Hermawan Tanzil, Setia Merawat Denyut Desain Grafis
Walau teknologi kecerdasan buatan sangat berkembang, Hermawan tidak ingin memanfaatkannya untuk bidang desain grafis.
Malang melintang di dunia desain grafis membuat Ignatius Hermawan Tanzil (63) menyimpulkan desain grafis sama seperti kehidupan. Bahwa semua membutuhkan proses dan sentuhan seni dalam mewujudkan tujuan. Pria lulusan California College of the Arts & Crafts, Amerika Serikat, pada 1984 ini mengantongi sejumlah penghargaan dari dalam dan luar negeri, hingga kini tetap setia merawat denyut kehidupan desain grafis.
”Walau teknologi kecerdasan buatan sangat berkembang, saya tidak ingin memanfaatkannya untuk bidang desain grafis. Di dunia desain grafis masih dibutuhkan sentuhan rasa manusia,” ujar Hermawan, Selasa (19/3/2024), di Dia.Lo.Gue Artspace, ruang seni yang didirikannya pada 2010 di Kemang, Jakarta Selatan.
Beberapa penghargaan di bidang desain grafis yang diraih Hermawan, yaitu Type Director Club Tokyo Award of Typography Excellence for Corporate Identity (2007) di Jepang. Selain itu, Type Director Club New York Award of Typography Excellence for Invitation (2007) di Amerika Serikat.
Masih di tahun yang sama, Hermawan meraih How International Design Award of Merit for Poster di Amerika Serikat. Sebelumnya, di tahun 2006, ia meraih Award for Design Excellence for Packaging dalam Communication Arts Annual Design di Amerika Serikat.
Dari dalam negeri, Hermawan diganjar penghargaan The Best Corporate Identity dan The Best Poster oleh Adi Karya Desain Indonesia pada 2003. Dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), ia meraih penghargaan untuk desain Gedung Komersil Terbaik periode 1999-2002.
Hermawan mengaku memiliki spesialisasi sebagai desainer tipografi atau desain seni cetak pada buku. Mungkin hal ini dipengaruhi masa kecilnya di Bandung, ketika kerap menyaksikan aktivitas sang ayah di percetakan miliknya. Terutama ketika sang ayah mencetak album foto kenangan untuk setiap anaknya. Ada lima anak, Hermawan anak ketiga.
Hermawan memperhatikan ayahnya yang membuat setiap album foto bagi anak-anaknya. Sang ayah memotret sendiri, kemudian mencuci film dan mencetak foto sendiri.
Ketika mempersiapkan sampul album, sang ayah menghiasinya dengan gambar cat air. Ada gambar kembang-kembang serta anak-anak kecil di situ. Ada seni potong kertas atau paper cut juga. Ilustrasi gambar untuk bagian dalam juga tidak kalah menarik. Untuk setiap album bagi lima anaknya, ayahnya juga menuliskan puisi yang sama, dibubuhi tanggal yang berbeda.
”Saya melihat banyak seni dipakai ayah untuk sebuah album foto kenangan bagi anak-anaknya. Saya merasa ayah begitu romantis,” ujar Hermawan.
Saya melihat banyak seni dipakai ayah untuk sebuah album foto kenangan bagi anak-anaknya. Saya merasa ayah begitu romantis.
Ayahnya berasal dari kota kecil di Jawa Timur, yaitu Tulungagung. Kebetulan ayahnya memiliki seorang kakak yang memiliki usaha di bidang percetakan di Malang. Ia sempat bekerja di tempat itu hingga menikahi perempuan yang berasal dari Malang.
Setelah menikah, mereka menetap di Bandung dan memulai bisnis percetakan dari nol. Keluarga mereka menjadikan rumah sekaligus sebagai tempat usaha percetakan. Ini memberikan kesempatan bagi Hermawan dan saudara-saudaranya yang semuanya terlahir di Bandung, melihat langsung pekerjaan yang dijalankan orangtua mereka.
”Dari situlah sejak kecil di bangku SD saya sudah begitu menyukai bidang desain dan seni. Bukan hanya di bidang seni rupa, saya juga suka bidang musik dan fotografi,” ujar Hermawan.
Keberuntungan besar
Hermawan merasakan keberuntungan paling besar dalam hidupnya bahwa sejak kecil sudah tahu mau menjadi apa. Di bangku SMP, Hermawan sudah memutuskan ingin menjadi seorang desainer grafis, antara lain karena sering mengamati ayahnya bekerja.
