Arsyad, Penjaga "Rugu" di Manggarai Timur
Arsyad dengan inisiatif pribadi turut menyelamatkan lingkungan di Manggarai Timur, NTT. Ia menyelamatkan komodo, menanam mangrove, dan melestarikan hutan sekitarnya.

Arsyad (46)
Namanya singkat saja. Arsyad (45). Namun jejak dedikasinya menyelamatkan rugu atau komodo, mangrove, dan hutan di pedalaman Manggarai Timur terentang cukup panjang. Semua dilakukan atas inisiatif pribadi demi lingkungan yang lestari untuk anak cucu.
Rugu adalah sebutan masyarakat setempat untuk komodo (Varanus komodoensis) di Kabupaten Manggarai Timur. Selain di Taman Nasional Komodo, binatang purba ini juga ditemukan di Manggarai Timur dan di Kabupaten Nagekeo. Di Riung Nagekeo, orang memanggil komodo dengan nama mbou.
Saat dihubungi pada Selasa (28/2/2023), Arsyad tengah sibuk menanam mangrove bersama para siswa SD Pota di Kelurahan Pota, Kecamatan Sambi Rampas, di pedalaman Manggarai Timur. Sehari sebelumnya, ia baru saja mengevakuasi seekor rugu yang masuk perkampungan warga. Rugu diikat lalu dikembalikan ke habitatnya.
“Sejak 2006 saya terpanggil menyelamatkan binatang ini. Saat itu, ada rugu masuk kandang babi, kandang kambing, kandang ayam, dan rumah warga. Warga ketakutan dan ramai-ramai berusaha menyakiti binatang itu. Saya cepat-cepat minta permisi ke kandang pemilik ternak. Menerobos masuk, menyelamatkan rugu itu. Saya giring dia keluar kandang,” kata Arsyad.
Baca juga : Keseimbangan Antara Pariwisata dan Konsevasi di TN Komodo

Arsyad (bertopi, depan), mengevakuasi rugu (komodo) yang masuk pemukiman warga. Ia dibantu aparat desa setempat.
Hingga kini, ia mengaku sudah menyelamatkan 13 ekor rugu yang masuk perkampungan warga di Sambi Rampas. Jika tidak segera dipulangkan ke habitatnya, rugu-rugu itu bisa dibunuh warga karena dianggap mengancam.
Satu kasus yang tak pernah dilupakan, yakni saat seekor rugu menyerang seorang petani sampai mengalami luka serius. “Orang itu mau ke kebun bersama anjing peliharaan. Anjing mengejar rugu, tapi malah anjing diserang rugu. Petani itu ingin menyelamatkan anjingnya, tapi digigit rugu. Serangan rugu terhadap manusia, baru sekali itu,” kata Arsyad.
Mengajak terlibat
Tahun 2007, ia diminta menjadi salah satu kepala dusun di Pota. Dengan jabatan itu, aktivitas Aryad terkait perlindungan keanekaragaman hayati kian gencar. Secara bergilir ia mendatangi anak-anak SD, SMP, dan SMA di Pota, untuk mengajak mereka terlibat pelestarian lingkungan.
Ia misalnya mengajak anak-anak sekolah menanam mangrove di pantai, menanam pohon khas daerah itu yang kian punah dan memperkenalkan sejumlah jenis burung endemik. Semua itu ia lakukan guna menyelamatkan lingkungan dan mencegah fauna khas daerah itu tidak punah. Khusus mangrove, ia telah menamami lahan seluas 5 hektar dengan 3.700 anakan mangrove.
Sosialisasi lingkungan itu dijalankan setiap bulan pada tanggal 11. Ia berkeliling ke dua SD, empat SMP, dan dua SMA di Pota. Ia berpesan agar sosialisasi kepada para siswa dan guru itu diteruskan kepada orangtua di rumah. “Sekarang, biawak, babi hutan, kelelawar, burung, dan binatang hutan lain mereka tidak buru atau pasang jerat seperti dulu. Mereka juga tidak menebang pohon apalagi membakar,” katanya.
Baca juga : Joni Messakh, Orang di Balik Hutan Mangrove Penyelamat Desa
Namun dari semua aktivitas itu, Arsyad memprioritaskan perlindungan terhadap rugu, mangrove, dan terumbu karang. Rugu di daerahnya diharapkan menjadi penyangga bagi komodo di Taman Nasional Komodo. Jika tidak dilindungi, ia khawatir suatu saat nanti anak cucunya tak lagi bisa melihat rugu secara langsung seperti sekarang.
Menurut Arsyad, perilaku rugu di Pota berbeda dengan komodo di Taman Nasional Komodo. Di taman nasional, komodo lebih jinak dan tidak takut saat melihat manusia. Sementara rugu di Pota segera melarikan diri saat melihat manusia.
“Mungkin karena komodo (di taman nasional) memiliki habitat yang berdampingan dengan pemukiman warga. Sementara rugu memilih tinggal jauh dari pemukiman dan tidak berbaur dengan manusia,” kata Arsyad sambil menambahkan, jarak terdekat habitat rugu ke permukiman warga sekitar 500 meter.

