Dede Suryana, Pengejar Ombak dari Cimaja
Lebih dua dekade berselancar, Dede Suryana (35) tidak hanya menunggangi ombak di lautan, tetapi juga gelombang kehidupan.
Lebih dua dekade berselancar, Dede Suryana (37) tidak hanya menunggangi ombak di lautan, tetapi juga gelombang kehidupan. Tekadnya menjadi peselancar sempat ditentang keluarga hingga dirundung orang. Namun, ia membuktikannya dengan segudang prestasi internasional.
Matahari baru saja terbit ketika Dede menepi di Pantai Cimaja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (24/5/2023). Setelah pemanasan sejenak, ia langsung menghampiri laut. Menelungkup di atas papan selancarnya, kedua lengannya yang berotot mendayung ke ombak.
Di sana, sejumlah peselancar lokal dan luar negeri bermain. Ada yang berhasil ke bibir pantai, tetapi banyak juga yang jatuh ditelan gelombang. Ketika ombak menghampiri, Dede sontak berdiri di atas papan. Dengan gesit, ia bermanuver mengarungi ombak yang akhirnya pecah.
Mata peselancar dan sejumlah pengunjung pun membelalak melihat aksi peselancar kelas dunia tersebut. Ombak itu seperti kawan yang ia akrabi 30 tahun terakhir. Rumah Dede ke Pantai Cimaja memang hanya sepelemparan batu. Cukup berjalan kaki sampai.
Baca juga : Menyusuri Selatan Jabar dengan Mitsubishi New Xpander Cross
Sejak usia enam tahun, Dede kecil kerap menyaksikan warga lokal dan bule berselancar di pantai. Suatu hari, Diki Zulfikar, generasi awal peselancar di Cimaja, mengajaknya berselancar. Padahal, ombak di sana tidak direkomendasikan untuk pemula. “Enggak ah, takut,” jawabnya.
Selain meminjamkan papannya, Diki juga berjanji menemani dan mengajarinya. Ia manut. “Waktu ombak pertama datang, saya langsung bisa berdiri di papan. Akhirnya, saya ketagihan berselancar,” ucap Dede yang juga belajar berselancar dari kakaknya, yakni Edin dan Sujari.
Setelah punya papan selancar bekas, yang warnanya sudah menguning, dari seorang pria Australia, Dede kian rajin menemui ombak. Saking semangatnya, ia sempat bolos saat sekolah menengah pertama. “Saya pura-pura sakit. Terus ke pantai, surfing. Hahaha,” ucapnya.
Peristiwa itu membuat orangtuanya murka. Bapaknya pun pernah mencopot fin (sirip)di papan selancarnya. Dede juga melihat bapaknya menggergaji papan kakaknya. Masa depan olahraga ombak kala itu belum menjanjikan. Warga menganggap, selancar budaya orang barat.
Namun, seiring waktu, warga perlahan menerima olahraga itu ketika banyak peselancar datang menikmati ombak Cimaja. Apalagi, Dede yang masih remaja mulai dilirik oleh sponsor. Ia menerima produk, seperti baju selancar hingga dana. Orangtuanya pun mulai mendukungnya.
Dede bahkan mendapat tawaran belajar ke Bali, salah satu destinasi para peselancar. Tempat tinggal hingga biaya sekolah ditanggung rekannya. Awalnya, orangtuanya yang sehari-hari adalah petani ragu melepas anaknya. Apalagi, budaya hingga agama di Bali beda dengan Cimaja.
Dunia selancar juga dekat dengan hiburan. Namun, Dede meyakinkan, tujuannya ke Bali untuk fokus belajar selancar. Orangtuanya mengizinkannya dan menitipkan agar ia tidak melupakan shalat dan sekolah. Anak keempat dari tujuh bersaudara ini pun memegang amanah itu.
Akan tetapi, semua perjuangan butuh pengorbanan. Tidak jarang, ia absen dari kelas. “Saya sampai di-skorsing seminggu karena banyak izinnya. Saya bilang ke guru dan kepala sekolah, saya bisa sekolah di sini karena surfing,” ucap alumnus SMA Muhammadiyah Bali ini.
Suatu hari di tahun 2002, Dede menjuarai kompetisi selancar Volcom. Sebagai peselancar muda, ia menarik perhatian media nasional dan internasional. “Hasil liputan itu saya ambil dan bawa ke guru. Sejak itu, kalau ada kompetisi, sekolah lebih mudah mengizinkan,” kenangnya tersenyum.
Baca juga : Harapan Kemandirian Energi Terbarukan dari Jabar Selatan
Korban perundungan
Sayangnya, tidak semua senang dengan pencapaiannya. Ada saja yang memandangnya sebelah mata. “Ada juga yang ngomong, saya orang Jawa, orang kampung. Saya tidak mau cari masalah. Kalau saya kalah selancar, saya belajar lagi. Kalau menang, ya jangan sombong,” katanya.
Stigma buruk menyergapnya ketika peristiwa Bom Bali 2002. Bom yang menewaskan 202 orang, termasuk 164 warga negara asing itu, meninggalkan kesan buruk terhadap warga Muslim dan Jawa yang tinggal di Bali, seperti Dede. “Saya dicap teroris. Saya dengar itu,” ungkapnya.
