Ahmad Junaidy, Mental Baja Pengolah Limbah Kayu Besi
Ahmad Junaidy memproduksi kerajinan dari limbah kayu ulin yang tembus hingga pasar Jepang.
Ahmad Junaidy (43) berkreasi dengan limbah kayu ulin atau kayu besi (Eusideroxylon zwageri). Limbah kayu ulin diolahnya menjadi talenan, spatula, sumpit, sendok, pisau kue, dan aneka produk lain yang berkualitas. Produk kriya kayu ulin tersebut menembus pasar sejumlah daerah di Indonesia, terutama Pulau Jawa hingga pasar Jepang.
Berbagai macam produk kriya kayu ulin baru saja selesai dibuat di rumah produksi Osan Indonesia di Gambut, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Sabtu (13/1/2024). Produk-produk itu ditumpuk di sebuah meja. Di sampingnya, seorang tukang tampak sibuk membuat produk kerajinan kayu yang lain.
”Ini semua terbuat dari kayu ulin. Bisa dikatakan dibuat dari limbah kayu ulin karena menggunakan potongan-potongan kayu ulin yang panjangnya kurang dari 1 meter,” kata Ahmad Junaidy alias Odi, pemilik usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Osan Indonesia.
Baca juga: Mohamad Hanif Wicaksono, Konservasi Buah Asli Kalimantan
Odi mulai mengolah limbah kayu ulin menjadi barang kerajinan pada 2017. Pada waktu itu, di depan rumah produksinya ada usaha mebel yang memproduksi kusen pintu ataupun jendela dari bahan kayu ulin. Limbah produksi kusen berupa potongan-potongan kayu ulin sepanjang 30-35 sentimeter (cm) kerap dibuang begitu saja meskipun kayunya masih bagus.
”Melihat potongan kayu ulin yang dibuang, saya langsung berpikir untuk membuat barang kerajinan dari limbah kayu ulin. Kebetulan saya dan istri sama-sama berlatar belakang desain grafis. Sejak 2015, saya juga mulai mengikuti tren DIY atau do it yourself (swakriya),” ujarnya.
Odi kemudian mencari inspirasi di aplikasi Pinterest. Dari aplikasi tersebut, ia menemukan contoh talenan dari luar negeri. Bentuk talenan itu bagus, tampak nyaman dipegang, dan sangat ergonomis. ”Dari situ, saya langsung berpikiran untuk bikin talenan dari limbah kayu ulin. Talenannya dibuat sebagus mungkin dan berbeda dari talenan biasa,” katanya.
Dari sepotong kayu ulin, Odi pun mencoba membuat sebuah talenan berukuran lebih kurang 33 cm x 14 cm dengan tebal 1,5 cm. Talenan itu memiliki gagang sehingga nyaman dipegang dan mudah diangkat mendekati wajan atau panci yang sedang dipanaskan di atas kompor.
Begitu satu talenan selesai dibuat, Odi mengunggah fotonya di Facebook. Teman-temannya di media sosial memberi tanggapan positif terhadap talenan kayu ulin tersebut. Hampir semua bilang, talenan yang kini dinamakan Susan Series itu bagus. Mereka pun berminat membelinya.
Waktu itu, karena Odi dan istri belum tahu harga pasaran, talenan Susan Series ditawarkan dengan harga Rp 35.000 per buah. Beberapa teman mereka langsung protes karena harganya terlalu murah.
Baca juga: Rusman Effendi Mendigitalkan Layanan Desa
Talenan dari kayu ulin dengan model yang tidak biasa itu pantas dihargai lebih tinggi. Akhirnya, harga jual secara bertahap dinaikkan hingga sekarang menjadi Rp 85.000 per buah.
Ada harga, ada rupa berlaku bagi produk kerajinan kayu ulin ini. Semua produk memiliki permukaan mulus dan bentuk yang ergonomis, serta dilapisi dengan minyak mineral (mineral oil) yang aman digunakan sebagai peralatan masak. Setiap produk diberi label Osan dan historinya sehingga ada kesan sebagai produk premium.
”Osan adalah akronim dari nama saya dan istri, yaitu dari Odi dan Susan. Dulu, labelnya Osan Design House, kini menjadi Osan Indonesia,” kata suami Meiliana Susanti Noor ini.
Dari garasi
Menurut Odi, usaha pembuatan talenan kayu ulin pada 2017 berawal dari garasi rumahnya di Banjarmasin. Pekerjanya pada waktu itu cuma dirinya sendiri. Ia pun hanya bisa mengerjakan orderan pada akhir pekan, Sabtu dan Minggu. Sebab, Odi adalah seorang aparatur sipil negara di Pemerintah Kabupaten Banjar.
