Edmund Edwards McKinnon memelopori eksplorasi situs purbakala di Sumut sejak 50 tahun lalu. Ia mengangkat Situs Kota China, Kota Rentang, Bulu China, hingga Benteng Putri Hijau ke dunia arkeologi internasional.
Oleh
NIKSON SINAGA
·6 menit baca
Doktor Edmund Edwards McKinnon memelopori eksplorasi dan penelitian sejumlah situs purbakala di pantai timur Sumatera Utara sejak 50 tahun lalu. Ia mengangkat Situs Kota China, Kota Rentang, Bulu China, hingga Benteng Putri Hijau ke dunia arkeologi internasional. Dari penelitiannya, pantai timur Sumut diketahui merupakan bandar perdagangan kuno penting sejak abad ke-11.
Di usianya yang telah memasuki 87 tahun, semangat McKinnon pada dunia arkeologi dan sejarah Indonesia tidak surut sedikit pun. McKinnon bersama istrinya, Sinta McKinnon, kembali menelusuri situs-situs purbakala di Sumut, sejak awal Maret. Terakhir, dia datang ke Pesta Cagar Budaya Situs Kota China, di Medan Marelan, Medan, Sumut, Kamis (16/3/2023).
McKinnon dengan rambut dan kumis yang semuanya sudah putih berjalan kaki menyusuri jalan sekitar satu kilometer menuju sisa reruntuhan candi kuno di Situs Kota China. Beberapa warga yang sudah sepuh menyapanya dan mengenang awal McKinnon melakukan eksplorasi di situs yang kini merupakan bagian dari Kelurahan Paya Pasir itu. Ada juga warga yang masih menyimpan foto saat beraktivitas bersama McKinnon.
Setelah tiba di struktur bata sisa reruntuhan candi kuno, McKinnon mengobrol dengan sejarawan dari Universitas Negeri Medan (Unimed) Ichwan Azhari dan para mahasiswa Program Studi Sejarah Unimed. ”Kita bersyukur akhirnya reruntuhan candi kuno di Situs Kota China ini ditetapkan menjadi cagar budaya setelah 50 tahun dilakukan eksplorasi dan penelitian,” kata McKinnon yang berkebangsaan Inggris itu.
McKinnon bisa disebut sebagai pelopor eksplorasi sejumlah situs purbakala di Sumut, khususnya Situs Kota China, Benteng Putri Hijau, Kota Rentang (disebut juga Kota Rantang), hingga Bulu China. Kecintaannya pada dunia arkeologi, sejarah, dan seni kuno (art of history) bermula saat bertugas sebagai pegawai PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra pada 1962.
Ketika itu, dia ditugaskan di Kebun Turangi, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat. Dia bertanya kepada manajer kebun tentang sejarah daerah di perkebunan. Manajer itu menyebut, perkebunan itu dahulunya adalah daerah kosong sebelum diduduki Belanda.
Namun, McKinnon menemukan beberapa artefak seperti sumatralith (peralatan batu) di Langkat. ”Sudah jelas tidak benar kalau Sumatera adalah daerah kosong. Sejarah wilayah di pantai timur Sumut sudah ribuan tahun,” kata McKinnon.
McKinnon sempat pulang ke Inggris di masa Konfrontasi Indonesia-Malaysia pada 1964, tetapi balik lagi ke Kantor London Sumatra di Medan pada 1969. Sekitar tahun 1973, seorang pedagang barang antik bernama Abdurrahman Lubis menawarkannya sebuah arca kepadanya. Namun, McKinnon menolak membelinya, tetapi ingin melihatnya.
Abdurrahman lalu membawanya ke Paya Pasir yang ketika itu masih merupakan daerah terpencil di pesisir Medan. Belum diketahui daerah itu menyimpan tinggalan purbakala yang sangat penting dari abad ke-11.
McKinnon terperangah ketika melewati jalan setapak di Paya Pasir. Dia melihat di permukaan tanah banyak sekali tinggalan arkeologis seperti uang koin China, manik-manik, beling, dan pecahan keramik. Ia lalu melihat arca itu berada di rumah warga.
Beberapa bulan kemudian, McKinnon kembali lagi ke Paya Pasir dan melihat arca kedua yang ditemukan warga yang menggali sumur. McKinnon lalu menghubungi beberapa peneliti lokal seperti Tengku Lukman Sinar dan beberapa peneliti dari dalam maupun luar negeri. McKinnon lalu melakukan eksplorasi awal di Situs Kota China.
