Rektor ISI Yogyakarta Timbul Raharjo pernah mengalami persoalan pajak ekspor barang seni yang nilainya tidak pernah diduga-duga sebelumnya. Bagaimana dia mengatasinya?
Oleh
IGNATIUS NAWA TUNGGAL
·2 menit baca
Pajak menjadi isu hangat baru-baru ini di kalangan seniman lantaran sejumlah seniman menghadapi persoalan pajak. Salah seorang di antaranya seniman yang juga Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Timbul Raharjo (53).
Ia pernah mengalami persoalan pajak ekspor barang seni yang nilainya tidak pernah diduga-duga sebelumnya. ”Saya sampai sakit dan masuk rumah sakit empat kali. Itu gara-gara pajak yang dibebankan sampai Rp 2,2 miliar,” ujar Timbul, Kamis (6/7/2023), saat mempersiapkan sambutan untuk kuliah umum Tata Kelola dan Masa Depan Seni Rupa Kita di Concert Hall ISI Yogyakarta.
Persoalan pajak waktu itu membuat Timbul diumumkan sebagai pengemplang pajak terbesar pada 2008 di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Ironisnya, tiga tahun sebelumnya, pada 2005, ia diumumkan sebagai pembayar pajak terbaik dan terbesar di Bantul.
”Saya sampai menyandingkan berita sebagai pembayar pajak terbesar pada 2005 dan berita yang mengumumkan saya sebagai pengemplang pajak terbesar pada 2008. Saya kemudian sampai empat kali jatuh sakit, dan akhirnya meminjam dana dari bank untuk melunasi pajak sebesar itu,” ujar Timbul yang memiliki usaha seni kriya berbahan tanah liat dan logam di Kasongan, Bantul.
Periode 2005 hingga 2008 termasuk masa keemasan untuk ekspor dari bidang usahanya. Dalam pengukuhan sebagai Guru Besar Seni Kriya ISI Yogyakarta pada Maret 2023, Timbul menyampaikan pidato berjudul ”Gerabah Kasongan ’Jaran Ukir’ Ikon Kabupaten Bantul dalam Perspektif Ilmu Kriya”.
Ia mendeskripsikan transformasi seni kriya gerabah dengan bentuk kuda milik Diponegoro menjadi bentuk ”jaran ukir” yang dibuat perajin kriya gerabah di Kasongan. Inilah ikon gerabah Kasongan.
Timbul berharap kuliah umum Tata Kelola Seni ataupun yang lain bisa membuat ISI Yogyakarta menggali aneka pengetahuan lebih lanjut.