Nizar Azhari, Pejuang Budaya dari Pringgasela Selatan
Nizar Azhari membawa Pringgasela Selatan di Lombok Timur, NTB, menjadi salah satu desa budaya terbaik di Tanah Air.
Desa Pringgasela Selatan, Kecamatan Pringgasela, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, memiliki potensi budaya yang kuat. Namun, potensi itu sempat mati suri sampai akhirnya bisa terangkat kembali. Lompatan besar desa di selatan Gunung Rinjani itu tidak lepas dari sosok Nizar Azhari (39).
Jalan Raya Pringgasela, Rabu (20/12/2023) pagi, dipadati warga yang mengikuti Parade Nyiru Jaja Bejangkongan. Nyiru Jaja Bejangkongan adalah tradisi kuliner masyarakat Pringgasela Selatan tempo dulu. Nyiru berarti tampah, jaja artinya jajan pasar dan bejangkongan berarti bergandengan.
Baik perempuan maupun pria terlihat mengenakan pakai tradisional Sasak atau suku asli Lombok. Nizar juga tak mau ketinggalan. Pagi itu, sarjana arsitektur Universitas Islam Indonesia itu terlihat mengenakan dodot atau setelan pakaian tradisional pria Sasak. Sebuah sapuk di kepala, jas hitam, serta ikat pinggang dengan keris terselip dan bawahan dari kain tenun.
Dalam balutan setelan itu, ia bergerak dari satu titik ke titik lainnya, memastikan Parade Nyiru Jaja Bejangkongan yang merupakan puncak Festival Dongdala di Pringgasela Selatan 19-21 Desember 2023 itu berjalan lancar.
Nizar yang menjadi ketua Festival Dongdala akhirnya bisa bernapas lega. Sekitar pukul 10.00, seluruh peserta tiba di Show Room Tenun Pringgasela yang menjadi titik akhir parade. Lalu bersama-sama menikmati kuliner yang mereka bawa.
”Festival ini diselenggarakan untuk menyatukan berbagai trah di Pringgasela Selatan, juga keluarga besar lainnya yang berada di luar desa. Ada tiga trah dengan ciri khas berbeda dan luar biasa di Pringgasela Selatan. Mulai saat ini dan ke depan, semoga kekompakan ini bisa terus dipertahankan,” kata Nizar saat memberi sambutan.
Tiga tahun terakhir, Nizar bertanggung jawab sebagai ketua Festival Dongdala yang berarti pelangi. Festival itu adalah manifestasi dari upayanya bersama teman-teman menggali kembali berbagai potensi budaya desa yang berada sekitar 50 kilometer timur Mataram, Ibu Kota NTB.
Daya desa
Sejak 2021, Nizar menjadi Daya Desa di Pringgasela Selatan. Daya desa adalah tokoh penggerak Pemajuan Kebudayaan Desa, program Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Awalnya, bukan Nizar yang ditunjuk sebagai daya desa Pringgasela Selatan, melainkan warga lain dari komunitas batik setempat. Hanya saja, warga yang ditunjuk itu adalah aparatur sipil negara (ASN). Ketentuannya, ASN tidak boleh menjadi daya desa.
Setahun sebelumnya atau di 2020, Nizar dipercaya komunitas batik mendesain area untuk berbagai kegiatan terkait batik. Seperti tempat batik, berkumpul, panggung, hingga pertunjukan busana.
Nizar berhasil ”menyulap” area sawah yang kosong menjadi pusat kegiatan batik Pringgasela Selatan. Bangunan-bangunan yang ada dibangun Nizar dari bambu. Bahkan digunakan untuk Festival Dongdala pertama di 2021. Hal itu menjadi pertimbangan komunitas batik mempercayakan tugas daya desa kepadanya.
Baca juga: Ketika Pringgasela Selatan Bangkit dari Tidur
Setelah ditunjuk, Nizar mengaku dilanda kebingungan harus mulai dari mana. Apalagi ia menyebut diri orang baru di Pringgasela Selatan. Sejak kecil, ia berada di Mataram. Kuliah juga di luar NTB. Ia pulang ke desanya juga karena sakit.
”Akhirnya dari ketidaktahuan itu, saya diundang untuk lokakarya. Baru saya tahu bahwa daya desa itu fungsinya ini, ini, dan segala macam,” kata Nizar.
Selain itu, sebagai orang baru di desa, ia mengaku punya keterbatasan pengetahuan tentang potensi budaya Pringgasela Selatan yang merupakan pecahan Desa Pringgasela sejak 12 tahun lalu. Meski demikian, ia memutuskan terus maju.
