Karlina kecil pernah bertanya kepada ayahnya, mengapa percaya Adam sebagai manusia pertama. Tidak sesuai buku Teori Darwin yang sedang dibacanya. ”Sejak itu, ayah saya menyediakan waktu berdiskusi seusai makan malam.”
Oleh
Agnes Aristiarini
·2 menit baca
Peluncuran buku festschrift Karlina Supelli, Sabtu (13/5/2023), lebih mirip reuni teman-teman Karlina yang sangat beragam. Dari sisi para penulis buku, pembahas, hingga mereka yang datang. Ada ilmuwan, wartawan, mahasiswa, dan aktivis.
Ruang pertemuan di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, sore itu, terasa hangat dengan pelukan dan seruan sukacita antarteman. Tak peduli hujan deras mengguyur.
Festschrift ini adalah kumpulan pandangan yang ditulis 13 orang dari pelbagai latar belakang. Ada fisikawan Liek Wilardjo, astronom Premana Premadi, sosiolog Ery Seda, dan para pengajar di STF Driyarkara. Buku ini merayakan ulang tahun Karlina ke-65 pada 15 Januari lalu. ”Judul buku Menemukan Allah dalam Sains dan Manusia pas sekali menangkap pergulatan saya,” kata Karlina.
Karlina kecil pernah bertanya kepada ayahnya, mengapa percaya Adam sebagai manusia pertama. Tidak sesuai buku Teori Darwin yang sedang dibacanya. ”Sejak itu, ayah saya menyediakan waktu berdiskusi seusai makan malam.”
Belajar sains di astronomi ITB, berlanjut S2 tentang sains antariksa di University College, London, ternyata S3 Filsafat Universitas Indonesia melengkapi pencerahannya. Filsafat tidak hanya mengajarkan tentang keilahian dan kemanusiaan, tetapi juga keberanian menjawab ”tidak tahu” meski tidak berarti berhenti mencari jawaban.
Jadilah Karlina dengan banyak sisi: ilmuwan, filsuf, pejuang kemanusiaan. Bersama kelompok Suara Ibu Peduli, ia memprotes kenaikan harga barang. Kali lain, ia menjadi saksi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kerusuhan Mei 1998. Ia menemani Sumarsih mencari keadilan bagi anaknya, Wawan, korban penembakan Semanggi 1998.
”Buku ini memberi sukacita intelektual, kedalaman spiritual, dan kebahagiaan emosional,” kata Karlina.