Janice Angelica berbelok menjadi sutradara film setelah cita-citanya menjadi aktris ditentang orangtua.
Oleh
MOHAMMAD HILMI FAIQ
·5 menit baca
Semula Janice Angelica (27) bercita-cita menjadi artis, lalu ditentang orangtuanya. Dia kemudian berbelok membangun mimpi sebagai sutradara film, karier yang kemudian dia kejar sampai ke negeri China. Jejak prestasinya kian terang, terutama setelah mendapat Bucheon Award di Busan International Film Festival.
Janice duduk dengan gelisah di ruang Asian Contents & Film Market dalam acara Bifan Goedam Campus Pitching, bagian dari Busan International Film Festival, Senin (9/10/2023). Beberapa kali dia mengecek ulang catatan untuk memastikan poin-poin yang akan dia sampaikan. Tangannya dingin. Dia mempersiapkan strategi melawan sembilan kompetitornya. Setelah tujuh peserta presentasi, giliran Janice naik panggung. Wajahnya yang tadi agak pias kini terlihat segar dengan senyum mengembang penuh percaya diri. Dia kemudian menjelaskan tentang proyek filmnya, Makwan City of Dreams: Nenek.
Film itu bercerita tentang kesenjangan sosial di sebuah tatanan masyarakat yang tengah berperang melawan virus. Lalu, muncul seorang Nenek sebagai pahlawan yang membantu orang-orang miskin untuk mendapatkan perlakuan sebagai manusia. Presentasi Janice memukau sekitar 100 undangan yang hadir pagi itu. Mereka undangan sekaligus juri: setiap undangan berhak atas lima keping koin untuk dimasukkan ke dalam kotak sebagai bentuk voting. Janice memenangi kompetisi tersebut, mendapatkan Bucheon Award dan berhak atas uang sebesar 5 juta won yang setara dengan sekitar Rp 58 juta. ”Kemungkinan (juga) bisa pitching di TCCF (Taiwan Creative Content Fest), cuma yang ini masih dipastikan lagi,” kata Janice, orang Indonesia pertama yang mendapat penghargaan itu.
Kemenangan di Busan ini merupakan salah satu puncak pencapaian Janice dalam mengejar mimpinya sebagai sutradara film. Ini juga sebagai pembuktian bahwa hidup di dunia perfilman masih menjanjikan.
Janice jatuh cinta dengan film setelah menonton Petualangan Sherina ketika dia belia. Waktu itu dia bercerita kepada ibunya dan menyatakan ingin menjadi artis, maksudnya aktris. Namun, ibunya melarang dengan alasan dunia artis tidak menjanjikan masa depan yang cerah. Janice patah hati, tetapi tidak membunuh mimpinya itu. Tatkala duduk di sekolah menengah atas, dia aktif ikut teater, fotografi, dan sesekali terlibat shooting film. Seorang temannya lalu mendorongnya mengikuti kata hati, mengejar mimpinya di dunia film.
Selepas SMA, Janice bilang ke ibunya akan menjadi sutradara jika tetap dilarang menjadi aktris. Janice mengungkapkan, berbeda dengan aktris atau artis yang mungkin tak bisa bertahan sampai tua, sutradara bisa bertahan sampai tua. Bahkan, tak sedikit sutradara yang tetap produktif di usia tua. ”Kamu bilang sana ke papamu,” kata ibunya kepada Janice yang kemudian mendapat restu ayahnya.
Alasan ayahnya, dunia hiburan tidak pernah mati. Namun, Janice sadar bahwa ungkapan ayahnya itu mengandung keraguan. Tugas dia adalah meyakinkan mereka bahwa jalan yang Janice pilih tidak salah.
