Kasih untuk Mereka yang Tak Diinginkan
Nur Miftahul Jannah membuktikan bahwa membantu sesama tidak perlu menjadi kaya. Dan menjadi baik, tidak perlu manusia luar biasa.

Nur Miftahul Jannah, pendiri Yayasan Kisah Nyata dan Jeritan Hati di Kota Malang, Jawa Timur.
Membantu sesama tak perlu menjadi kaya. Dan menjadi baik, tak perlu manusia luar biasa. Demikian prinsip yang mewakili sosok Nur Miftahul Jannah (40), sosok ibu asuh bagi sekitar 70 anak panti asuhan dan 30-an lansia di Kota Malang, Jawa Timur.
Dia lulusan sekolah dasar, pernah jadi tenaga kerja wanita (TKW) selama 13 tahun, dan mengalami hidup tak mudah sejak kecil. Namun, semua itu membentuknya menjadi perempuan biasa dengan cinta luar biasa.
Miftah, panggilan Nur Miftahul Jannah, berasal dari kampung padat penduduk di Kota Malang, yaitu kawasan Muharto. Ia hidup hanya dengan ibunya yang sakit kanker sehingga hari-hari dilalui dengan sangat tidak mudah. Hari berganti hari, utang pun menumpuk.
Kesulitan hidup itu berujung pada berangkatnya Miftah mengadu nasib menjadi TKW di Hong Kong pada 2001. Sepanjang di sana, ia hidup apa adanya dan sebagian besar uangnya dikirim untuk membiayai kebutuhan ibunya.
Baca juga: Pohon, Taman, dan Oasis Penyembuhan Warga
Namun, hidup tak pernah mudah bagi Miftah. Tahun 2009, ia mendengar sang suami memiliki perempuan idaman lain. Ditambah lagi, kondisi sang ibu makin memburuk.
”Untuk pengobatan ibu saya, pemerintah memang menjamin. Namun, untuk pergi ke RSSA (RSUD dr Saiful Anwar di Malang) itu butuh biaya karena untuk bolak-balik ke sana harus naik angkot dan butuh biaya hidup selama di rumah sakit. Untuk pergi mencari angkot ke RSSA, ibu saya sudah tidak bisa karena harus jalan kaki sendiri dan kakinya sudah tidak kuat sehingga beliau akhirnya memilih pasrah dan tak menjalani pengobatan. Apalagi, dulu biaya ambulans sangat mahal,” kata Miftah.
Setahun kemudian, ia memutuskan pulang ke Tanah Air. Sebab, ia mendengar kanker ibunya sudah masuk stadium empat. Pukulan itu ditambah dengan kabar burung bahwa suaminya sudah nikah siri dengan perempuan lain.
Usai pulang, masalah rumah tangganya bisa diredam. Namun, kondisi ibunya kian memburuk. Sakit makin parah dan utang terus menumpuk. Itu sebabnya, setelah satu tahun di rumah, Miftah memilih kembali ke Hong Kong. ”Saat itu sebenarnya suami melarang saya kembali ke Hong Kong. Saya dihadapkan pada dua pilihan, yaitu memilih menyelamatkan rumah tangga saya tetapi membiarkan ibu saya menderita karena segala kebutuhannya tak terpenuhi atau saya memilih menyelamatkan ibu saya dan kehilangan suami,” tutur Miftah.

Nur Miftahul Jannah tampak dikelillingi oleh anak asuhnya. Hubungan pendiri Yayasan Kisah Nyata dan Jeritan Hati tersebut dengan anak-anak asuhnya cukup dekat, Rabu (15/3/2023).
Miftah memilih menyelamatkan ibunya. Ia bertekad fokus mencari uang sebanyak mungkin untuk bisa mengobati ibunya dan menutup utang-utang yang menumpuk.
Namun, Tuhan berkehendak lain. Tiga bulan setelah Miftah kembali ke Hong Kong, sang ibu dipanggil Yang Maha Kuasa. Berikutnya, suaminya pun benar-benar menceraikannya lalu menikah lagi.
Tak terkira betapa pedihnya hati Miftah saat itu. Hari-hari Miftah yang semula penuh semangat berganti sepi dan nelangsa.
Baca juga: Rasa Bersalah Seorang Wartawan
Itulah yang membuat Miftah menumpahkan segala lara hatinya menjadi cerita-cerita pendek yang ia tulis tangan di atas kertas. Cerita itu lalu diedarkan kepada teman-temannya dan membuat banyak temannya Rabu ”membeli” karya itu. Lebih tepatnya, teman-teman Miftah itu tergerak membantunya. Dari sana, bantuan terus mengalir.
Kehilangan orang tercinta satu-satunya membuatnya limbung. ”Saya terbiasa menyisihkan uang untuk ibu saya. Setelah ibu meninggal, untuk apa uang yang saya dapatkan ini? Untuk apa hasil kerja keras saya ini?” pikirnya saat itu. Saat itu penghasilannya sekitar Rp 8 juta per bulan.

Nur Miftahul Jannah dikelillingi oleh anak asuhnya.
Di tengah kegundahan hatinya itu, ia akhirnya menyalurkan bantuan yang terkumpul untuk menolong anak-anak yatim dan orang-orang sakit. Beruntung, ia terhubung dengan teman yang sejalan dengan Miftah untuk menolong sesama.
Saiful Bahri, nama temannya itu yang di kemudian hari menjadi suaminya, yang menemukan anak atau orang berkesusahan untuk dibantu. Ia pula yang menjadi sukarelawan dan mengurus segala keperluan di Malang, sementara Miftah melanjutkan pekerjaannya di Hong Kong.
”Awalnya saya hanya fokus pada bidang kesehatan. Orang-orang yang sulit berobat kami bantu. Apalagi, kami akhirnya bisa membeli ambulans sendiri. Jadi, upaya membawa mereka ke rumah sakit menjadi lebih mudah,” katanya.

