Indrawati Gan, Tekad Pelestari Batik Tionghoa
Indrawati Gan gigih berusaha melestarikan batik Tionghoa yang pernah dibuat dan dirintis keluarganya sejak tahun 1870 dengan label batik Gan. Pelestaroan Dilakukannya dengan membuat lukisan dan menulis buku.

Indrawati Gan
Sejak kecil, Indrawati Gan yakin bahwa dialah generasi penerus yang harus melestarikan tradisi dan usaha batik tionghoa, batik Gan asal Pekalongan, yang dirintis leluhurnya sejak tahun 1870. Dia menempuh upaya pelestariannya lewat buku dan lukisan batik.
Indrawati adalah generasi keempat keluarga Gan sekaligus sebagai penerus terakhir tradisi batik Gan. Dua kakak laki-lakinya tidak menaruh minat pada batik.
Sebagai penerus, sayangnya Indrawati tidak mampu membuka lagi produksi batik tionghoa karena kesulitan mendapatkan tenaga terampil. Maka, ia mengambil jalan lain demi melestarikan batik Gan. Ia membagi semua pengetahuannya soal batik lewat buku, lukisan, dan penjelasan langsung.
“Sekalipun tidak bisa melahirkan generasi penerus dari keturunan sendiri, mudah-mudahan upaya saya berbagi ilmu dan pengetahuan tentang batik tionghoa bisa menumbuhkan generasi-generasi baru pembatik dari kalangan masyarakat luas,” ujarnya, di rumahnya di Yogyakarta, Rabu (25/1/2023). Indrawati memiliki tiga anak perempuan yang menyandang nama keluarga dari ayah kandung mereka atau suami Indrawati.
Ia berharap, dari sekian banyak orang yang mendengar penjelasannya, membaca bukunya, dan melihat cara-cara membatik berikut motif-motif batik tionghoa, akan muncul generasi muda yang tertarik melanjutkan kegiatan produksi batik tionghoa seperti keluarganya dulu.
Aktivitasnya berbagi ilmu ini, ia lakukan sebagai bagian dari keinginannya untuk melengkapi aktivitas keluarganya yang dahulu hanya fokus pada kegiatan produksi tanpa berpikir tentang upaya pelestarian dan publikasi secara luas.
Di tengah keterbatasan membuat batik secara masif, Indrawati tetap berupaya memperkenalkan kembali motif-motif batik tionghoa melalui lukisan. Cara ini, ia anggap jauh lebih efektif membuat warga mencermati motif dan menangkap makna filosofisnya. “Motif di kain batik tionghoa berikut maknanya, biasanya tidak lagi diperhatikan, terlebih ketika kain tersebut sudah dijahit dan dipakai sebagai baju,” katanya.
Pengenalan kembali motif-motif batik tionghoa perlu disampaikan secara luas karena motif batik itu cenderung kurang dikenali. Kalah populer dibandingkan motif batik solo atau batik yogyakarta.
Banyak pembatik yang ingin menampilkan motif batik tionghoa, tapi membuatnya secara sembarangan, dengan cara menjiplak atau meniru karya batik lain. Akibatnya motifnya malah berubah. “Banyak motif burung phoenix misalnya, justru berubah menjadi gambar ayam,” ujarnya.

