Yudi Febrianda, Suluh Pendamping Tradisi Liyu
Air mata Yudi Febrianda sempat menetes saat Mesiwah Pare Gumboh dituntaskan dengan baik. Tradisi Dayak itu juga pernah dihantam ujian berat saat pandemi merebak.
Yudi Febrianda (46) dengan setia menemani masyarakat Desa Liyu menampilkan agenda budaya tahunannya, Mesiwah Pare Gumboh. Ia dan sahabat-sahabatnya menjalin energi positif untuk mengorganisasi pesta syukuran panen Dayak Deah yang kian populer hingga memikat lebih banyak wisatawan.
Yudi dengan antusias mengutarakan kabar gembira soal Lembaga Pengelola Hutan Desa Liyu. Mereka merebut penghargaan Terbaik II kategori Hak Pengelolaan Hutan Desa. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyerahkan piagam Lomba Wana Lestari tingkat nasional itu di Jakarta, Selasa (15/8/2023).
Kalau membincangkan Liyu, apalagi adat istiadatnya, Yudi memang selalu bersemangat. Desa di Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan, tersebut berjarak kira-kira 210 kilometer dari Banjarmasin dengan waktu tempuh mencapai 4,5 jam.
Tatkala Mesiwah Pare Gumboh berlangsung tiga hari, akhir Juli 2023, ia pun menunjukkan video arak-arakan lelaki berbadan atletis yang membawa obor. Bermandikan cahaya temaram diiringi musik tradisional, tubuh-tubuh tegap bertelanjang dada tampak dramatis.
Pada malam hari kedua itu, anak, ibu, dan remaja perempuan tak ketinggalan mengantar hasil panen. Sejumlah wisatawan dengan sigap memotret ritual Nyerah Ngemonta tersebut, yang paling dinanti-nanti karena dipungkasi atraksi mengoleskan api pada tubuh.
Yudi ikut berlari-lari untuk mengecek rangkaian acara, menjelaskan tugas sukarelawan, berkoordinasi dengan pemerintah dan pusat, hingga mengonsep Mesiwah Pare Gumboh. Ia bisa saja baru tidur sekitar pukul 03.00 dan sudah terjaga tiga jam berselang untuk mandi, sarapan, lalu menghadiri pertemuan pagi.
Yudi pun rajin mengepos agar Mesiwah Pare Gumboh semakin dikenal luas. Ia membentuk tim siber Liyu untuk mengarahkan admin dan kreator konten. Unggahan-unggahan mereka, termasuk siaran langsung, terpampang, antara lain, di Instagram, Facebook, dan Youtube.
Air mata
Yudi bisa bernapas lega sekaligus terharu setelah Mesiwah Pare Gumboh rampung yang ditaksir menarik lebih kurang 6.000 pengunjung. ”Jujur, selesai evaluasi singkat, air mata sempat menetes karena saya dan teman-teman enggak menyangka bisa berjalan baik,” ucapnya.
Ia bagai suluh yang mendampingi dan membangkitkan gelora warga untuk terus melestarikan tradisinya. Kepedulian pegawai bidang kehumasan itu berawal satu dekade silam saat mengamati khazanah kultur setempat. Yudi sudah menaruh minat besar terhadap adat istiadat saat kuliah dengan memilih antropologi.
Ia mengamati tradisi di Liyu yang dijalankan seadanya, bahkan tersendat ketika terkendala anggaran. Warga bergantung kepada pemberi dana untuk menuntaskan hajatannya. ”Begitu-begitu saja. Selesai pesta, bikin lagi tahun depan, tetapi manfaatnya belum berkelanjutan,” kata Yudi.
Ia kerap berbincang dengan kawan-kawannya untuk curah pendapat yang bermuara pada solusi. Perlahan-lahan, Yudi menjembatani mereka dengan perusahaan pertambangan PT Adaro Indonesia demi mengantar ketua dan tokoh adat ke berbagai sentra kultural yang sudah berdikari.
Seusai meraih dukungan lewat program relasi komunitas, ia sangat bersyukur di sela-sela waktu luangnya bisa memboyong delapan pemuka masyarakat belajar ke Ciptagelar, Sukabumi, Jawa Barat, tahun 2016. Mereka merepresentasikan Dayak Deah Liyu Gunung Riut, Maanyan Warukin, Halong, dan Deah Kampung Sepuluh.