Akibat bom itu, Dede yang sebelumnya tinggal dengan orang Inggris akhirnya harus pindah, menumpang dengan temannya sesama Sunda. Sejumlah rekannya di Bali bahkan sempat tidak lagi memanggil namanya, tetapi menyebutnya “orang Jawa” dan “teroris”.
“Saya dihujat. Padahal, kami semua mengecam bom Bali,” ucapnya. Kondisi kian buruk karena Bali yang jadi tumpuan pariwisata sontak sepi akibat bom. Nyaris tidak ada turis berkunjung. Ia sempat berpikir untuk pulang. Namun, tekadnya sudah bulat, ingin menjadi peselancar dunia.
Kesempatan itu datang ketika ada sponsor mengajaknya ke Hawaii, yang disebut “rahim” peselancar internasional. Dede yang berusia 18 tahun pun mencetak sejarah saat memenangkan Kejuaraan Tood Cheeser di Hawaii. Ia mengalahkan juara dunia sembilan kali, Kelly Slater.
Momen itu membuka mata dunia selancar bahwa Indonesia punya nama yang patut diperhitungkan. Sejak saat itu, Dede pun memburu ombak di berbagai belahan dunia. Ia pernah ke pantai San Fransisco dan San Diego, Amerika Serikat; Australia; Jepang; hingga Brazil.
Dukungan sponsor, seperti, Quicksilver, brand ternama yang menjual produk selancar, turut membawanya keliling dunia. Tidak jarang ia juga berkelana seorang diri bersama papan selancarnya demi mengejar ombak. Ia pun kerap tidur di tempat temannya hingga stasiun.
Berbagai prestasi tingkat internasional pun ia torehkan. Mulai dari menjadi juara umum Indonesian Surfing Championship 2008, meraih dua medali emas Asian Beach Games 2008, hingga memenangkan Komune Bali Pro 2014, salah satu seri kejuaraan selancar dunia.
Peselancar Asia yang pertama lolos kualifikasi World Qualifying Series ini tampil di koran, televisi, serta majalah luar negeri. Sutradara Dave Arnold dan Tyrone Lebon bahkan membuat film dokumenter tentang kisah Dede dengan judul “Mengejar Ombak” yang dirilis tahun 2009.
Ketenaran, traveling, hingga punya rumah pribadi di Bali tidak membuat Dede seperti “kacang lupa kulitnya”. Sekitar tahun 2015, ia memilih menetap hingga berkebun di Cimaja. Selain ingin dekat keluarga, bapak dua anak ini juga mengembangkan wisata berbasis selancar di sana.
Ia membuka Dede Suryana Place’s, yakni tempat penginapan hingga kursus selancar. Toko Quicksilver juga berdiri di halaman rumahnya. Peselancar dari Malaysia, Singapura, hingga Korea Selatan kerap menginap di tempatnya selama seminggu hingga sebulan.
Para turis, lanjutnya, mengejar ombak di Indonesia. Berbatasan dengan Samudra Hindia, selatan Jabar jadi salah satu tujuan. Di sana, ombak hampir setiap hari muncul. Mulai dari Cimaja yang tinggi ombaknya lima kaki hingga ombak di Ujung Genteng yang bisa mencapai 30 kaki.
Akan tetapi, Dede prihatin dengan sampah di lautan negeri ini. Ia menunjukkan foto yang terpajang pada gedung rusak di Pantai Cimaja. Dalam foto itu, Dede berselancar di atas ombak bersama aneka sampah plastik. “Itu salah satu pantai di Indonesia,” ucapnya geram.
Dede pun gencar mengampanyekan kelestarian alam. Ia tidak segan memungut plastik dan memasukkan ke tempat sampah bertuliskan namanya. Di rumahnya, terdapat wadah khusus untuk botol air mineral berbahan plastik. Papan andalannya berwarna hijau dan biru.
“Biru itu laut, hijau itu alam. Warna hijau juga identik dengan Nyi Roro Kidul di pantai selatan. Padahal, itu pesan agar, kita menjaga alam,” ucapnya. Dede pun turut membangun program Cimaja Berseri, kerja sama dengan Aqua. Kegiatannya, fokus pada pengolahan sampah plastik.
Dede juga mendukung lahirnya peselancar muda. Ia meminjamkan papannya hingga sukarela mengajari anak muda setempat berselancar. “Surfing itu bisa jadi rekreasi, karier, hingga prestasi. Saya akan terus seperti ini di dunia selancar sampai tutup usia,” ujarnya.
Baca juga : Mata Lembu hingga Kelapa Ijo, Ragam Kuliner Khas dari Jabar Selatan
Dede Suryana
Lahir : Sukabumi, 11 Oktober 1985
Pendidikan: SMA Muhammadiyah 1 Bali
Istri : Suci Permata Dewi
Anak : 2
Prestasi :
- Juara Billabong Pro Junior Challenge 2002
- Peraih dua medali emas Asian Beach Games 2008
- Juara Indonesian Surfing Championship 2008
- Pemenang Komune Bali Pro 2014
Juara Asian Surfing Championship Men’s Open 2015
Peraih Medali Perunggu di PON Papua 2021
Penghargaan Menteri Pemuda dan Olahraga RI Tahun 2021