Daud Nugraha Berkibar dengan Wayang Imut Aniwayang
Daud Nugraha, pendiri Aniwayang, menyuguhkan wayang kawaii alias imut untuk anak-anak. Kisahnya diangkat dari cerita rakyat lokal.
Daud Nugraha dengan wayang Buto Ijo yang menjadi salah satu karakter di film 'Ijo dan Emas' usai pemutaran di Jogja-Netpac Asian Film Festival, Minggu (26/11/2023).
Kecintaan Daud Budi Surya Nugraha pada wayang bertaut dengan kegemarannya terhadap anime. Dari situ lahirlah Aniwayang, sebuah teknik teknik yang terinspirasi dari wayang kulit dan animasi. Ia kemudian membalutnya dengan cerita lokal yang ramah anak.
Suara kereta api beradu dengan rel yang sesekali menderu menjadi latar belakang obrolan di Sabtu (25/11/2023) siang itu. Daud dan rekannya baru saja tiba dari Jakarta. Ia tengah menunggu sang istri yang datang dari Bandung untuk bersama-sama menghadiri pembukaan Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF) yang digelar malam harinya.
Kreasi Daud lewat Aniwayang bertajuk Ijo dan Emas turut ditampilkan pada Layar Anak Indonesiana di JAFF ke-18. Syahdan, hidup seorang Buto Ijo yang kesepian di sebuah hutan. Dengan pusaka ajaibnya, Buto Ijo membantu Mbok Srini yang menginginkan anak. Muncul Timun Mas, anak perempuan kecil yang hidup bersama Mbok Srini. Alih-alih takut, Timun Mas justru senang bermain dan bernyanyi dengan Buto Ijo.
Alur cerita itu sedikit diplintir dari cerita rakyat aslinya, tapi membawa pesan kuat bagi orang-orang yang menonton. ”Apa ya don’t judge the book by its cover kurang lebih gitu kali ya. Buto kan selalu dianggap seram dan disalahpahami,” ucap Daud menjelaskan tentang karya yang akan dipamerkannya pada perhelatan JAFF di hari kedua.
Sebelum Ijo dan Emas, Daud sudah dikenal dengan cerita Desa Timun yang pertama kali bertemu dengan khalayak anak secara luas pada acara Gulali Fest 2021 yang dilakukan secara daring. Tiga tokoh, yakni Cila, Cilo, dan Cili, berupa wayang dengan wujud tiga anak kancil lucu. Ada yang berkepang panjang, ada yang berambut bob ikal, dan ada yang tanpa rambut, tapi semua berpipi tembem yang menggemaskan.
Baca Juga: Veda Ega Pratama, dari trek parkiran pasar sapi ke trek balapan Eropa
Seusai Gulali Fest, Cila, Cilo, dan Cili pun berkelana memperkenalkan Desa Timun menyapa makin banyak penonton di dalam negeri dan luar negeri antara lain lewat Festival Dongeng Internasional Indonesia 2021, Craft Animfest 2021, Los Angeles International Children’s Film Festival 2021, Kineko International Film Festival 2022 di Jepang, hingga San Diego Comic-Con 2023. Melalui Desa Timun, Daud dan Aniwayang juga masuk nominasi Festival Film Indonesia 2022 untuk kategori film animasi pendek.
Film pendek berdurasi empat menit ini ternyata menarik perhatian Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Kisah Desa Timun dengan tiga kakak beradik yang imut ini dilanjutkan menjadi 13 episode. Tiap episode berdurasi tujuh menit yang ditayangkan di Indonesiana TV ini, bercerita tentang hal-hal lokal sederhana di Indonesia, seperti layangan, petak umpet, hingga enggrang.
Indonesiana TV sendiri merupakan kanal multiplatform yang memublikasikan pengetahuan dan informasi publik seputar kebudayaan yang hidup di Indonesia. Kanal ini dikelola Balai Media Kebudayaan (BMK) yang merupakan unit pelaksana teknis di bawah Direktorat Perfilman, Musik dan Media, Kemendikbudristek.
Produksi Desa Timun awalnya hanya dikerjakan berempat, yakni dirinya, istrinya, Rica Virria, dan dua anak-anaknya yang masih kecil. ”Anak-anak suka karena kan sambil main wayang-wayangan itu mereka, walau ntar jadi main bikin cerita sendiri mereka. Ha-ha-ha. Saat harus garap satu season dengan banyak episode, ya, memang harus ada tim,” jelas Daud.
Hobi seni
Perkenalan Daud dengan wayang dimulai sejak kecil. Bahkan, pada suatu waktu, ia meminta dibelikan batang pisang untuk menancapkan wayang-wayang bikinannya. ”Karena enggak dibeliin, aku main di pinggir kasur. Bayangannya (wayang) itu yang menarik buatku saat kecil,” ujar Daud.
Ia juga punya kebiasaan mencorat-coret dinding, lantai, hingga taplak meja di rumah. Ketika dinding rumah dicat putih kembali, Daud kecil akan melompat kegirangan karena artinya ia memperoleh ”kanvas kosong” untuk dicoret sesuai imajinasinya.
Seiring berjalannya waktu, Daud mulai akrab dengan anime dan komik jepang yang tokohnya digambar secara memukau. Daud yang selalu dibebaskan oleh orangtuanya berkreasi seni terus mencari bentuk sampai mendalami ilmunya di Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Desain Komunikasi Visual, Institut Teknologi Bandung.
