Seni lukis kaca memberi nilai refleksi tersendiri bagi Dian Sastrowardoyo.
Oleh
IGNATIUS NAWA TUNGGAL
·1 menit baca
Lukisan di atas kaca memiliki daya tarik tersendiri bagi model, pemeran, dan produser film Dian Sastrowardoyo. Bukan semata karena keindahannya, Dian lebih tertarik karena lukisan kaca banyak dikembangkan rakyat jelata. Ia mengatakan, ”Ini membuktikan seni milik siapa saja. Di sinilah terjadi demokratisasi seni.”
Dian menyampaikan hal itu saat memberikan sambutan dalam pembukaan PameranCerita Kaca–Perjalanan Seni Lukis Kaca Indonesia, di Dia.Lo.Gue Artspace, Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (3/2/2024).
Dian pun mengoleksi lukisan kaca. Di rumahnya tersimpan 12 buah lukisan kaca. ”Belum dipamerkan di sini. Saya membelinya dengan harga yang masih murah-murah di Pasar Triwindu, Solo,” ujar Dian.
Tidak hanya karakter lukisan kaca yang menyimpan narasi nostalgia. Dian belajar dari pameran tersebut tentang sejarah berkembangnya seni lukis kaca yang awal mulanya terpengaruh budaya dari China. Setibanya di wilayah Nusantara, seni lukis kaca itu berasimilasi dengan budaya lokal. ”Bahkan, asimilasi terjadi juga dengan budaya Islam di Nusantara,” katanya.
Seni lukis kaca memberi nilai refleksi tersendiri bagi Dian. Seni lukis kaca mewakili esensi seni yang sesungguhnya adalah sebuah dialog. Seni tidak bisa menjadi sesuatu yang berjalan satu arah. Seni akan terus bergerak dan akan terus berubah menjadi sesuatu yang lebih baru lagi karena interaksi-interaksi dengan masyarakat.
Ternyata, dari lukisan kaca, Dian menyelami seni sedalam itu.