Dessy Nur Anisa Rahma mengajak difabel untuk berkarya dengan membuat aksesori dengan jenama Pulas Katumbiri atau Puka.
Oleh
IGNATIUS NAWA TUNGGAL
·5 menit baca
Jurusan kuliah yang dipilih Dessy Nur Anisa Rahma (31) mengarahkannya untuk mendirikan wirausaha.Sejak 2015, ia merintis usaha produksi tas laptop hingga merambah aksesori perhiasan untuk perempuan. Para difabel diajak untuk berkarya bersama.
Didampingi tiga temannya yang difabel tuli, yakni Anisa, Risma, dan Siti, Rabu (29/3/2023) pagi, di Bandung, Jawa Barat, Dessy menerima Kompas dan mengajak menyaksikan proses produksi beserta produk-produk yang dihasilkan. Tampak terbungkus rapi di gudang berbagai aksesori perhiasan perempuan, seperti kalung, anting, gelang,ataupun tas beragam bentuk dengan desain cantik. Beberapa di antaranya diletakkan di rak pajangan.
Dessy memberi label Puka untuk beragam produknya. Istilah Puka memiliki kepanjangan Pulas Katumbiri. Dalam bahasa Sunda, pulas bermakna sebagai goresan, sedangkan katumbiri sebagai pelangi.
Pulas katumbiri memiliki makna sebagai goresan warna pelangi. Warna pelangi sebagai metafora keberagaman dan kesetaraan bagi yang menjalankan usaha ini karena di antara mereka memiliki karunia difabel tuli dan wicara.
”Usaha ini lahir di tanah Sunda sehingga saya memilih bahasa Sunda untuk Pulas Katumbiri atau Puka. Waktu itu, saya sedang menempuh studi jenjang S-2 di Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB),” ujar Dessy, kelahiran Jakarta, yang mengikuti kepindahan orangtua ke Garut, Jawa Barat, ketika memasuki usiajenjang sekolah dasar.
Dessy menempuh pendidikan Sekolah Dasar Regol XIII hingga SMA Negeri 1 di Garut dan lulus tahun 2011.Kemudian, ia melanjutkan kuliah di Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Padjajaran, Bandung.
Setelah lulus S-1 pada 2015, tiga bulan kemudian dia melanjutkan S-2.Di sekolah itulah, Dessy diwajibkan memiliki perusahaan sendiri sebagai media analisis sekaligus praktik pendidikannya.
Penjualan produk Puka dilakukan secara daring dan luring. Secara daring, Dessy memanfaatkan lokapasar, seperti Shopee, Lazada, Tokopedia, dan Tiktok Shop. Kemudian, secara luring, ia berkonsinyasi dengan para pemilik gerai aksesori di Yogyakarta dan Jambi. Penjualan di Bandung sendiri banyak mengikuti bazar dan pameran.
”Omzet penjualan yang paling tinggi pernah terjadi sampai Rp 40 juta di bulan Februari 2023 karena mengikuti beberapa bazar besar di Bandung. Rata-rata omzet lainnya per bulan mencapai Rp 35 juta,” ujar Dessy.
Kain goni
Dessy sejak awal menyukai bidang kriya dengan membuat desain produk sendiri. Ketika diwajibkan harus memiliki perusahaan, Dessy mencoba mendesain ulang sebuah tas laptop dengan kain goni. ”Saya membuat redesain tas komputer jinjing dengan kain goni yang saya tambahi hiasan sulaman. Lalu, saya kenakan di kampus,” ujar Dessy.
Teman-temannya di kampus ternyata menyukai tas tersebut. Bahkan, ada tiga temannya yang langsung memesan untuk dibuatkan. Dessybertambah yakin untuk membuka usaha tas laptop tersebut. ”Karena ada pesanan tiga teman tadi, saya bertambah mantap untuk membuka usaha ini dengan lebih serius,” ujar Dessy yang ketika itu masih indekos di Bandung.
Saat itu, Dessy masih harus bolak-balik antara KotaBandung dan Garut, tempat tinggalnya bersama orangtua. Untuk menunjang produksinya di Garut, Dessy berusaha melibatkan lembaga pendidikan sekolah menengah kejuruan (SMK).
Upaya itu bertahan hanya beberapa bulan, hingga kemudian Dessy mengalihkan kerja sama memproduksi tas ke sekolah luar biasa (SLB) di Garut. Ternyata hal ini mendapat sambutan yang lebih bagus. ”Di SMK, para siswa lebih banyak disibukkan dengan pendidikan akademik, sedangkan di SLB lebih banyak ke praktik kerja,” ujarnya.
Untuk menjalankan produksi, Dessy menggandeng tiga SLB dengan difabel tuli yang ada di Garut, yakni SLB Al Masduki, SLB Nusantara Kita, dan SLB Al Barkah. Hingga Januari 2016, Dessymembuatlabel Pulas Katumbiri.
Awalnya, selain produk tas laptop, mereka juga memproduksi wadah pensil dengan sulaman kain goni. Produk Puka terus bertambah macamnyadan pemasaran semakin meluas.
Saat memulai usahanya, Dessy menggunakan Instagram untuk memasarkan produk, tetapi saat itu belum banyak penggunanya. Begitu pula lokapasar juga belum banyak dikenal masyarakat.Mau tidak mau, Dessy memasarkan produk dengan cara menawarkan ke teman-temannya.
Pada 2019, Dessy memperluas jaringan pemasaran produk Puka. Ia memilih pindah ke Bandung. Kedua orangtuanya membelikan sebuah rumah toko yang kemudian dikelola jadirumah kos. ”Ada 24 kamar kos. Di rumah kos ini pula kami jadikan sebagai tempat produksi aksesori Puka,” ujar Dessy.
Untuk mengerjakan berbagai produk Puka, Dessy juga bekerja sama dengan SLB Wartawan di Bandung.Selain itu, Dessy juga terikat kerja sama dengan Dinas Sosial Kota Cimahi.
Dessy mengatakan,sejak tahun 2021, pada masa tertentu adaperalihan konsentrasi produk utama dari berbagai jenis tas dan wadah pensil ke aksesori perhiasan. Dasar pertimbangannya karena aksesori perhiasan ini bisa diproduksi secara lebih massal dan bisa didistribusikan lebih meluas lagi.
”Ketika itu, saya merasakan monoton dengan produk tas dan wadah pensil. Kemudian mikir supaya bisa memproduksi lebih massal dan mendapat keuntungan yang lebih banyak lalu kami merambah masker, gelang, cincin, dan gantungan kunci,” tutur Dessy.
Selain memasarkan produk melalui lokapasar, Dessy juga mengikuti berbagai bazar dan pameran.
Gigih
Dessy gigih berjuangmembesarkan usahanya. Perjalanan dariBandung ke Garut pulang pergi tak membuatnya lelah. Semua dilakukan demimemberikan kesempatan kerja kepada paradifabel tuli di Garut. Hingga sekarang, para difabel tuli yang bekerja bersama Dessy sebanyak 25 orang.Ia merasakan betapa banyak para difabel yang memiliki kemampuan untuk bekerja, tetapi tidak memperoleh kesempatan yang sama.
Bahkan, para difabel tidak sedikit yang masih mengalami diskriminasi untuk masuk ke lapangan pekerjaan. Stigma sosial masih memberatkan langkah mereka. Dessy memilih untuk memperjuangkan pemenuhan hak hidup atau hak dasar bagi mereka.
Dessy memilih hidup inklusif, hidup yang berbaur dan berjuang bersama-sama demi mencukupi nafkah bersama para difabel.