”Ayah sering menjalin komunikasi dengan tukang gambar. Kalau tidak, ayah sendiri yang akan menggambar untuk usaha percetakannya,” ujar Hermawan.
Ini inspirasi penting bagi Hermawan, yaitu tuntutan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain dan lintas disiplin. Kemudian, menghadapi pekerjaan yang harus bisa dikerjakan sendiri.
Hermawan melihat beragam permintaan konsumen dilayani ayahnya. Misalnya dari perusahaan-perusahaan tekstil di Bandung yang memesan label perusahaan. Tidak jarang, gambar yang dipesan untuk label perusahaan diambil dari sebuah foto.
Baca juga: Sierli Natar, 30 Tahun Pelayanan untuk Pasien Kusta
Ayahnya sendiri yang memotret dan mencetaknya hingga bisa diubah menjadi label perusahaan pemesannya. Dari situ Hermawan mulai mengenal bahwa untuk membuat sebuah desain label perusahaan membutuhkan proses panjang.
”Ketika melihat semua aktivitas ayah dengan proses-prosesnya, minat saya untuk menjadi seorang desainer grafis muncul dengan sendirinya,” ujar Hermawan.
Hermawan menceritakan pengalaman di bangku SMP dalam membentuk kelompok paduan suara. Hermawan memiliki kemampuan memainkan gitar, kemudian memadukan dengan seni gamelan untuk kelompok tersebut. Kebetulan, ibu dari salah satu temannya melatih dan memiliki kelompok seni musik gamelan.
”Setiap ada malam kesenian di sekolah, saya selalu aktif. Kalau ada olahraga, saya juga aktif menjadi fotografer,” kata Hermawan.
Ketika melihat semua aktivitas ayah dengan proses-prosesnya, minat saya untuk menjadi seorang desainer grafis muncul dengan sendirinya.
Hermawan, di masa SMP, sudah tertarik menyaksikan opera atau pameran seni rupa. Yang masih diingatnya, antara lain, pameran lukisan karya Ahmad Sadali (1924–1987) di Bandung. Minat seperti ini termasuk kebiasaan yang jarang dimiliki anak usia SMP waktu itu. Hermawan sejak kecil sudah menunjukkan kemampuan berkomunikasi lintas disiplin dan ketertarikan terhadap seni lintas disiplin pula.
Kuliah di California
Selepas SMA menginjak masa kuliah, Hermawan ingin mengikuti jejak salah satu kakaknya yang diterima untuk kuliah di Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB). Namun, tekad Hermawan kandas. Ia tidak diterima di ITB dan ayahnya mengarahkan Hermawan supaya segera mendaftar kuliah di California College of the Arts & Crafts.
”Saat itu usaha percetakan ayah saya sedikit demi sedikit maju. Saya diminta kuliah di luar negeri supaya ada satu di antara lima anaknya kuliah di luar negeri,” kata Hermawan. Ia memulai kuliahnya di Amerika Serikat pada 1981 hingga 1984.
Setelah menuntaskan pendidikannya, Hermawan tidak lekas kembali ke Tanah Air. Ia bekerja berpindah-pindah di tiga perusahaan desain grafis di Amerika Serikat selama empat tahun. Pertama kali, Hermawan bekerja di perusahaan desain grafis Bohannan & Eberts Design (1985–1986). Kemudian, pindah ke Jacqualine Jones Design (1986–1987), dan terakhir di Paul Curtin Design (1987–1989).
”Setelah bekerja di perusahaan ketiga ini, saya merasa yakin bisa membuka perusahaan sendiri di Tanah Air. Saya kemudian pulang berbekal komputer, scanner hitam putih, dan mesin cetak bikinan Amerika Serikat,” ujar Hermawan.
Hermawan pulang ke Bandung dan membantu pekerjaan ayahnya. Ayahnya sempat menawarkan supaya dia meneruskan usaha percetakan di Bandung, tetapi Hermawan berniat ingin membuka usaha desain grafis sendiri di Jakarta. Pada 1989, Hermawan pindah ke Jakarta dan mengontrak sebuah rumah kecil di Perdatam, Jakarta Selatan. Ia merintis usahanya di bidang desain grafis.