Indrawati Gan
Generasi ke generasi
Indrawati adalah generasi keempat dari keluarga pembatik Gan. Usaha batik Gan dirintis oleh kakek buyut Indrawati, Gan Sam Gie, pada 1870an. Usaha ini berakhir pada 1992 seiring meninggalnya ayah Indrawati, Gan Tjiang Liem.
Indrawati adalah anak keempat dari empat bersaudara. Kendati usaha batik Gan biasanya dijalankan oleh laki-laki, dia menyadari tanggung jawabnya untuk tetap meneruskan tradisi batik. Pasalnya, dua kakak laki-lakinya tidak tertarik pada batik, sedangkan satu kakak laki-laki yang mencintai batik, justru meninggal dunia pada usia muda.
Pada akhir 1980-an, minat masyarakat terhadap batik tulis seperti yang diproduksi keluarganya, mulai berangsur turun. Situasi tersebut membuat pelaku usaha batik seperti ayahnya, mulai pesimistis. Indrawati yang ketika itu sudah kuliah di Yogyakarta berusaha mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya.
Ia datangi salah salah satu pelanggan batik Gan di Bandung. Pelanggan tersebut mengatakan, era kejayaan batik tulis sudah berakhir dan minat masyarakat bergeser ke batik printing.
Sebenarnya, Indrawati yang ketika itu akan menikah, ingin melanjutkan usaha batik, tetapi ditolak calon suami. Setelah menikah, Indrawati dan suaminya menjalankan usaha pengeringan kayu dan bakpia di Yogyakarta.
Memasuki era 2000-an, keinginan untuk terjun ke usaha batik semakin kuat setelah ia berjalan-jalan ke Angkor Wat di Kamboja. Di negeri itu, ia melihat banyak orang memproduksi kain serupa batik.
Baca juga: Polikarpus Bala, Mimpi di Medan Pembantaian Penyu
Indrawati yang ketika itu sudah berpisah dengan suaminya, memutuskan meneruskan usaha batik. Ia pun mencari tenaga terampil yang bisa membuat karya batik tionghoa khas Pekalongan. Ternyata tidak mudah. Sekalipun, ia telah mengarahkan dan memberi gambar, tenaga kerja yang ia rekrut menghasilkan goresan karya yang berbeda.
Indrawati tidak menyerah. Iamembuka usaha batik Apsara pada 2012. Motif-motif batik yang ditampilkan dari kain batik yang diproduksinya, khusus motif-motif candi seperti Candi Borobudur. Usaha itu tetap jalan sampai sekarang bersama usaha bakpia stik.
Dia terus mencurahkan segenap minatnya pada batik dengan bergabung dengan peguyuban pecinta batik, Yogyakarta, Sekar Jagad. Di paguyuban itu, ia aktif mengikuti berbagai kegiatan terkait batik, mulai menjadi perancang, hingga narasumber dalam acara-acara diskusi.
Ia juga belajar membatik sendiri. Sekalipun terlahir dari keluarga pelaku usaha batik, Indrawati tidak pernah membuat batik sendiri. Ia tidak mengalami kesulitan belajar membatik karena dari kecil terbiasa melihat proses pembuatan batik.
Satu lembar kain batik karyanya, ia presentasikan dalam acara Pertemuan Nasional ke-2 Marga Gan di Jakarta pada 2017. Ia mendapat respon positif dari keluarga besarnya. Dari situ, ia berpikir bahwa tidak ada cara lain untuk melestarikan batik Gan, kecuali membuatnya sendiri.

Indrawati Gan
Karena tidak mampu merekrut tenaga dan memproduksi batik secara massal seperti yang dilakukan leluhurnya dahulu, Indrawati memutuskan untuk beralih medium. Ia membuat lukisan batik. Hingga kini, ia telah membuat puluhan lukisan yang sebagian sudah dijual. Sebagian lagi disimpan sebagai koleksi yang akan ditampilkan dalam pameran.
Selanjutnya, ia berusaha mebuat buku tentang sejarah batik Gan. Ia kesulitan mendapatkan sumber dokumentasi dari dalam negeri, tapi justru mendapat cerita sejarah tentang batik Gan dari museum di Amerika Serukat dan Belanda. Ia juga berupaya menelusuri dan menemukan batik Gan yang disimpan sejumlah kolektor di Jakarta dan Yogyakarta.
Indrawati melakukan itu semua karena ia tidak ingin batik tionghoa, termasuk batik Gan, warisan dari kakek buyutnya, dilupakan. Bagaimanapun, batik tionghoa berkontribusi pada sejarah batik Indonesia, menginspirasi ragam batik di berbagai daerah, terutama batik yang diproduksi masyarakat pesisir pantai. Indrawati Gan Pendidikan terakhir: SMA Bopkri 1 Yogyakarta