Di sini, Daud yang bercita-cita sebagai komikus dan animator memiliki gaya gambar khas komik Jepang karena pengaruh yang besar dari komik dan anime yang dikonsumsinya dari dulu. Suatu hari, ia diingatkan untuk memberikan sentuhan dan konten budaya lokal yang kelak bisa memberikan kekhasan sekaligus menegaskan ini adalah karya anak Indonesia.
Ingatannya kembali pada hobi membacanya yang mengantarkannya pada berbagai cerita rakyat. Pada 2007, setahun setelah merampungkan kuliah, Daud memberanikan diri mengikuti sebuah kompetisi membuat halaman sampul di Majalah Konsep. Tak disangka, gambar kartun Timun Mas dengan Buto Ijo bertatahkan motif batik berhak menjadi juara.
Ia yang saat itu bersama teman-temannya bekerja di studio komik, Upgraders Studio, malah mendapat tawaran dari pemilik Majalah Konsep, Djoko Hartanto untuk membuat ilustrasi buku anak. Dengan senang hati, Daud menyambutnya dan terbitlah serial anak Lobu: Lovely Buddy. Pada 2010, ia juga mengembangkan aplikasi iPad untuk anak-anak.
”Setelah jadi ilustrator buku anak itu, aku jadi senang dunia anak. Bahkan, titik balikku ada di 2014. Saat itu, aku sempat jadi guru TK,” ujarnya.
Baca Juga: Eka Dalanta Rehulina, membumikan buku sastra
Mimpi dan Anak-anak
Rumah Belajar Semi Palar, Bandung, Jawa Barat, kemudian menjadi tempatnya berkembang dan kian dekat dengan dunia anak. Terlebih anak Daud juga ikut belajar di sekolah yang ketika itu sudah memakai metode pembelajaran mirip dengan konsep Kurikulum Merdeka Belajar. Tiap semester materi-materi dirangkai dalam tema besar yang dibawakan dengan dongeng dan karakter-karakter yang menarik. Salah satu contohnya, Daud menyebut ada tema Petualangan di Dunia Rempah di salah satu semester yang disambut antusias oleh anak-anak.
Tanpa disadarinya, Daud belajar hal baru, yaitu pentingnya sebuah kisah (storytelling) dalam sebuah kreasi seni. Ide Desa Timun pun timbul. Tokoh Cila dan Cili juga ternyata diambil dari dua murid Daud. Pilihan kancil terinspirasi oleh lagu ”Si Kancil”. Namun, di sini, Daud mengambil sudut pandang berbeda tentang kancil.
Pengejawantahan dalam wayang imut yang kini dikenal lagi-lagi ditularkan lewat hal-hal yang berkaitan dengan anak, yakni buku anak Busy Town milik Richard Scarry dan kartun Peppa Pig favorit anak-anaknya. ”Apalagi Peppa ya menarik banget. Di tengah serba 3D gitu, ada kartun 2D yang animasinya sederhana, tapi ceritanya lucu dan anak-anak suka,” ujar Daud.
Ide yang berhamburan itu disusun dan diendapkannya sembari ia berangkat ke Malaysia pada 2015. Pengalaman menjadi Head of Story di Kartun Studios, Malaysia membuka cakrawalanya pada dunia animasi. Dua tahun kemudian, ia pindah ke Shanghai dan memperoleh proyek menggarap serial anak berjudul Amy & Guru yang gaya animasinya mirip Peppa Pig hingga lebih 100 episode sebagai supervisor storyboard. ”Dari sini aku dapat banyak ilmu lagi tentang storytelling,” tutur Daud.
Di tengah pandemi, gagasan Desa Timun berbekal ilmu yang diserapnya mulai dikembangkan. Meski tercetus untuk membuat animasi 3D setelah melihat Raya and The Last Dragon yang mengangkat Asia, Daud mengurungkannya.
”Aku percaya kekuatan kita itu ya back to our roots. Kenapa enggak aku buat wayang aja, wayang yang lucu dikombinasikan animasi dua dimensi, ada storytelling yang kuat. Bayangan itu kan magical banget untuk anak-anak. Unsur magic-nya ditambah lagi dengan animasi sehingga bayangan wayang bisa berkedip, jadi hidup,” ungkap Daud yang sering dikerubungi anak-anak yang penasaran cara pembuatan wayangnya tiap seusai pemutaran.
Nama Aniwayang disematkan untuk mewadahi perkembangan karyanya ini. Harapan pria yang pernah juga mengajar sekolah minggu ini, anak-anak mulai mengenal budaya Indonesia dengan cara menyenangkan. Cerita yang dikenal tidak hanya Cinderella atau Putri Salju, tapi juga cerita rakyat.
Pembentukan tokoh yang imut dan menggemaskan ini merupakan pengaruh dari anime yang dirasakan Daud. Bahkan, ada momen mengharukan bagi Daud ketika Desa Timun pentas di Jepang, dialog Cila, Cilo, dan Cili disulih suara ke bahasa Jepang. ”Seperti mimpi jadi nyata ya. Kalau di Jepang ada anime, di Indonesia ada Aniwayang,” pungkasnya.
Daud Budi Surya Nugraha
Lahir: Yogyakarta, 14 Mei 1983
Pendidikan: S-1 FSRD DKV ITB