”Setelah promosi di media sosial dan ikut pameran UMKM di Banjarbaru pada Oktober 2017, orderan terus masuk dan bertambah. Dalam sehari saya pernah bikin 30 talenan,” ucapnya.
Seiring meningkatnya permintaan talenan, Odi mulai kewalahan. Garasi rumah pun dirasakan sudah tidak memadai untuk tempat produksi. Akhirnya, pada 2019, ia mulai membangun gudang atau tempat produksi di Gambut, tepatnya di Jalan Ahmad Yani Kilometer 11,8.
Kami ingin memajukan produk kerajinan Kalsel sekaligus membantu UMKM lain untuk maju dan berkembang.
Setelah tempat produksinya jadi, Odi merekrut tenaga kerja. Dua pekerja tetap dan satu pekerja lepas (freelance). ”Waktu itu saya tidak mencari orang yang sudah pandai atau terampil membuat barang kerajinan, tetapi mencari orang yang rajin dan mau belajar. Mereka kemudian saya latih sampai bisa membuat produk sesuai standar Osan,” katanya.
Sejak 2019, produksi talenan kayu ulin bisa dilakukan setiap hari. Model talenannya pun semakin beragam. Saat ini, setidaknya terdapat 22 model talenan kayu ulin yang diproduksi Osan Indonesia.
Selain itu, Osan juga memproduksi spatula, sendok, sumpit, pisau kue, dan pisau mentega. ”Hampir 75 persen model atau seri talenan Osan adalah permintaan dari pelanggan,” ujarnya.
Di antara sekian jenis barang kerajinan kayu ulin yang diproduksi, menurut Odi, produk yang paling banyak dipesan adalah talenan, spatula, dan sumpit. Model dan harga produk Osan Indonesia bisa dicek di toko daring, Tokopedia dan Shopee.
”Kami bisa memproduksi 500 buah talenan dalam sebulan. Kalau untuk spatula dan sumpit bisa sampai 1.000 buah per bulan,” kata bapak tiga anak ini.
Odi menyebutkan, pemasaran produk Osan dilakukan lewat tiga cara, yaitu penjualan langsung di tokonya di Banjarmasin, lewat pameran di berbagai daerah, dan toko daring. ”Omzet masih naik turun. Kalau diambil rata-rata mulai Rp 15 juta sampai Rp 20 juta per bulan. Dari omzet tersebut, keuntungannya sekitar 30-40 persen,” ucapnya.
Pasar Jepang
Sampai sekarang, menurut Odi, peminat produk kerajinan kayu ulin masih tinggi. Produk kerajinan kayu ulin Osan memiliki nilai historis yang tinggi karena berasal dari kayu ulin yang berumur ratusan tahun. Kayu ulin terkenal kuat, tahan air, dan tahan rayap. Daya tahannya bisa lebih dari 50 tahun.
”Orang yang tahu kayu ulin tidak meragukan lagi kualitas kayu besi dari Pulau Kalimantan ini. Karena itu, peminat terbesar produk Osan adalah pasar luar Kalsel, terutama dari Pulau Jawa,” katanya.
Sejak 2021, Osan Indonesia digandeng oleh Bank Indonesia sebagai UMKM mitra dan binaan Kantor Perwakilan BI Kalsel. Sejak saat itu, Osan mendapat dukungan dan binaan dari BI sehingga bisa memasarkan produknya ke luar negeri.
”Tahun 2023, produk Osan mulai dijual ke Jepang dalam jumlah terbatas. Sepanjang tahun itu, tiga kali kami mengirim produk ke Jepang,” ujarnya.
Setelah tujuh tahun membangun usaha kerajinan kayu ulin, Odi bercita-cita membangun toko oleh-oleh di depan gudangnya saat ini. Toko itu nantinya juga akan diisi berbagai produk UMKM lainnya.
”Kami ingin memajukan produk kerajinan Kalsel sekaligus membantu UMKM lain untuk maju dan berkembang,” katanya.
Baca juga: Zulrifan Noor, Menyelamatkan UMKM dari Pemburu Rente
Ahmad Junaidy
Lahir: Banjarmasin, 14 Agustus 1980
Pendidikan:
- D-2 Teknik Pertambangan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru (2002)
- S-1 Desain Komunikasi Visual Universitas Pasundan, Bandung (2007)
Prestasi
- Empat Terbaik Nasional Kriya Jejaring Kabupaten/Kota (KaTa) Kreatif (2020)
- Produk Kriya Terbaik versi Uniqlo Banjarmasin (2022)
- 20 Finalis Terbaik Apresiasi Kreasi Indonesia (2023)
- UMKM Syariah Binaan Terinovatif Provinsi Kalimantan Selatan (2023)