Bahasa Jawa langgam Jawa Timuran atau Arekan menjadi sumur inspirasi Bayu Skak untuk memproduksi film dan lokadrama.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·6 menit baca
SKAK STUDIOS
Bayu Eko Moektito alias Bayu Skak
Lebih dari 700.000 orang telah menonton Rujak Cingur Lek Har, lokadrama terbaru produksi SKAK Studios melalui akun @skakstudios sejak penayangan perdana di Youtube, Senin (22/1/2024). Jumlah penonton diperkirakan terus tumbuh seperti ambisi Bayu Eko Moektito (31) alias Bayu Skak memproduksi multisemesta lokadrama berbahasa Jawa dengan ragam langgam dan dialek.
Minggu (21/1/2024), di aula hotel Deka, Surabaya, Jawa Timur, Bayu hadir di hadapan lebih dari 300 penggemar yang diundang untuk temu sapa peluncuran Rujak Cingur Lek Har (RCLH). Bayu juga turut menghadirkan sekitar 20 aktor, aktris, sutradara, dan pendukung lokadrama itu. RCLH bisa dibilang sempalan (spin off) atau semesta lain dari lokadrama Lara Ati yang telah berjalan dua musim.
Bagi 50 juta penonton Lara Ati musim 1 di SCTV dan musim 2 di Vidio, tentu sudah akrab dengan semesta RCLH. Di alam ini, penonton terus melihat kegagalan Cak Nano (pelawak M Shuluhil Amin/Cak Ukil) mencicipi rujak cingur, salah satu makanan khas Surabaya, buatan Lek Har (pelawak senior Sakoma P Susilo/Cak Silo).
RCLH bisa dibilang sempalan ( spin off) atau semesta lain dari lokadrama Lara Ati yang telah berjalan dua musim.
Di RCLH, konflik Cak Nano dan Lek Har diperkaya. Bayu mengatakan, Cak Nano dan Lek Har terinspirasi dari permusuhan abadi Plankton dan Mr Krabs di seri kartun SpongeBob SquarePants. Plankton selalu ingin mencuri resep burger Mr Krabs. Di RCLH, Cak Nano selalu ingin mencuri resep rahasia yang dipertahankan mati-matian oleh Lek Har.
”Setelah Lara Ati (musim 2) selesai, banyak penggemar bertanya kapan kelanjutannya (musim 3). Sambil mempersiapkannya kami memproduksi Rujak Cingur Lek Har,” kata Bayu, pemuda kelahiran Malang, kepada Kompas di hari terakhir shooting lokadrama RCLH di Surabaya, Minggu (24/12/2023).
Bayu adalah pemuda multitalenta dan menjadi idola kalangan anak sampai dewasa di dalam negeri dan mancanegara. Ia adalah aktor, sutradara, penulis naskah, komedian, penyanyi, penulis lagu, pembuat konten di Youtube, inisiator dan pendiri rumah produksi SKAK Studios.
Sejak 2009, saat masih di SMK Negeri 4 Malang, Bayu dan empat temannya membentuk Skak (Sekumpulan Arek Kesel). Kelompok guyonan ini membuat video-video sederhana dan diunggah di Youtube serta cepat menjadi populer. Penyuka konten-konten Skak disebut SkakMate, pelesetan dari skakmat atau kemenangan dalam catur.
Saluran itu vakum ketika Bayu lulus dari SMK. Namun, kekosongan hanya setahun karena Bayu melanjutkannya sambil menempuh kuliah di gim animasi Universitas Negeri Malang. Untuk kelanjutan guyonan di salurannya itu, Bayu menghadirkan teman-teman barunya dari SkakMate.
Yang menjadi ciri unggahan Skak ialah penggunaan bahasa Jawa langgam Jawa Timuran atau Arekan. Dialek ini berhias banyak umpatan (misuh) dan kejengkelan, yang notabene salah satu karakter pada penutur Arekan. Salurannya digemari masyarakat Jawa terutama Jawa Timuran termasuk yang diaspora atau merantau di luar negeri.
”Populasi orang Jawa itu banyak dan orang Jawa bangga serta berusaha memelihara budayanya yang secara sederhana senang mendengar lagu atau konten berbahasa Jawa,” kata Bayu. Kesadaran itulah yang dirasakan Bayu bahwa komunitas Jawa merupakan pasar potensial bagi karya-karyanya kemudian.
Populasi orang Jawa itu banyak dan orang Jawa bangga serta berusaha memelihara budayanya yang secara sederhana senang mendengar lagu atau konten berbahasa Jawa.