Pernah lumpuh
Sebagai seorang arsitek yang bisa dengan mudah mendapat uang dari proyek desainnya, Nizar bisa saja menolak menjadi seorang daya desa. ”Saya tidak kekurangan uang karena proyek banyak,” kata Nizar.
Namun, keinginan kuat agar bisa berguna, mendorongnya menerima panggilan itu. Terutama pascasembuh dari lumpuh yang ia derita beberapa tahun sebelum menjadi daya desa.
Saat itu, Nizar tidak bisa beraktivitas. Pergerakannya harus dibantu tongkat dan kursi roda. Ia bahkan sempat pasrah dan tidak pernah berpikir kembali sehat. Bahkan sampai pada titik terendah, yakni ingin mati, karena tidak mau menjadi beban keluarga.
Baca juga: Puncak Apresiasi Desa Budaya 2023
”Ketika sakit, saya berpikir, hidup (saya) selama ini, kok,, kesannya tidak ada arti. Tidak ada hal luar biasa yang saya lakukan selama hidup,” kata Nizar.
Kelahiran putra pertama mendorong Nizar untuk bangkit dari keterpurukan. Didukung niat yang besar dan keluarga, pelan-pelan, ia bisa pulih. ”Saat mulai beraktivitas lagi, mulai berpikir setidaknya saya berbuat untuk orang,” kata Nizar.
Sejak saat itu, Nizar mulai mengabdi untuk desa. Misalnya membantu desain salah satu penginapan yang kini membuka lapangan pekerjaan untuk warga setempat. Juga membantu perencanaan di komunitas yang ada. Baik bangunan, sumber daya manusia, maupun kawasan secara menyeluruh.
Di awal menjadi daya desa, Nizar bertugas mendata kembali potensi-potensi budaya di Pringgasela Selatan. Bersama tim yang disebut daya warga, Nizar melakukan temu kenali. Itu pun tidak mudah karena terbatasnya pencatatan dan juga ingatan para sesepuh.
Walakin, upaya Nizar membuahkan hasil. Potensi di desa pelan-pelan ditemukan. Nizar mencontohkan, Dusun Gubuk Lauk, punya potensi tenun yang tidak bisa terpisahkan dari sejarah desa tersebut. Tenun, kata Nizar, adalah salah satu potensi yang tetap hidup, tetapi banyak yang perlu digali.
Baca juga: Sambut Perayaan Dongdala, Pringgasela Selatan Berhias
Dalam temu kenali tenun, tidak hanya mencatat motif yang ada, Nizar juga harus menggali filosofi di balik motif itu berikut sejarahnya, juga kaitannya dengan sejarah desa. Saat ini, berbagai motif tenun yang dimiliki Pringgasela Selatan sudah terdokumentasi dengan pesan kehidupan yang bisa jadi pelajaran.
Ada juga Klenang Nunggal di Dusun Pancor Kopong. Klenang adalah alat musik pukul mirip saron di Jawa, tetapi hanya memiliki satu bilah. Sebelum ditemukan, alat musik ini disimpan warga dalam karung di gudang selama lebih dari 25 tahun.
Lalu bersama pemain yang masih hidup, Nizar memperbaiki alat musik ini. Termasuk gending-gendingnya. Nizar kemudian menampilkannya pertama kali pada Festival Dongdala 2021. ”Respons masyarakat luar biasa karena masih punya klenang nunggal dan bisa aktif lagi,” kata Nizar.
Selain itu, Pringgasela Selatan juga punya potensi batik dengan motif kearifan lokal setempat, potensi wisata alam berupa goa-goa dan mata air, timba-timba bersejarah, hingga potensi wisata agro dengan lahan pertanian dan perkebunan yang luas.
Membuat festival
Setelah menemukan berbagai potensi itu, langkah selanjutnya adalah menunjukkannya kepada masyarakat. Maka lahirlah Festival Dongdala pertama pada 2021. Pada festival itu, batik Pringgasela Selatan yang diangkat.
”Walaupun batik yang pertama kali disorot, tapi kita juga tidak bisa menutup mata dengan banyaknya potensi budaya yang ada di Pringgasela Selatan. Sehingga harus kita tunjukkan, untuk mengingatkan masyarakat. Kalau itu jati diri kita yang telah lama hilang,” kata Nizar.
Menurut Nizar, tidak serta-merta dukungan diperoleh dari semua masyarakat. Masih ada resistensi. Namun, Nizar dan rekan-rekan jalan terus dengan keyakinan bahwa mereka melakukan hal baik.
