Ali Rokhman dan Nurul Iman, Menata Senyum Wajah Desa
Untuk mengatisipasi agar salah satu sudut waduk tidak kembali dijadikan tempat sampah, Nurul mengusulkan agar dibangun tempat untuk swafoto. Ini menjadi daya tarik pengunjung.
Oleh
MOHAMMAD HILMI FAIQ
·6 menit baca
Ali Rokhman mengajak Nurul Iman menggerakkan anak muda di sekitar Waduk Penjalin, Desa Winduaji, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, untuk mengangkut sampah yang menggunung di salah satu sudut waduk itu. Gerakan ini melahirkan dampak berlapis, mulai dari kebersihan lingkungan, pariwisata, hingga peningkatan ekonomi warga. Ribuan orang kini menyerbu Waduk Penjalin dan sekitarnya untuk berwisata ke desa yang kini tersenyum ramah.
Pada suatu pagi, seratusan warga antre untuk menuju tangga pelanggi menuju tanggul Waduk Penjalin. Sementara tak jauh dari mereka, puluhan warga lainnya joging mengitari bibir waduk. Dari atas bibir waduk itu terlihat puluhan tenda teratap terpal memenuhi jalan yang mengelilingi waduk. Jerit klakson sepeda motor dan mobil meningkahi suara-suara orang yang sibuk menjajakan makanan dan mainan anak.
Begitu sekilas potret puncak keramaian Waduk Penjalin dan sekitarnya. Dari keramaian itu bisa dibayangkan perputaran ekonomi yang berimbas langsung untuk warga. Di sana kini berdiri 25 toko, 20-an stan temporer, dan 20-an penjual menggunakan sepeda motor. ”Pada saat bazar Ramadhan tahun ini ada sekitar 150 stan. Ramai sekali,” kata Nurul Iman, Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Wisata Waduk Penjalin, Jumat (2/09/2023).
Di luar Ramadhan, keramaian Waduk Penjalin terjadi pada Sabtu dan Minggu. Jumlah pengunjung pada akhir pekan tersebut bisa mencapai 1.000 orang yang berdatangan sejak matahari membuka mata sampai dia rebah di barat. Di hari-hari biasa juga banyak yang datang meskipun tidak seramai akhir pekan. Mereka bukan hanya warga Winduaji atau Paguyangan, melainkan juga datang dari luar Kabupaten Brebes, seperti Semarang dan Tegal. Sebagian besar tergoda menikmati pemandangan alamnya. Memang indah. Saat senja, pengunjung bisa melihat matahari menghilang perlahan sambal memantulkan diri di permukaan air danau.
Keindahan alam di Waduk Penjalin itu baru dapat dirasakan pada 2017. Sebelumnya, lokasi waduk jarang dijamah orang. Paling-paling mereka datang hanya untuk membuang sampah. Inilah yang memilukan hati Ali Rokhman yang saat itu menjadi Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman.
Pada 2016, dia berkunjung ke Mokpo, Korea Selatan, dan melihat aspal jalan di tepi pantai yang dicat warna-warni. Dia terpikir mengecat jalan di sekitar Waduk Penjalin agar tidak kusam dan jorok seperti yang dia kesankan waktu itu. Dia lalu mengunggah foto di Mokpo itu untuk memprovokasi anak muda sekitar. Dalam takarir foto itu dia menulis, ”Di Pantai Mokpo Korea Selatan. Kalau aspal di Waduk Penjalin kita cat seperti ini pasti lebih menarik.”
Sepulang dari Mokpo, dosen yang hobi fotografi ini mengumpulkan anak-anak muda untuk bergerak membersihkan Waduk Penjalin. Dia menggandeng Nurul, yang juga hobi fotografi, dan menjadikannya sebagai Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Waduk Penjalin.
Nurul mengajak serta kawan-kawannya, antara lain Ayub, Waluyo, Tomi, Aji, Bedah, Ayis, Udianto, dan Topik. Di luar itu, ada belasan anak muda lain. Mereka berbondong-bondong mengumpulkan karung bekas untuk menampung sampah yang menggunung di salah satu sudut waduk. Sampah-sampah itu setidaknya setara dengan 10 truk dan baru selesai diangkut selama empat pekan pada 2017. ”Karena kami hanya membersihkan sampai pada Minggu,” kata Nurul.
