Ancaman hujan, angin, dan gelombang menciutkan nyali sebelum bertolak dari pesisir Pulau Nusalaut menuju Pulau Saparua, Maluku, Sabtu (8/4). Di antara puluhan penumpang yang berjubel dalam perahu motor, ada Carel Silahoy yang hendak menjemput bahan ujian nasional.
Mesin motor baru dihidupkan, tetapi hujan dan angin menerpa. Beberapa penumpang mengambil potongan terpal sekadar untuk melindungi kepala. Carel dan penumpang lain di belakang yang tak kebagian terpal hanya pasrah di perahu tanpa atap itu. Pukulan angin dari sisi timur membuat laut yang semula teduh menjadi bergelombang.
Perahu berukuran 7 meter x 4 meter, sementara punggung gelombang sekitar 0,5 meter. Penumpang duduk berdesakan menghadap ke depan. Setiap tiga orang duduk di atas papan yang disusun dari depan ke belakang dengan jarak antarpapan sekitar 40 sentimeter. Posisi duduk diatur sesuai bobot tubuh.
Ada 28 penumpang ditambah pengemudi. Penumpang kebanyakan para ibu dan anak-anak yang hendak ke Pasar Saparua. Padahal, perahu semacam itu hanya diperbolehkan mengangkut maksimal 15 orang.
Perahu sudah melaju, salah satu mesin belum bisa dihidupkan hingga selesai diperbaiki sekitar 1,8 kilometer kemudian. Perahu berbahan fiber itu didorong dua mesin, masing-masing berkekuatan 40 tenaga kuda (PK). Nusalaut dan Saparua terpaut 22,2 kilometer dengan waktu tempuh hampir satu jam. Perjalanan berisiko itu tanpa dilengkapi alat keselamatan seperti jaket pelampung. ”Adakalanya gelombang sampai 2 meter. Jadi, guru di pulau terpencil harus punya nyali menantang gelombang,” kata Carel, Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Nusalaut.
Tiba di Saparua, Carel diberi tahu petugas lewat telepon seluler bahwa bahan ujian nasional (UN) belum tiba dari Ambon. Perjalanan dari Ambon ke Saparua juga menggunakan kapal motor. Carel menunggu hampir dua jam sebelum bahan UN tiba di SMAN 1 Saparua. Ia menumpang ojek dari tempat berlabuh perahu menuju sekolah sejauh 3,5 km. Selesai urusan administrasi, bahan ujian dibawa menggunakan ojek ke tempat perahu ditambatkan.
Carel tampak cemas. Ia khawatir jika hujan mengguyur saat perjalanan kembali ke Nusalaut. Sebab, seminggu terakhir, hujan terus mengguyur Nusalaut dan Saparua. Bahan ujian dikemas dalam kardus, kemudian dilapis karung. Namun, itu tidak menjamin bakal aman dari hujan lebat. Dalam kemasan itu juga ada bahan ujian untuk SMA Kristen Ameth di Nusalaut.
Rupanya, semesta memahami mereka. Hujan tidak turun. Hanya tempias air laut yang masuk ke perahu. Kemasan bahan ujian ditutup terpal. Penumpang basah dan kepanasan. Uap air laut yang mengenai kulit berubah menjadi butiran garam.
Pinjam uang
Carel menuturkan, selama rangkaian pelaksanaan UN, mulai dari pengusulan daftar sementara peserta ujian hingga penerbitan surat keterangan hasil UN, diperlukan anggaran besar. Ongkos sekali perjalanan pergi atau pulang ke Ambon yang berjarak 58 km berkisar Rp 500.000-Rp 1,5 juta. Ongkos tergantung jarak, ukuran perahu, dan waktu keberangkatan.
Belasan kali mereka harus bolak-balik Nusalaut-Ambon, baik langsung maupun lewat Saparua. Total biaya yang dihabiskan sekitar Rp 20 juta. Pengeluaran itu tak bisa ditutupi anggaran sekolah yang sebagian habis untuk gaji guru honorer.
Sejak Januari, dana bantuan operasional sekolah (BOS) belum cair. Informasi yang dihimpun Kompas, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Maluku sedang dirawat di rumah sakit sehingga belum bisa menandatangani pencairan dana BOS.
”Kami terpaksa pinjam dulu dari salah seorang pemilik toko. Setelah dana BOS cair, kami akan kembalikan,” kata Carel. Sekolah yang memiliki 118 siswa itu mendapatkan dana BOS nasional dan BOS daerah sebesar Rp 44,25 juta per tiga bulan.
Namun, tantangan itu tak menyurutkan semangat sekolah menyiapkan peserta UN. Kepala SMA Kristen Ameth Frans Syaranamual menuturkan, persiapan ujian dilakukan enam bulan sebelumnya. Sekolah membentuk kelompok belajar di tujuh desa di Nusalaut. Saat ujian, siswa menginap di Ameth.
Tidak adanya fasilitas seperti komputer membuat pelaksanaan ujian nasional di Nusalaut masih konvensional. Ketika banyak siswa mengikuti ujian nasional berbasis komputer (UNBK), 36 peserta dari SMAN 1 Nusalaut dan 33 siswa SMA Kristen Ameth masih mengoles pensil di atas lembaran jawaban.
”Kalau lihat di Facebook, anak-anak SMK di Ambon menulis status sudah ikut ujian mengerjakan soal UNBK. Kami juga ingin seperti itu, tetapi tidak mungkin karena di sekolah kami hanya ada satu laptop,” kata Ervina Wairisal, peserta UN SMAN 1 Nusalaut.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Maluku, jumlah SMA/SMK di Maluku yang menyelenggarakan UNBK 59 sekolah dengan 7.197 peserta. Adapun yang menjalankan UN konvensional 357 sekolah dengan 21.925 peserta.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.