Bayu semakin dikenal setelah membuat saluran sendiri Bayu Skak Daily Life. Selanjutnya, bermusik lewat Bayu Skak WTB (With The Band) yang menjalani konser-konser. Selain itu, sebagai aktor di sejumlah film.
”Saya kemudian merasa bahwa berkarya dengan produksi konten visual menjadi jalan untuk berkembang sehingga menyentuh produksi film (Yo Wis Ben 1, 2, 3, The Finale, dan The Series) meski menggandeng rumah produksi besar terlebih dahulu,” ujar Bayu.
Dari film bernuansa bahasa Jawa Timuran itu, Bayu mulai berkembang sebagai co-sutradara dan produser. Bayu juga kian mengaryakan teman-temannya di SkakMate sebagai kru di mana serangkaian produksi film Yo Wis Ben dianggap sebagai laboratorium produksi kreatif.
Di Yo Wis Ben itulah nama Bayu melambung. Sejumlah penghargaan atau setidaknya nominasi penghargaan diraihnya dari trilogi film yang berlanjut dengan Yo Wis Ben The Finale dan Yo Wis Ben The Series.
Setelah Yo Wis Ben, Bayu memegang kendali pada produksi film lokadrama Lara Ati dengan SKAK Studios dan sejumlah rumah produksi ternama. Di sinilah Bayu mengakui, perkembangan produksi konten kreatifnya berjalan secara bertahap. Di Yo Wis Ben, pembuatan film dengan rumah produksi besar. Namun, mulai Lara Ati, SKAK Studios sudah terlibat. “Ya seperti dari bayi merangkak, jalan dipapah orang, kemudian bisa jalan sendiri,” ujarnya.
Barulah di RCLH, Bayu memaksimalkan SKAK Studios untuk produksi 10 episode. Di sini, Bayu memercayakan penyutradaraan kepada dua temannya yang nyantrik atau belajar dan magang sejak produksi Yo Wis Ben dan Lara Ati. ”Ketika membuat Yo Wis Ben, saya mengajak tokoh-tokoh lokal. Di Lara Ati, kontribusi aktor aktris lokal bertambah. Di Rujak Cingur Lek Har, saya memaksimalkan hasil casting sendiri dan teman-teman sebagai sutradara untuk produksi,” ujarnya.
Bayu mengatakan, Yo Wis Ben, Lara Ati, dan RCLH adalah semesta. Ia membangun cerita bukan dari narasi terlebih dahulu, melainkan sosok atau karakter dengan perlindungan kekayaan intelektual (IP). Dengan karakter itulah, Yo Wis Ben dikembangkan ke The Series, sedangkan Lara Ati diperkaya melalui RCLH.
Yo Wis Ben adalah semesta kisah kelompok musik Bayu dan teman-teman dengan menonjolkan tanah kelahirannya di Malang. Proyek ini dipandang sukses menarik penonton di bioskop dan televisi.
Di proyek selanjutnya yakni Lara Ati dan RCLH, lokasi alam dipindahkan ke Surabaya, ibu kota Jatim. Bayu menyetarakan Surabaya dengan Jakarta sebagai titik pertemuan ragam budaya. Jakarta adalah segalanya, termasuk dalam produksi konten visual. Namun, Bayu coba menawarkan lokasi lain yang juga oke yakni Surabaya dengan nuansa Arekan.
Lara Ati dan RCLH berada dalam semesta besar bernama Kampung Peneleh Bersemi. Cerita dua lokadrama itu berbasis di tanah kelahiran Soekarno dan indekos para pendiri bangsa di kediaman HOS Tjokroaminoto. Menurut Bayu, posisi Peneleh menentukan perjalanan dan kelahiran Indonesia. ”Untuk menggambarkan Jawa Timuran yang Surabaya, tiada lebih tepat selain Peneleh dan rujak cingur,” kata anak sulung dari dua bersaudara itu.
Bayu berencana mengembangkan RCLH menjadi semesta-semesta lain. Misalnya, mendetailkan kisah keluarga Mamat Ndingkluk (pelawak Novi Dwi), pelayan Lek Har, yang memiliki dua adik. Atau misalnya, mengupas kisah keluarga Bu Darmawan (Metty Pudji) yang julid dengan keluarga Joko Harjono (Bayu Skak).
Bisa juga mengembangkan salah satu karakter Lara Ati, yakni Cokro (Benedictus Siregar). Di dalam cerita, Cokro disebut berasal dari Yogyakarta. Menjadi tantangan tersendiri jika Bayu merambah dan menggarap Jogja.
”Atau menjadikan podcast dulu saya yang tentang keseraman menjadi Medeni Pol,” ujar Bayu. Intinya, Bayu masih ingin bermain dan berkembang dengan produksi visual bernuansa Jawa.