Karena ketertarikannya pada dunia arkeologi, McKinnon memilih keluar dari perusahaan perkebunan. Ia merupakan sarjana pertanian dari Edinburgh College of Agriculture, Inggris. Namun, ia melanjutkan studi magister dan doktoral di Program Studi Art of History di Universitas Cornell, Amerika Serikat.
Disertasinya di Universitas Cornell pada 1984 mengangkat Kota China ke dunia internasional dengan judul, ”Kota Cina: Its Context And Meaning In The Trade of Southeast Asia In The Twelfth to Fourteenth Centuries”. Setelah penelitian McKinnon, sedikitnya 12 peneliti asing melakukan eksplorasi di Situs Kota China yang kini sangat dikenal di dunia internasional.
Penelitian-penelitian menemukan bahwa Kota China adalah kota perdagangan penting di abad ke-11. Temuan arkeologis di situs itu sangat banyak dan padat sehingga disimpulkan bahwa Kota China adalah kota kosmopolitan terpadat di Asia Tenggara ketika itu.
Jejak intelektual McKinnon juga bisa dilihat di Situs Benteng Putri Hijau di Desa Deli Tua, Kecamatan Namorambe, Kabupaten Deli Serdang. Temuan situs itu menjadi titik terang keberadaan Kerajaan Aru (disebut juga Haru) yang pernah berjaya di Sumatera, tetapi tidak diketahui keberadaannya.
McKinnon bersama John Miksic dan Tengku Lukman Sinar boleh disebut sebagai pelopor penelitian di Benteng Putri Hijau. Ketika itu, Keberadaan Kerajaan Aru yang berkembang pada abad ke-14 sampai ke-16 masih sangat misterius. Padahal, kerajaan itu salah satu yang terbesar di Sumatera dan banyak disebut di sejumlah sumber tertulis.
McKinnon mendapat sumber tertulis dari Portugis yang menyatakan Kerajaan Aru diserang oleh Aceh pada tahun 1500-an. Kerajaan itu disebutkan berada di hulu Sungai Deli yang bermuara di perairan Belawan, Medan.
Berdasarkan laporan perjalanan admiral Zheng He (Cheng Ho), diketahui pelaut Tiongkok itu mengunjungi Aru tiga kali pada 1413 sampai 1433. Laporan itu menyebut kapal tiba di pelabuhan tawar setelah berlayar 4 hari 4 malam dari Malaka. Hasil utama dari Aru adalah kemenyan.
McKinnon juga menemukan legenda Putri Hijau di Deli Tua. Dengan menggabungkan sejarah tertulis dan legenda rakyat, McKinnon melakukan eksplorasi di Situs Benteng Putri Hijau sejak tahun 1972. Dari berbagai penggalian ditemukan artefak berupa fragmen keramik, tembikar, gerabah, sumatralith, peluru timah, terak besi, dan uang logam dirham Aceh. Benteng Putri Hijau sudah ditetapkan menjadi cagar budaya tingkat provinsi pada 2019.
Saat berkunjung kembali ke Benteng Putri Hijau, kata McKinnon, ia sangat prihatin melihat kawasan itu sudah diokupasi perumahan di zona penyangga cagar budaya. ”Padahal, bila ditata Benteng Putri Hijau bisa menjadi tujuan wisata ilmu pengetahuan yang sangat penting,” kata McKinnon.
Bagi sejarawan Ichwan Azhari, McKinnon adalah pelopor penelitian situs-situs arkeologi yang sangat penting di Sumut. Penelitian di Situs Kota China, Benteng Putri Hijau, Kota Rentang, dan Bulu China selalu merujuk hasil penelitian dan eksplorasi awal McKinnon. ”Berbeda dengan peneliti asing lain, McKinnon juga selalu mengajak peneliti lokal dalam setiap penelitiannya,” kata Ichwan.
Menurut Ichwan, McKinnon sangat ahli dalam ilmu keramik atau keramologi. Ia juga jeli mendeteksi temuan arkeologi palsu. Peneliti-peneliti terkini juga masih melibatkan McKinnon dalam identifikasi keramik kuno. ”McKinnon adalah satu dari sedikit peneliti asing yang sangat tekun dalam sejarah Indonesia,” kata Ichwan.
Dari Situs Kota China, McKinnon pun pulang ke kediamannya di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Di sana, dia masih rutin melakukan penelitian dan menulis jurnal tentang sejarah Indonesia, khususnya Sumatera. Di usianya yang sudah sepuh, kecintaannya pada sejarah Indonesia tidak pudar. Ia tak berhenti menggali sejarah kota-kota kuno Sumatera.