Babak baru
Di sinilah tahapan penting dalam hidup Janice memasuki babak baru. Dia kuliah di Beijing Film Academy Jurusan Penyutradaraan selama tiga tahun dan bekerja di sana selama dua tahun. Sambil kuliah dan kerja itu, dia membuat beberapa film pendek, diikutkan kompetisi, dan mendapat penghargaan. Salah satu film dia, Lost Heartbeat, masuk di Shanghai International Film Festival tahun 2021.
Pulang ke Tanah Air, Janice melanjutkan rajutan mimpinya dengan terus membuat film. Film pendeknya, Waves of Emotions, mendapat pendanaan dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan tahun ini masuk ke dalam Jogja-NETPAC Asian Film Festival. Adapun proyek film Nenek sudah dia mulai sejak 2018 dan telah memasuki beberapa ajang kompetisi. Tahun 2021 gagasan film tersebut harus bersaing dengan ratusan gagasan film lain di Indonesiana Film, sebuah proyek pemerintah berupa lokakarya lewat Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Tujuannya mengembangkan kapasitas penulisan skenario dan produksi film bagi para produser, penulis skenario, dan sutradara.
Lolos dari sana, gagasan itu dimatangkan lagi lewat Jakarta Film Week yang bekerja sama dengan Bucheon International Fantastic Film Festival (Bifan). Dia dikirim ke Korea Selatan selama sebulan untuk menajamkan lagi struktur dan cerita filmnya hingga Janice menang Bucheon Award tersebut.
Di luar itu, Janice sudah berpengalaman membuat film bersama dengan rekan-rekannya di China. Dia juga pernah membuat film di beberapa negara, seperti Kenya dan Kolombia, tempat kelahiran suaminya, Bing Bang.
Peran nenek
Gagasan film Nenek itu terinspirasi dari cerita tentang nenek Janice. Janice kerap mendapat cerita bahwa dulu neneknya harus berjualan roti kukus untuk menghidupi anak-anaknya yang masih belia. Terbukti jualan roti kukus itu bisa memperbaiki ekonomi dan nasib keluarga. Cerita itu segaris dengan kisah nenek dan ibu mertuanya yang orang Kolombia. Mereka banting tulang hingga hanya tidur tiga jam sehari untuk memperbaiki taraf hidup keluarga.
”Jadi, kami yang sekarang ini karena wanita-wanita yang kuat ini. Dan, nenek-nenek kami ini yang dulunya miskin parah, tetapi berhasil untuk membawa kami ke suatu tempat yang lebih baik,” kata Janice.
Lantaran jasa mereka, kata Janice, ”Kami bisa bilang lebih comfortable untuk aku bisa belajar, untuk mamaku bisa belajar. Itu semua karena nenek-nenek kami. Jadi, kami melihat kayak gila, sih, peranan nenek dalam kehidupan kami ini.”
Dari dua kisah itu, dia melihat bahwa peran perempuan di tengah belitan budaya patriarki ini demikian kuat. Bukan kakek, melainkan nenek. Nah, film Nenek itu dia buat untuk mengapresiasi perempuan sekaligus menunjukkan bahwa ketika seseorang memang serius berbuat sesuatu, dia pasti bisa mengubah keadaan meski kerap dianggap lemah. Ini cocok sekali dengan Janice yang amat tertarik dengan tema-tema sosial dan kesehatan mental.
Fim Nenek yang bergenre science-fiction ini sekarang di tahap pengembangan. Draf skenarionya sudah selesai ditulis. Menurut rencana, Janice akan menjadikan Nenek sebagai film panjang dan komersial. Akan tetapi, sebelum tayang secara komersial, Janice akan membawa Nenek keliling ke festival-festival.
Janice Angelica
Lahir: Surabaya, 1996
Pendidikan: Beijing Film Academy-Directing Major
Prestasi, antara lain
- Film pendek Lost Heartbeat masuk di Shanghai International Film Festival (2021)
- Alumnus dan pemenang Jakarta Film Week Producer’s Lab (2022)
- Bucheon Award di Busan International Film Festival (2023)