Arsyad (45) sedang memberi sosialisasi mengenai lingkungan kepada siswa SD di Pota, Manggarai Timur, NTT, di dalam Posko Informasi Lingkungan yang dibangun Arsyad sendiri.
Sebaran rugu di Manggarai Timur cukup luas, yakni terentang jarak 35 km dengan luas wilayah 6.115 hektar di dua kecamatan, yakni Sambi Rampas dan Kecamatan Elar. Populasi rugu di daerah ini, berdasarkan catatan Arsyad, mencapai 472 ekor. Namun mungkin masih ada rugu yang belum terpantau.
“Mengawasi dan memantau rugu cukup sulit. Tetapi melalui sosialisasi terus menerus, masyarakat paham. Sekarang warga tidak mengganggu rugu lagi. Jika mereka melihat rugu di hutan, mereka selalu melapor ke saya. Saya ambil data. Apakah yang pernah saya lihat atau yang baru terpantau,” katanya.
Baca juga : Senjakala Konservasi dan Pariwisata di TN Komodo
Arsyad yang hanya lulusan SMA ini belajar sendiri tentang seluk beluk kehidupan rugu. Ia misalnya tahu, rugu biasa bertelur di dalam lubang batu atau sarang burung gosong, berupa gundukan tanah. Sekali bertelur menghasilkan 35-55 butir telur. Masa menetas 4 bulan kemudian. Setelah menetas, anakan rugu langsung naik ke pohon mengamankan diri. Selama di pohon mereka makan telur burung, tokek, cicak, dan belalang.
Setelah mencapai bobot 27 kg mereka turun dari pohon. Saat di atas pohon, anakan rugu dikawal oleh induknya. Selama mengawal ini, bobot induknya turun sehingga menjadi kurus. Ia juga hapal musim kawin rugu setiap bulan bulan Mei – September.
Ia menambahkan, tampilan kulit luar rugu berwarna coklat kekuningan karena mereka berteduh di bawah pohon. Sementara komodo di TN Komodo hidup di padang terbuka sehingga warnanya kehitaman.

Rugu (komodo) di Pota, Manggarai Timur. Warnanya coklat kekuningan dan lebih cerah dibanding komodo di TN Komodo.
Arsyad juga membangun pusat informasi tentang keanekaragaman hayati dan ekosistem di wilayah itu. Posko informasi ini dibangun dengan modal pinjaman dari bank BRI cabang Pota senilai Rp 15 juta. Selain menjadi pusat informasi, di posko itu juga disiapkan satu kamar bagi pengunjung yang datang bermalam.
Baca juga : Upaya - Upaya Konservasi Terhadap Komodo
Atas semua perjuangan ini, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam NTT mengusulkan Arsyad mendapatkan penghargaan Kalpataru 2023. Ia dinilai telah bekerja keras menyelamatkan keanekaragaman hayati di Manggarai Timur.
Ia mengaku semata-mata mengabdi untuk lingkungan. “Saya bekerja bukan untuk mendapat penghargaan. Tetapi menyelamatkan lingkungan, demi bumi dan anak cucu di kemudian hari,” katanya.
Arsyad
Lahir : Pota, Manggarai Timur, 3 Juli 1977
Pendidikan Terakhir : SMA Reo, Manggarai.

Posko Informasi Lingkungan dan Pariwisata Pota yang dibangun Arsyad secara pribadi. Pengunjung datang ke tempat ini untuk berwisata sekaligus mendapatkan informasi dan menginap. Ada satu kamar yang cukup luas untuk beberapa pengunjung.