Polri Turunkan 170.000 Personel Gabungan untuk Pengamanan Lebaran 2017
Oleh
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara Republik Indonesia menurunkan 170.000 personel gabungan untuk pengamanan Lebaran dalam Operasi Ramadniya 2017. Operasi ini berfokus pada pencegahan aksi terorisme serta penanganan kejahatan konvensional selama arus mudik berlangsung.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengatakan, 170.000 personel yang tergabung dalam Operasi Ramadniya 2017 terdiri dari anggota Polri, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan instansi terkait seperti dinas perhubungan. Sebanyak 6.000 orang di antaranya akan ditugaskan untuk mengamankan Jakarta, sedangkan sisanya disebar ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk di jalur mudik.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengatakan, pihaknya akan mencegah aksi terorisme sejak masih berupa potensi. Oleh karena itu, Polri akan menindak setiap orang dan kegiatan yang cenderung mengarah pada terorisme.
Tito melanjutkan, hingga saat ini, Polri telah menangkap 31 orang yang diduga teroris dari Medan (Sumatera Utara), Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.
”Jumat (16/6) sore lalu, polisi menangkap dua terduga teroris di Bima (NTB), berikut bom yang sudah jadi dan bahan peledak. Kami juga mengetahui mereka belajar secara daring dari Bahrun Naim, salah satu tokoh Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS),” tutur Tito dalam Apel Pembukaan Operasi Ramadniya 2017, di Lapangan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Senin (19/6).
Konsentrasi terhadap terorisme, menurut Setyo Wasisto, terutama akan dilakukan di Jakarta. Alasannya, serangan terorisme yang terjadi di Ibu Kota akan lebih menarik perhatian ketimbang yang terjadi di kota-kota kecil. Selain itu, Jakarta juga cenderung lengang saat arus mudik berlangsung. Menurut dia, kondisi Jakarta hingga saat ini cukup kondusif.
Selain pencegahan terorisme, Operasi Ramadniya juga akan menangani berbagai kejahatan konvensional yang kerap muncul selama periode Lebaran. Premanisme, copet, jambret, dan hipnotis yang terjadi di kereta api, bus, dan kapal laut akan diberantas serta ditindak tegas.
Masyarakat dapat memercayakan rumah yang ditinggal mudik untuk dijaga oleh polisi. Masyarakat juga bisa menitipkan kendaraan bermotor di kantor polisi terdekat. ”Pengamanan ini merupakan bentuk kehadiran negara dalam melindungi masyarakat,” ujar Tito. (D01)