Untuk mengantisipasi agar tempat tersebut tidak kembali dijadikan tempat sampah, Nurul mengusulkan agar dibangun tempat untuk swafoto. Maka, dibangunlah semacam dermaga dan pondok untuk anak-anak belajar yang disebut Taman Jamur karena banyak hiasan patung jamur di sana. Lalu, sekitar 20 meter dari bibir waduk, mereka pasang patung lumba-lumba melompat sehingga saat swafoto atau foto dengan perahu di waduk terkesan ada lumba-lumba hidup yang tengah melompat. Indah. Foto-foto itu seketika menjadi magnet bagi netizen untuk datang berswafoto. Itulah awal Waduk Penjalin terkenal.
Bagian tangga waduk mereka cat warna pelanggi dan kanan-kiri tangga mereka hias dengan bunga. Titik ini juga menjadi tempat swafoto pengunjung. Soal sampah, Nurul dan rekan-rekannya berkeliling kampung dan menawarkan solusi jasa pengangkutan sampah menggunakan truk. Ini gagasan Waluyo yang masih berjalan hingga sekarang.
Renovasi
Pada 2019, pemerintah merehabilitasi waduk yang dikelola Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana Direktorat Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat itu. Salah satu imbasnya adalah pembongkaran Taman Jamur. Namun, Nurul lewat Pokdarwis Waduk Penjalin meminta kepada pengelola Waduk Penjalin agar pemerintah membuat pengganti Taman Jamur sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. Sebab selama ini, masyarakat turut andil menjaga waduk termasuk menyumbang dana secara sukarela untuk perbaikan lingkungan waduk, misalnya lewat retribusi parkir.
Pemerintah akhirnya membangun Menara Miring setinggi 20 meter yang bisa diakses secara bebas oleh warga. Lokasinya di luar waduk. Ini semacam menara pandang, tempat warga bisa menikmati pemandangan waduk, dilengkapi pula dengan toilet dan dermaga.
Imbas lain dari rehabilitasi tersebut, waduk ditutup untuk umum karena termasuk obyek vital yang harus dilindungi. Warga yang biasa joging di bibir waduk terpaksa harus memilih tempat lain. Akan tetapi, sebagian warga yang sudah kadung jatuh cinta dengan kebersihan dan keasrian lingkungan waduk memilih tetap datang ke sana. Entah siapa yang melakukan, akhirnya beberapa jeruji pagar hilang dan warga bias masuk ke kawasan waduk untuk joging. Tentu ini tidak boleh.
Walau demikian, Waduk Penjalin tetap menjadi magnet bagi pelancong karena kadung dikenal. Inilah dampak baik dari gerakan yang diinisiasi Ali tersebut. Pada hari-hari tertentu tetap banyak orang seperti pada saat akhir pekan atau Lebaran. Sekitar Waduk Penjalin tak sepi lagi. Keramaian ini mendorong Pemerintah Desa Winduaji membuat obyek wisata baru, yakni Wisata Alam Sirah Pemali yang hanya berjarak 1,8 kilometer dari Waduk Penjalin. Tempat wisata ini dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa Winduaji. Ali termasuk tokoh yang ikut mengawali pembangunan tempat wisata baru tersebut.
Berkat inisiatifnya yang disambut anak-anak muda di Winduaji, kini kawasan Waduk Penjalin hidup dan menghidupi bagi banyak warga. Meskipun masih jauh dari impian Ali untuk menjadikannya seperti kawasan Mokpo, Korea Selatan, kawasan Waduk Penjalin sudah jauh lebih baik dibanding enam tahun lalu sebelum dia menginisiasi pembersihan waduk itu. Mereka telah menata senyum wajah desa.
Ali Rokhman
Lahir: Brebes, 17 Oktober 1967
Pekerjaan: Rektor Institut Telkom Purwokerto
Penghargaan, antara lain:
- Mendapat penghargaan sebagai The Best Paper International Conference on Exploring Leadership and Learning Theories Asia (ELLTA) di Universiti Sains Malaysia, 2011
- Dosen Berprestasi I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman (2023)
Nurul Iman
Lahir: Brebes, 23 September 1979
Pendidikan: D-3 Biologi Universitas Jenderal Soedirman
Prestasi, antara lain:
- Peringkat 2 Foto Jurnalis Telkomsel Tingkat Jateng DIY 2013
- Penghargaan dari Presiden sebagai Finalis Lomba Foto Indonesia Kategori Umum 2013
- Pemenang Photo Contest Public Choice Award Kementerian PU 2014