumlah pihak agar dapat mempertahankan aset yang tengah disengketakan. Harapannya, berkat berkonsultasi dan berkoordinasi dengan instansi-instansi pemerintahan, tidak ada aset yang lepas.
Memang konsekuensi dari proses penyelamatan aset seperti sekarang beberapa di antaranya sudah ditelusuri oleh Kejari Surabaya. Kepala Kejari Surabaya Didik Farkhan mengatakan, sudah ada tiga pihak yang selama ini menguasai aset pemkot membuka diri.
”Peluang pemkot untuk meraih kembali asetnya besar karena kami (kejaksaan) memproses secara hukum tindak pidana korupsi, bukan seperti selama ini pemkot melayani gugatan perdata pihak ketiga,” ujar Didik Farkhan.
Proses pelepasan aset ke tangan pihak ketiga harus diakui tidak terlepas dari keterlibatan staf dan pejabat di lingkungan pemkot. ”Jadi, akan ada banyak mantan lurah, staf, atau pejabat di lingkungan Pemkot Surabaya yang akan dimintai keterangannya terkait proses pelepasan aset yang dilakukan sejak 20 tahun lalu,” ujar Didik.
Berubah sikap
Tiga pekan terakhir, sudah ada pihak ketiga, yang selama ini menguasai aset pemkot, yang mulai kooperatif. Mereka siap mengembalikan aset yang sudah dikuasai puluhan tahun, tetapi tetap dapat memakainya dengan sistem sewa atau build operate and transfer (BOT) selama 20 tahun.
Sembari menunggu aset kembali ke tangan pemkot, beberapa gedung, seperti PDAM di Jalan Basuki Rachmad Surabaya, mulai dijadikan tempat berbagai lapisan masyarakat untuk menggelar kegiatan. Kawasan yang sudah disulap menjadi Museum Air oleh PDAM Surabaya itu, menurut rencana, akan dijadikan perpustakaan umum.
Kini, Kejari Surabaya tengah menyelidiki proses pelepasan aset yang ketika itu pasti melibatkan staf dan pejabat di lingkungan pemkot. Saat bersamaan, Pemkot Surabaya juga tengah menunggu putusan pengadilan terkait beberapa aset yang digugat banyak pihak itu.
Kepemilikan dengan sertifikat saja ternyata tak cukup kuat jika aset itu milik Pemkot Surabaya, yang umumnya diperoleh pada era Orde Baru. Sindikat atau mafia yang berusaha menguasai aset pemkot dengan berbekal surat perjanjian sewa-menyewa atau jual beli antarpihak di masa lalu hingga kini masih bergentayangan.
Ada saja celah untuk mengecoh pemkot karena dalam proses sewa-menyewa aset atau tukar guling pasti melibatkan pejabat di lingkungan pemkot dan juga DPRD setempat. Tidak heran saat Risma mengadu ke 22 lembaga demi kembalinya aset Kota Surabaya, banyak pihak mulai gerah, termasuk pejabat dan mantan pejabat. Apalagi, Kejari Surabaya mulai melakukan penyelidikan dugaan korupsi pada beberapa kasus pelepasan aset.
Risma pun memberi ruang Kejari Surabaya untuk mengusut hingga tuntas seluruh proses pelepasan aset itu. Ketegasan Risma dalam hal kembalinya aset pemkot ini mulai menimbulkan keresahan beberapa mantan lurah. Mereka kini tak bisa lagi tidur nyenyak karena disinyalir terlibat dalam beberapa pelepasan aset pemkot ketika menjabat dulu.
”Silakan dibongkar semua siapa pun yang terlibat dalam proses pelepasan aset, termasuk staf atau pejabat maupun mantan pejabat. Yang terpenting, seluruh aset pemkot kembali untuk dipakai oleh warga Surabaya,” kata Risma.