SOLO, KOMPAS — Kepolisian Resor Karanganyar berencana menerbitkan surat perintah penyidikan dan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan baru atas kasus dugaan kekerasan pada pelaksanaan pendidikan dasar Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, di Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah. Upaya ini untuk menyasar keterlibatan tersangka baru dalam kasus ini.
Kepala Polres Karanganyar Ajun Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak mengatakan, berkas perkara dua tersangka, MW (23) dan AS (28), telah dinyatakan lengkap (P21) dan kedua tersangka berserta seluruh barang bukti juga telah diserahkan kepada pihak Kejaksaan Negeri Karanganyar, Kamis (27/4).
”Hasil penyelidikan dan penyidikan terhadap dua tersangka tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru dalam kasus dugaan tindak kekerasan selama pelaksanaan diksar (pendidikan dasar) Mapala UII,” ujar Ade di Karanganyar.
Ade menyebutkan, setelah berkas perkara tersangka MW dan AS dinyatakaan P21, untuk pengembangan selanjutnya penyelidikan kasus itu, pihaknya akan menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) dan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) baru. Sprindik dan SPDP akan diterbitkan akhir April atau awal Mei. Setelah itu, Polres Karanganyar akan melakukan gelar perkara guna menentukan tersangka baru.
Satu alat bukti
Penerbitan sprindik dan SPDP dengan proses gelar perkara bakal dilakukan dalam waktu berdekatan. Pasalnya, saat ini penyidik telah mengantongi satu alat bukti. ”Kami sudah mendapatkan satu alat bukti surat visum et repertum luka 34 peserta diksar yang merupakan korban selamat,” kata Ade.
Untuk menentukan tersangka baru, menurut Ade, dibutuhkan minimal dua alat bukti. Karena itu, masih dibutuhkan satu alat bukti tambahan. ”(Tersangka baru) Lebih dari lima,” ujarnya.
Menurut Ade, dalam kasus dugaan tindakan kekerasan secara bersama-sama hingga mengakibatkan korban meninggal, MW dan AS dijerat Pasal 170 Ayat (2) Ke-2e dan 3e KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 9 tahun dan 12 tahun seta dilapisi Pasal 351 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan 7 tahun penjara. Berbeda dengan dua tersangka itu, tersangka baru bakal dijerat dengan pasal berbeda.
Selain tersangka, beberapa barang bukti diserahkan kepada Kejari Karanganyar, antara lain tongkat rotan dan ranting pohon yang diduga digunakan untuk menyabet korban, kamera, laptop, CPU komputer, pakaian korban, dan sepatu tersangka. Ade mengatakan, motif tersangka adalah memberikan hukuman terhadap para korban yang merupakan peserta diksar.
Tiga mahasiswa UII meninggal setelah mengikuti kegiatan diksar ”The Great Camping” pada 13-20 Januari 2017 di kawasan hutan lereng Gunung Lawu, Tlogodringo, Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu. Para korban itu adalah Muhammad Fadhli (20), mahasiswa Teknik Elektro angkatan 2015; Syaits Asyam (19), mahasiswa Teknik Industri (2015); serta Ilham Nurpadmy Listia Adi (20), mahasiswa Fakultas Hukum (2015).
Salah satu tersangka, W, menyebutkan, hukuman itu diberikan dalam konteks pendidikan dasar bagi pencinta alam. Dia mengatakan, tidak ada niat untuk membunuh dengan sengaja. ”Ketika kondisi hujan atau cuaca (jelek), seseorang perlu sentuhan,” ujar W saat ditanya alasan hukuman diberikan dengan memukul.