”Di tahun 1990, tepat tanggal 10 bulan 10, saya mulai menarik seorang karyawan untuk magang di tempat usaha saya. Saat itulah saya menetapkan mulainya perusahaan desain grafis yang saya dirikan dengan nama LeBoYe dan masih terus bertahan sampai sekarang,” kata Hermawan.
Baca juga: Ayu Manit, Pengabdian Tak Bertepi pada Seni Tradisi
Usaha di bidang desain grafis saat itu mencakup banyak hal. Dimulai dari desain undangan pernikahan sampai pesanan membuat logo perusahaan. Usaha Hermawan berjalan lancar, hingga suatu ketika mampu mengumpulkan sejumlah modal dan memiliki relasi dengan para pengusaha mapan. Kontrakan di Perdatam dijalani hingga 1996, Hermawan kemudian membeli tanah seluas 1.600 meter persegi di Kemang.
”Selama menjalankan usaha sepanjang enam tahun di Perdatam, kebetulan banyak perusahaan sedang menjalankan go public. Semua konglomerat mengerti pentingnya desain grafis, dari sinilah usaha saya berkembang,” ujar Hermawan.
Perusahaan desain grafis LeBoYe sejak 1996 berpindah ke Kemang di sisi belakang. Rumah bagian depan disewakan. Hermawan menikah pada 1998 dan mereka menetap di rumah tersebut.
Ada peristiwa yang membuat perusahaan desain grafis LeBoYe makin dikenal, yakni ketika 1996 mulai mengenalkan produk dengan label Buatan Indonesia Asli. Label ini disematkan ke berbagai produk, yang paling diminati berupa buku agenda tahunan yang berisi lembaran catatan harian. Salah satu pertimbangannya, di Kemang pada saat itu banyak tinggal orang asing.
Orang asing memiliki banyak agenda yang harus direncanakan jauh-jauh hari dan dicatat di buku agenda. Produk buku agenda dengan label Buatan Indonesia Asli pun meledak. Perusahaan Leboye terus berkembang hingga menjelang 2010, Hermawan merenovasi bangunan tersebut dan mendirikan ruang seni Dia.Lo.Gue. Nama ini dimaksudkan menjadi ruang seni sekaligus dialog di antara orang pertama, kedua, dan ketiga, ruang seni dan dialog bagi semua.
Di situlah Hermawan berusaha menancapkan kesadaran masyarakat akan seni dan desain grafis. Dalam rentang sembilan tahun terakhir, sudah ada sekitar 360 kegiatan pameran beraneka rupa di situ. Ini termasuk pameran yang mengenalkan ragam desain grafis dari luar negeri, seperti dari Prefektur Gifu dan Nara, Jepang, juga dari beberapa negara lain.
Baca juga: Akhmad Riadiy, Merawat Seni Tradisi Lintas Generasi
Selain itu, ada agenda rutin seperti festival ilustrasi, arsitektur, desain grafis, dan lainnya. Ruang seni Dia.Lo.Gue tumbuh berbasis komunitas dan cenderung mengesampingkan aspek komersialisasi karya yang dipamerkan.
Ketika Kompas mewawancarai Hermawan, di ruang seni Dia.Lo.Gue sedang digelar pameran Cerita Kaca–Perjalanan Seni Lukis Kaca Indonesia, 3 Februari–11 April 2024. Terlihat usaha Hermawan dalam menancapkan kesadaran seni dan desain grafis melalui pameran produk seni lukisan kaca yang sudah langka tersebut.
Ignatius Hermawan Tanzil
Lahir: Bandung, 28 April 1961
Pendidikan:
Bachelor of Fine Arts, California College of the Arts & Crafts (CCA), Amerika Serikat
Pekerjaan:
- Bergabung di perusahaan desain grafis Citra Indonesia pada 1990
- Mendirikan perusahaan desain grafis LeBoYe pada 1990 hingga sekarang
- Mendirikan Dia.Lo.Gue Artspace pada 2010 hingga sekarang
Penghargaan:
- Penghargaan untuk Typography Excellence for Corporated Identity, Type Director Club Tokyo, Jepang (2007)
- Penghargaan untuk Typography Excellence for Invitation, Type Director Club New York, Amerika Serikat (2007)
- How International Design Award–Awards of Merit for Poster, Amerika Serikat (2007)