”Semacam capacity building (peningkatan kecakapan) dan studi banding. Mereka perlu referensi. Lihat saja, Seren Taun di Ciptagelar sangat mandiri,” ujarnya. Tak perlu sponsor pun, wisatawan sudah berduyun-duyun menikmati kebersamaan warga sewaktu panen padi tersebut.
”Banyak juga yang menginap, padahal akses ke Ciptagelar berkali-kali lebih butuh perjuangan daripada ke Liyu,” ucap Yudi sambil tersenyum. Kunjungan itu disusul ke Sindangbarang di Bogor, Jabar, dua tahun berikutnya, dan Dieng di Jawa Tengah pada 2018.
Dieng Culture Festival dengan ratusan ribu wisatawannya disinggahi untuk menimba pengalaman. Yudi ogah sejawat-sejawatnya sekadar mengecap kisah manis kemeriahan dengan perputaran uang hingga puluhan miliar rupiah itu. Mereka malah menyimak pergulatan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Dieng.
”Kalau yang sukses saja bisa cari lewat internet, tapi cerita berdarah-darahnya juga penting. Mereka dititipkan di Dieng untuk belajar,” katanya. Anak-anak muda yang bersemangat tersebut lantas memahami persiapan untuk merealisasikan mimpi hingga Mesiwah Pare Gumboh pertama terlaksana tahun 2019.
Ujian berat
”Diulik-ulik, apa tradisi paling khas di Liyu. Dapatlah panen padi. Tadinya, mesiwah pare (syukuran panen) kemudian ditambah gumboh (bersama),” ujar Yudi. Tahun kedua, ujian berat sudah menghantam saja dengan pandemi yang menggila, tetapi Mesiwah Pare Gumboh tetap diwujudkan.
”Bukan dengan keramaian, melainkan lebih menitikberatkan budaya kalau hasil panen harus diritualkan supaya bisa dikonsumsi,” ucapnya. Mesiwah Pare Gumboh berlangsung dengan kebersahajaan pada tahun 2020 dan 2021 yang hanya melibatkan warga.
Kegembiraan bahu-membahu seraya leluasa bercengkerama justru semakin mereka rindukan tanpa dikungkung kecemasan terjangkit Covid-19. Maka, seiring pagebluk berangsur mereda, tahun 2022, warga tancap gas dengan kembali mencecap asyiknya bergotong royong.
Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, Yudi dan handai tolannya bergandengan tangan untuk berinovasi dengan menghelat arisan panen. ”Dikerjakan bareng-bareng. Hari ini di ladang siapa, besoknya giliran supaya jauh lebih irit. Tuan rumah hanya menyiapkan kopi, teh, dan camilan,” katanya.
Keguyuban membuahkan penetapan kreasi itu sebagai Warisan Budaya Tak Benda, tahun 2022, disusul masuknya Liyu dalam program Pemajuan Kebudayaan Desa pada 2021-2023 yang disampaikan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Apresiasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menuruti dengan memasukkan Mesiwah Pare Gumboh sebagai salah satu Kharisma Event Nusantara 2023. ”Ada festival yang diserahkan kepada event organizer (penyelenggara acara). Di Liyu, warga tetap jadi ujung tombak sebagai panitia,” ujar Yudi.
Diiringi pelatihan pariwisata berbasis masyarakat, Mesiwah Pare Gumboh pun menggeliatkan pembangunan di Liyu selaras dengan berdirinya balai desa dan adat. ”Sejak tahun 2019, dihimpun bahan bangunannya dan dirancang. Akhirnya, terwujud dengan gotong royong, tahun 2021,” ucap Yudi.
Elan serupa turut bersemi di desa-desa sekitar, seperti Festival Dayak Maanyan Warukin yang akan digelar pada akhir Agustus 2023. ”Oktober nanti juga ada Festival Budaya Dayak Deah. Gerbangnya pariwisata karena warga jadi sadar menjaga budaya dan lingkungan, ditambah ekonomi bergerak,” katanya.
Yudi Febrianda
Lahir: Solok, Sumatera Barat, 2 Februari 1977
Istri: Yanti Diyantini (42)
Anak:
- Hatta Matahari Persada (18)
- Andini Nusa Gemintang (14)
- Keumalahayati Aulia Semesta (12)
Pendidikan:
- SD Inpres Pandan, Solok, Sumatera Barat
- SMP Negeri 1 Solok, Sumatera Barat
- SMA Negeri 1 Padang, Sumatera Barat
- D-1 Sistem Informasi Manajemen Politeknik ITB
- S-1 Antropologi FISIP Universitas Padjadjaran