Daniel Kwan dan Daniel Scheinert, Oscar untuk Ide Tak Terbatas
Dua sutradara Daniel Kwan (35) dan Daniel Scheinert (35) menjadi pasangan sutradara ketiga yang meraih piala Oscar sebagai Sutradara Terbaik. Keluarga menjadi inspirasi mereka.
Oleh
RIANA A IBRAHIM
·5 menit baca
KEVIN WINTER / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / GETTY IMAGES VIA AFP
Daniel Scheinert (kiri) dan Daniel Kwan (kanan) saat menerima penghargaan Skenario Asli Terbaik untuk film Everything Everywhere All at Once pada malam penganugerahan 95 Annual Academy Awards di Dolby Theatre, Hollywood, California, Amerika Serikat, Minggu (12/3/2023) waktu setempat.
Keluarga adalah tempat semuanya bermula. Berbekal ragam kisah pengalaman keluarga, dua sutradara Daniel Kwan (35) dan Daniel Scheinert (35) mampu menggulirkan karya yang menyentuh banyak jiwa dalam cara berbeda. Dari rumah sederhana, duo Daniel melangkah ke panggung Academy Awards dan pulang sebagai juara.
The Daniels, begitu keduanya akrab dipanggil, terkejut ketika nama mereka dinyatakan sebagai peraih piala Oscar untuk kategori Sutradara Terbaik lewat film Everything Everywhere All at Once (2022). Film itu juga meraih penghargaan terbanyak pada malam penganugerahan yang diselenggarakan di Dolby Theatre, Los Angeles, Amerika Serikat, Minggu (12/3/2023) waktu setempat.
”“Kepada semua nomine, kalian adalah pahlawan. Ini betul-betul tak bisa dipercaya,” ucap Scheinert seusai menerima piala bergengsi bagi dunia perfilman ini.
Sebagai anak-anak muda yang baru memulai kariernya pada 2009 dengan membuat film pendek, kemenangan mereka tak terduga. Sebab, terdapat sejumlah nama besar dalam kategori tersebut yang telah beberapa kali masuk nominasi ajang supremasi tertinggi perfilman ini. Beberapa di antaranya Steven Spielberg lewat The Fabelmans (2022), Todd Field lewat Tar (2022), Martin McDonagh lewat The Banshees of Inisherin (2022), dan Ruben Ostlund lewat Triangle of Sadness (2022).
MIKE COPPOLA / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / GETTY IMAGES VIA AFP
Daniel Scheinert (kiri) dan Daniel Kwan (kanan) berfoto bersama produser Jonathan Wang (tengah) setelah menerima penghargaan Film Terbaik untuk Everything Everywhere All at Once dalam penganugerahan 95 Annual Academy Awards di Hollywood, California, AS, Minggu (12/3/2023) malam waktu setempat.
Mereka pun menjadi pasangan sutradara ketiga yang meraih Oscar setelah Jerome Robbins dan Robert Wise lewat West Side Story (1962) serta Joel dan Ethan Coen lewat No Country for Old Men (2008). Keduanya juga menjadi sutradara termuda kedua yang mendapatkan Oscar untuk kategori Sutradara Terbaik setelah Damien Chazelle melalui La La Land (2016).
Keberanian bereksplorasi dan kreativitas yang tak terbatasi menjadi perekat dari dua jiwa muda yang pertama kali bertemu saat sama-sama menempuh pendidikan di Emerson College di Boston, AS, ini. Kwan yang semula berkuliah di University of Connecticut untuk menjadi akuntan memutuskan pindah ke Emerson College setelah menyadari hasratnya ada pada film.
Sebelumnya musik, membuat band, tak berhasil. Sampai ikut pramuka, itu pun gagal.
Paparan film dirasakan Kwan dari sang ayah yang hobi menonton film. Favorit sang ayah yang kemudian juga ikut digemarinya adalah film-film besutan Wong Kar-wai yang menginspirasi filmnya kini. Ketika usianya sekitar lima tahun, Kwan mengaku tergila-gila dengan film Terminator 2 (1991) dan Groundhog Day (1993). Ia bisa menyaksikan film-film itu berulang-ulang melalui video VHS yang ada di rumah masa kecilnya di Westborough, Massachusetts, AS.
Keinginannya menjadi pembuat film pun menguat saat duduk di bangku SMA. Masa-masa pencarian jati diri yang mengantarkannya berkenalan dengan fotografi dan mengingatkan kecintaannya sedari kecil terhadap film.
”Sebelumnya musik, membuat band, tak berhasil. Sampai ikut pramuka, itu pun gagal,” ujarnya dalam wawancara dengan Giant Robot Media.
MIKE COPPOLA / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / GETTY IMAGES VIA AFP
Daniel Scheinert (kanan) dan Daniel Kwan (kanan bawah) bersama produser dan para pemeran utama film Everything Everywhere All at Once berfoto bersama di ruang media dalam penganugerahan 95 Annual Academy Awards di Hollywood, California, AS, Minggu (12/3/2023) malam waktu setempat. Film itu menyabet tujuh piala Oscar, termasuk untuk Film Terbaik, Sutradara Terbaik, dan Skenario Asli Terbaik.
Meski berhasil masuk ke institusi pendidikan yang mempertemukannya dengan banyak anak muda yang antusias terhadap pembuatan film, Kwan tetap mengaku kesulitan bekerja sama karena ide-idenya sukar diterima. Pertemuannya dengan Scheinert di kelas animasi 3D saat kuliah bak angin segar. Keduanya memiliki pandangan dan gagasan yang lebih kurang sealiran.