Nur Miftahul Jannah dan anak asuhnya.
Namun, di lapangan, Miftah dan tim tidak hanya menemukan persoalan kesehatan. ”Kami menemukan ada anak kehilangan orangtuanya, ada lansia yang dibuang keluarganya, dan seterusnya. Akhirnya, upaya kami pun berkembang,” ujar perempuan itu.
Miftah mulai menampung anak-anak sebatang kara, anak-anak tak diinginkan, dan lansia yang dibuang. Mereka yang dibantu bukan hanya orang Malang, melainkan berasal dari sejumlah kota lain, bahkan Bali.
Tahun 2014, Miftah memutuskan pulang ke Indonesia dan melegalkan aktivitas sosial yang mereka buat. Sebab, jumlah anak asuh semakin banyak dan temannya tidak bisa mengurusnya sendiri.
Miftah pun mendirikan Yayasan Kisah Nyata dan Jeritan Hati (KNDJH) yang bergerak membantu anak-anak yatim piatu dan lansia untuk mendapatkan hidup lebih layak.

Rabu (15/3/2023), tampak sejumlah bayi dirawat di Yayasan KNDJH.
Mendapat ganti
Dengan adanya aktivitas sosial itu, Miftah merasa tidak lagi kesepian. Ia merasa punya arti dalam hidup. Ia dan Saiful Bahri memang tak dikaruniai anak biologis. Namun, kini ada 70 anak menjadi ”anaknya” dan 30 lansia menjadi ”orang tua” Miftah, menggantikan ibunya yang meninggal dalam sakit dan penderitaan.
Upaya Miftah mendidik anak-anak asuhnya itu diiringi dengan tindakan nyata memenuhi syarat administratif kependudukan pada anak-anak yang tak diinginkan oleh keluarganya itu. Setelah dua tahun berjuang, Miftah berhasil memasukkan nama 40-an anak panti ke dalam kartu keluarga (KK) milik dirinya dan suami. Alhasil, KK Miftah cukup panjang, sampai terdiri atas empat lembar kertas.
Baca juga: Perempuan dan Penanganan Bencana
”Bagi anak-anak itu, memiliki akta lahir dan KK sangat penting untuk keperluan sekolah dan masa depannya. Itu sebabnya saya perjuangkan. Harus berhasil,” kata Miftah. Perjuangannya selama dua tahun itu baru berhasil setelah ia minta bantuan kenalannya yang bekerja di Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Dengan bekal persyaratan administratif itu, anak-anak panti usia sekolah semuanya bersekolah, sedangkan anak yang usianya sudah beranjak dewasa ikut bekerja dengan Miftah.

Sejumlah lansia dirawat di panti jompo Yayasan Kisah Nyata dan Jeritan Hati di Kota Malang, Jawa Timur, Rabu (15/3/2023).
Operasional
Selesai dengan urusan administratif, Miftah dihadapkan pada tantangan memenuhi kebutuhan operasional sehari-hari di panti yang tak memungut biaya dari anak-anak asuh dan lansia yang dirawatnya, mulai dari kebutuhan makan, minum, air, listrik, hingga menggaji 16 pengasuh anak dan 8 pengasuh untuk panti jompo. Jika dirata-rata, kebutuhan biaya dalam sebulan mencapai hampir Rp 25 juta.
Selain menerima donasi dari para dermawan, Miftah pun membentuk unit-unit usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Unit-unit usaha milik yayasan itu antara lain jasa dekorasi nikah, rumah kos, dan konfeksi untuk distro.
”Saya saat ini fokus menata finansial yayasan agar tidak semuanya tergantung saya. Saya tidak ingin ketika nanti ada apa-apa dengan saya, saat saya tidak diberi umur panjang, yayasan belum siap,” kata Miftah.

Sejumlah lansia dirawat di panti jompo Yayasan Kisah Nyata dan Jeritan Hati di Kota Malang, Jawa Timur, Rabu (15/3/2023). Mereka terdiri dari lansia yang tak diinginkan atau ditelantarkan oleh keluarganya.
Hingga kini, ada beberapa bentuk kegiatan sosial dimiliki Yayasan KNDJH, yaitu panti asuhan, panti jompo, rumah singgah di dekat rumah sakit (sebagai rumah singgah bagi orang tidak mampu yang berobat ke rumah sakit), dan ambulans gratis.
”Saya melakukan ini semua karena saya sadar, kita tidak akan bisa hidup selamanya. Sukses itu belum tentu. Kaya juga belum tentu. Tapi mati itu pasti. Saya takut itu. Itu saja pegangan saya,” kata Miftah.
Prinsip hidup tersebut yang membuat perempuan sederhana ini selalu semangat menghadapi setiap persoalan yang menyertai puluhan orang yang dijaganya. ”Kalau saya bisa membahagiakan anak-anak, itu sudah cukup bagi saya. Kalau mbah-mbah itu bisa tersenyum bahagia, itu juga sudah cukup bagi saya. Saya tidak butuh kemewahan lainnya,” tutur Miftah.
Baca juga: Perempuan dan Kisah yang Mencatatnya
Nur Miftahul Jannah
Lahir: Malang, 24 Desember 1982
Pendidikan: SD
Suami: Saiful Bahri
Alamat: Jalan Muharto Gang V Kota Malang
Pengalaman: Mantan TKW di Hong Kong selama 13 tahun (2001-2014)
Organisasi: Pendiri Yayasan Kisah Nyata dan Jeritan Hati (KNDJH)