”Ya, artinya ketika ada hal yang baik yang kita lakukan dan tanpa kepentingan pribadi atau hal-hal yang bersifat pribadi, ya, kenapa enggak kita jalan aja terus. Bukan kita egois. Enggak. Tapi ini hal yang bagus. Juga tidak main-main. Ini akan menyejahterakan masyarakat dan juga akan membangun desa. Apa salahnya kalau itu kita lakukan?” kata Nizar mengenang perdebatannya dengan warga lain di forum-forum desa.
Resistensi itu lama-lama memudar seiring keberhasilan Nizar dan kawan-kawan. Terutama berbagai penghargaan yang diterima Pringgasela Selatan seperti Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan juara Anugerah Desa Budaya 2022 dari Kemendikbudristek.
”Akhirnya sekarang, antusiasmenya luar biasa. Masyarakat mulai sadar bahwa kita ini ternyata orang-orang kuat, orang-orang pemberani, pejuang-pejuang. Mulai dari zaman dahulu sampai sekarang kita ini memang pejuang. Nah, dari situlah mulai naik kepercayaan diri dan rasa semangat,” kata Nizar.
Kesadaran itu mendorong masyarakat untuk selalu ambil bagian dalam kegiatan di Pringgasela Selatan. Tanpa melihat dari trah mana mereka berasal, baik itu Tanak Gadang, Masbagik, atau Sumbawa.
Masyarakat mulai sadar bahwa kita ini ternyata orang-orang kuat, orang-orang pemberani, pejuang-pejuang. Mulai dari zaman dahulu sampai sekarang kita ini memang pejuang.
Anak-anak muda pun demikian. Menurut Nizar, mereka yang dulu tidak pernah mau berkumpul satu sama lain bahkan sering konflik, kini mau bekerja sama. Apalagi Nizar melibatkan anak-anak muda di sana untuk bertanggung jawab atas rangkaian Festival Dongdala 2023.
”Atraksi anak, misalnya, itu rata-rata anak SMP dan SMA semua. Mereka kami lepas untuk mengonsep, mencari peserta, atau membuat segala macamnya. Kalau bingung, baru bertanya. Ini pertama kali kami lakukan di desa,” kata Nizar.
Menurut Nizar, hal itu harus dilakukan karena merekalah yang akan melanjutkan estafet pengembangan kebudayaan di desa. ”Harapannya, di Dongdala-Dongdala ke depan, mereka menjadi penerus-penerus yang semakin maju untuk mengonsep acara. Mungkin sekarang masih di tingkat desa, tapi tiga-empat tahun lagi sudah tingkat provinsi dan nasional,” kata Nizar.
Nizar, yang kini menerima desain lewat usaha bernama Nusa Indah Rizki Arsitektur, mengatakan, tidak mau cepat puas dengan berbagai pencapaian Pringgasela Selatan sejauh ini. Menurut dia, upaya mereka di Pringgasela Selatan belum setengah jalan.
”Sudah menggali potensi, sudah bisa meraih penghargaan. Tetapi kalau dipersentase, baru menjalani 20 persen. Karena kami baru merangkul masyarakat. Baru mengumpulkan saja. Nah, sekarang di tahun ketiga 2024 ini, kami akan mulai berjalan,” kata Nizar.
Nizar mengatakan, masih banyak tugas ke depan yang harus dilakukan. Terutama agar budaya yang mereka miliki bisa menunjang kesejahteraan masyarakat Pringgasela Selatan.
Menurut Nizar, ia tengah memulai pembangunan galeri tenun di Gubuk Lauq. Selain itu, akan ada arena terbuka untuk sanggar seni skala besar di Pancor Kopong beserta penginapan. Juga desain untuk potensi lain di Pringgasela Selatan.
Ia juga mulai mengajarkan anak-anak muda di desanya berbagai hal agar regenerasi di desanya terus berlangsung.
”Apakah budaya ini bisa menunjang kelangsungan pembangunan di desa. Bahkan kesejahteraan masyarakat desa. Itu yang sudah kami lakukan di tahun ketiga ini, sekaligus pekerjaan rumah untuk tahun-tahun ke depan juga sama. Jadi, setiap tahun ke depan, ada target pemajuan pembangunan desa dan kesejahteraan masyarakat melalui budaya di desa,” kata Nizar.
Nizar Azhari
Lahir : Pringgasela, 15 Oktober 1984
Pendidikan Terakhir: S-1 Arsitektur UII (lulus 2007)
Prestasi :
Daya Desa dari Desa Pringgasela Selatan yang meraih penghargaan Desa Budaya 2022 dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi