JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memastikan biaya pembangunan kereta ringan (light rapid transit/LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi sudah tersedia. Pembiayaan bukan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, melainkan penyertaan modal dari badan usaha milik negara dan swasta.
Kepastian akan ketersediaan biaya pembangunan kereta ringan disampaikan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan seusai rapat terbatas membahas pembiayaan infrastruktur di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (11/4/2017). "Soal LRT (kereta ringan) sudah selesai dibahas dan angka-angka sudah keluar sehingga tidak ada alasan lagi khawatir untuk pendanaan," kata Luhut.
Menurut dia, dana Rp 23 triliun untuk membiayai proyek kereta ringan berasal dari investasi badan usaha milik negara dan pihak swasta dengan jaminan public service obligation (PSO). Namun, Luhut tidak menyebutkan detail pembiayaan dari BUMN ataupun swasta.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan, BUMN yang ditugaskan untuk menanggung pembiayaan proyek kereta ringan adalah PT Kereta Api Indonesia (KAI) bersama PT Adhi Karya. "Untuk depo punya Adhi Karya, nanti KAI sewa ke Adhi Karya," katanya.
Selain kereta ringan, pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung juga menjadi fokus pembahasan dalam rapat terbatas. Menurut Luhut, pemerintah masih mengkaji kembali rencana pembangunan sekaligus rencana anggaran.
Tak andalkan APBN
Dalam sambutan pengantar rapat terbatas, Presiden Joko Widodo mengingatkan para menteri agar tidak mengandalkan APBN untuk membiayai proyek infrastruktur. Pembiayaan dari APBN harus dijadikan pilihan terakhir apabila tidak ada pihak swasta ataupun BUMN/BUMD yang bersedia membiayai proyek infrastruktur.
Jika swasta tidak mau membiayai investasi di bidang infrastruktur, lanjut Jokowi, kementerian bisa tawarkan skema public private partnership (PPP) atau kerja sama badan usaha dengan swasta (KBPU).
Namun, apabila skema kerja sama dengan swasta tidak berhasil, pemerintah akan memberikan penugasan pada BUMN dan BUMD untuk membiayai infrastruktur. "Pilihan terakhir baru ditempuh dengan pembiayaan APBN atau APBD," katanya.
Dalam rapat terbatas itu, Presiden juga kembali mengingatkan target penyelesaian seluruh proyek strategis nasional. Seluruh program prioritas harus rampung sesuai jadwal, yakni maksimal akhir 2018.