Momen penuh tawa mewarnai syukuran Hari Ulang Tahun Ke-58 Harian ”Kompas”. Menteri Sosial Tri Rismaharini menjadi aktor utama di balik tawa itu saat didapuk menjadi ”wartawan kehormatan”.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·2 menit baca
Sebelum Menteri Sosial Tri Rismaharini menyampaikan pidatonya, Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo terlebih dahulu menyampaikan sambutan. Budiman menyapa mantan Wali Kota Surabaya itu sebagai ”wartawan kehormatan” karena sering hadir dalam syukuran ulang tahun Kompas.
Saat naik ke panggung untuk berpidato, giliran Tri Rismaharini menyapa pimpinan perusahaan dan Redaksi Kompas. ”Yang saya hormati, Mas Lilik (Lilik Oetama, Pemimpin Umum Kompas). Karena saya wartawan, jadi saya panggil mas,” ujarnya disambut tawa hadirin di Gedung Kompas Gramedia, Jakarta, Rabu (28/6/2023).
Mudah-mudahan saya nanti diangkat jadi wartawan berdedikasi.
Risma, sapaan akrabnya, paham betul dengan kebiasaan di Kompas. Dalam berinteraksi, pimpinan dan karyawan Kompas menyapa dengan panggilan mbak dan mas, bukan ibu dan bapak.
Ia kemudian menyapa para hadirin lainnya, termasuk Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Komaruddin Hidayat dan Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Elizabeth Kristi Poerwandari. Keduanya merupakan penerima anugerah Cendekiawan Berdedikasi Kompas 2023.
”Yang saya hormati, kalau ini enggak berani (memanggil dengan sapaan mas dan mbak), Prof Komaruddin dan Prof Kristi. Selamat atas penganugerahannya. Mudah-mudahan saya nanti diangkat jadi wartawan berdedikasi,” katanya.
Pada kesempatan itu, Risma juga menceritakan pengalamannya bersama Kompas. Ia mengaku telah membaca koran tersebut sejak kelas II sekolah dasar. Saat itu, ia tinggal bersama orangtuanya di Kediri, Jawa Timur.
Risma mengagumi Kompas karena tidak tergoda untuk menyampaikan informasi secara instan. Menurut dia, hal itu sangat diperlukan agar masyarakat tidak menerima informasi sepotong-sepotong. Pemberitaan Kompas turutmembantunya memotret persoalan di lapangan dan menjadikannya sebagai pertimbangan mengambil kebijakan.
Di akhir sambutannya, Risma kembali membuat hadirin tertawa. ”Kalau saya pidato terlalu lama, saya enggak jadi wartawan lagi. Wartawan, kan, menulis, bukan ngomong. Saya juga bisa banyol. Jadi, bukan marah-marah saja,” ucapnya.