SEMARANG, KOMPAS – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menggandeng pemerintah daerah dan pelaku usaha untuk mengembangkan industri gula semut berbahan nira kelapa di Pulau Nusakambangan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Produk dari lembaga pemasyarakatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan ekspor gula nira dari wilayah selatan provinsi tersebut.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah Bambang Sumardiono, Selasa (27/3/2017), di Semarang, mengatakan, pembuatan gula kristal atau semut berbahan nira di Pulau Nusakambangan sudah diuji coba sejak satu bulan lalu. Gula diproduksi mulai dari penyadapan nira hingga pengolahan dengan mesin. “Gula semut ini akan menjadi produk dari LP (lembaga pemasyarakatan) di Nusakambangan,” kata Bambang.
Industri gula tersebut dibangun di LP Terbuka Nusakambangan. Adapun pengelolaan industri, nantinya melibatkan para narapidana. Mereka akan dilatih mengolah nira kelapa menjadi gula semut oleh dinas pertanian dan perindustrian Kabupaten Cilacap. Namun, untuk alasan keamanan, para napi tidak diizinkan mencari nira kelapa bersama pederes.
Kementerian Hukum dan HAM mendatangkan sejumlah penderes nira dari Cilacap, Purwokerto, dan sekitarnya. Mereka akan memperoleh izin khusus masuk Nusakambangan dari LP setempat.
Dihubungi terpisah, Koordinator Lembaga Pemasyarakatan (LP) di Nusakambangan dan Cilacap, Abdul Aris, mengatakan, Pulau Nusakambangan seluas 121 kilometer persegi memiliki ribuan pohon kelapa. Luas lahan garapan mulai dari pintu gerbang Pulau Nusakambangan di Pelabuhan Sodong hingga kawasan Pantai Permisan yang berbatasan dengan kawasan perairan Pangandaran, Jawa Barat.
Abdul mengatakan, pabrik gula semut seluruh peralatan mesin pengolah nira, saat ini sudah selesai dibangun. Salah satu eksportir gula nira asal Purwokerto digandeng untuk membantu pengawasan dan pemasaran produk. Gula nira dipilih karena bahan baku di “pulau penjara” tersebut cukup melimpah dan permintaan ekspor tinggi.
Data Pemkab Banyumas menyebutkan, dari permintaan ekspor gula semut sekitar 5.000 ton per bulan, saat ini baru dipenuhi sebanyak 1.200 ton per bulan. Permintaan gula kristal datang dari Hongkong, Australia, Korea Selatan, Kanada, Amerika Serikat, Jerman, dan sejumlah negara di kawasan Timur Tengah.
Nantinya, sebagian hasil penjualan masuk ke penerimaan negara bukan pajak. “Semua sudah siap. Operasi pabrik tinggal menunggu aliran listrik,” kata Abdul.
Melibatkan narapidana
Bambang mengatakan, pengelolaan industri gula semut nira kelapa melibatkan napi penghuni tujuh LP di Nusakambangan. Mereka adalah napi yang masuk program asimilasi atau telah menjalani setengah masa hukuman. Program ini hanya ditujukan bagi napi tindak pidana umum, seperti pembunuhan dan pencurian. “Napi kasus narkotika dan kejahatan luar biasa seperti terorisme dan korupsi tidak diperbolehkan bergabung,” kata dia.
Meski berstatus narapidana, para napi yang bekerja di pabrik pengolahan gula nira tetap diberi upah. Namun, besarannya tidak sesuai Upah Minimum Kerja (UMK) karena mereka sudah mendapat fasilitas di LP. Jika para napi sudah bebas dan tetap ingin bekerja, baru akan diberi upah sesuai UMK. Hal ini adalah bentuk pembinaan kemandirian melalui keterampilan dan kegiatan kerja produktif di dalam LP.
Selain pengembangan dalam bidang pertanian, Nusakambangan telah dikembangkan sebagai sentra industri penggemukan sapi dengan kapasitas 21.000 ekor per tahun dan industri kerajinan batik khas Banyumas. Seluruh program memuat pendidikan dan pembinaan keterampilan untuk napi. Nusakambangan memang diarahkan sebagai salah satu LP industri.