Scheinert yang mendapat dukungan penuh dari kedua orangtuanya untuk terjun di dunia seni sejak kecil memang diberi ruang bebas untuk mengeksplorasi diri. Dalam wawancara dengan media lokal di Alabama, kampung halamannya, Scheinert menuturkan, ibunya rutin mengikutkan dia dan adiknya dalam berbagai kompetisi seni dan kreativitas hingga ia masuk dunia teater.
Pada masa SMA di International Baccalaureat School di Shades Valley, Birmingham, Alabama, Scheinert merambah ke belakang panggung dan tertarik pada detail pembuatan film. Bersama rekan-rekannya, ia mulai membuat film dengan peralatan yang dimiliki. Di masa luangnya, ia aktif magang dalam festival film lokal di Alabama, yaitu Sidewalk Film Festival. Kegiatan ini terus ditekuninya selama tiga tahun berturut-turut.
Masuk ke Emerson College diakui Scheinert menjadi berkah tersendiri karena jejaring dan pengetahuannya makin luas. Berkah terbesarnya adalah bertemu dengan Kwan yang sepemikiran, yakni menuturkan kisah personal lewat hal-hal yang absurd dan di luar nalar, bahkan kadang kala mendobrak standar moral mayoritas.
PATRICK T. FALLON / AFP
Sutradara Daniel Scheinert (kiri) dan Daniel Kwan (kanan) menerima piala Oscar kategori Sutradara Terbaik untuk film Everything Everywhere All at Once pada malam penganugerahan 95 Annual Academy Awards di Dolby Theatre, Hollywood, California, AS, Minggu (12/3/2023) waktu setempat.
Pesan personal
Setelah keduanya sepakat melanjutkan kerja sama pascaproyek di New York Film Academy Summer Camp pada 2009, ada lima film pendek yang mereka produksi, yaitu Swingers (2009), Puppets (2010), My Best Friend’s Wedding/My Best Friend’s Sweating (2011), Possibilia (2014), dan Interesting Ball (2014).
Di sela-sela membuat film pendek, mereka menuangkan keliaran mereka dalam berpikir melalui videoklip musik beberapa band beraliran indie. Sejumlah videoklip membekas dari The Daniels ini adalah videoklip lagu ”Houdini” dan ”Don’t Stop (Color on the Walls)” dari kelompok musik Foster the People serta ”Simple Song” milik band The Shins. Detail videoklip ini identik dengan sejumlah adegan di Everything Everywhere All at Once yang berkonsep multisemesta (multiverse).
Untuk para ibu di dunia, untuk ibu kami, terutama ibu dan ayah saya. Terima kasih karena tidak menghancurkan kreativitas saya.
Ide mengenai multisemesta ini sudah diriset oleh keduanya sejak 2010. Bahkan, rilis film animasi besutan Marvel, yaitu Spider-Man: Into the Spider-Verse (2018), sempat menggoyahkan mereka. Keduanya khawatir dikira meniru. Padahal, keinginan menuangkan cerita dengan latar belakang keluarga Asia di Amerika dan masuk ke lintas semesta untuk merekatkan ikatan keluarga ini sudah ada sebelum muncul film itu.
Perlahan bangunan kisah mulai disusun sejalan dengan proyek film pertama mereka yang ditayangkan di Sundance Film Festival 2016, yakni Swiss Army Man (2016) yang dibintangi Daniel Radcliffe dan Paul Dano. Film yang menang di Sundance Film Festival dan menjadi runner-up di Toronto Film Critics Association ini lagi-lagi cukup liar bercerita tentang seorang pria yang memanfaatkan mayat yang ditemukannya untuk menemukan diri dengan cara unik dan menggelitik.
ARTURO HOLMES / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / GETTY IMAGES VIA AFP
Duo sutradara asal AS, Daniel Kwan (kiri) and Daniel Scheinert, berfoto bersama seusai memenangi kategori Film Terbaik dan Sutradara Terbaik untuk film Everything Everywhere All at Once dalam malam penganugerahan 95 Annual Academy Awards di Hollywood, California, AS, Minggu (12/3/2023) waktu setempat.
Begitu pula pada film teranyarnya yang diganjar Oscar. Kwan menyinggung tentang pengaruh keluarganya yang merupakan imigran Asia di Amerika dalam pidato kemenangannya.
Sementara Scheinert bersuara tentang betapa besar dukungan keluarga, terutama orangtua, dalam perjalanannya. Ini serupa dengan pesan personal yang kentara pada film yang menyapu tujuh piala Oscar ini, yakni tentang kesenjangan generasi antara anak muda saat ini dan para orangtuanya. Kesulitan komunikasi dan keengganan untuk mau membuka hati menjadi inti persoalan kesenjangan generasi kian meruncing dalam sebuah keluarga.
”Untuk para ibu di dunia, untuk ibu kami, terutama ibu dan ayah saya. Terima kasih karena tidak menghancurkan kreativitas saya ketika membuat film horor yang sangat mengganggu atau film komedi yang sangat mesum atau berpakaian yang tidak sesuai jenis kelamin dulu saat masih bocah, yang sesungguhnya bukanlah ancaman bagi siapa pun,” kata Scheinert ketika melanjutkan pidato kemenangannya, disambut sorak-sorai penonton.
Selamat pulang pada keluarga dengan kisah tentangnya!
RODIN ECKENROTH / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / GETTY IMAGES VIA AFP
Duo sutradara asal AS, Daniel Kwan (kiri) dan Daniel Scheinert, berfoto bersama di ruang media setelah memenangi kategori Sutradara Terbaik untuk film Everything Everywhere All at Once dalam malam penganugerahan 95 Annual Academy Awards di Ovation Hollywood, Hollywood, California, AS, Minggu (12/3/2023) waktu setempat.
Daniel Kwan
Lahir: Westborough, Massachusetts, AS, 10 Februari 1988