Averroes Oktaliza, Selisik Status Berang-berang
Sebagai Ketua Asta Indonesia Foundation, Averroes Oktaliza memperjuangkan keseimbangan alam dan manusia. Ia tengah fokus meneliti berang-berang yang terkikis keberadaannya di Jabodetabek.
Dari awalnya memelihara pelbagai satwa liar, Averroes Oktaliza (38) akhirnya berubah. Ia lalu memasuki babak hidup baru dengan memimpin yayasan yang bergerak di bidang konservasi alam yang berbasis di Jakarta. Laki-laki yang dipanggil Ave ini tengah fokus menelisik status berang-berang yang semakin terancam di Indonesia.
Semasa SMP, tempat tinggal Ave berganti dari kawasan Menteng, Jakarta, yang padat ke Depok, Jawa Barat. Ia bertemu dengan berbagai hewan yang jarang terlihat di Jakarta, sebutlah ular dan biawak. Ave jadi tertarik memelihara hewan herpetofauna.
Dari situlah dirinya bergabung dengan komunitas sejenis di laman Kaskus. Ave sampai membentuk perusahaan impor dan ekspor satwa liar saat kuliah. Semacam pengepul. Namun, tahun 2008, Ave mengalami krisis paruh baya.
“Atas nasehat guru spiritual dan calon istri waktu itu, saya melepaskan semua yang mengikat. Waktu itu peliharaan saya ada 30 ekor lebih, ada puluhan ular dan beberapa biawak, sampai dua kamar. Akhirnya saya melepas mereka semua ke alam liar, tapi waktu itu saya belum tahu soal harus ke habitat yang sesuai,” kata Ave, di Jakarta Selatan, Rabu (11/1/2023).
Ave menyadari bahwa satwa liar sepatutnya hidup di alam bebas ketimbang dalam kandang. Pada 2009, ia terlibat dalam pendirian sebuah komunitas herpetofauna di Depok. Dinamika dalam organisasi membuat Ave memisahkan diri. Pada 2021, Ave bersama drh. Puti Puspitasari, Kevin Geraldhy, dan Muhammad Azib mendirikan Aspera Madyasta Indonesia Foundation atau Asta Indonesia Foundation yang berkantor di Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Asta Indonesia Foundation bertujuan untuk mencapai keseimbangan antara pembangunan dengan pelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia. Sebagai ketua, Ave menjelaskan, ada dua program utama yang berjalan saat ini, yakni Save Otter Species (SOS) dan Indonesia Herpetofauna Enthusiast (IHE). Ave turut berperan sebagai pemimpin program SOS.
Studi berang-berang
Salah satu proyek yang telah dilakukan SOS adalah Studi Distribusi Berang–Berang Cakar Kecil (Aonyx cinereus) di Sungai Ciliwung Segmen 4, Depok, Jawa Barat. Penelitian kolaborasi dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati) ini berlangsung selama September-Oktober 2022, Mereka mendapati keberadaan berang-berang cakar kecil, meskipun sebelumnya tidak ada laporan resmi soal hewan jenis ini di kawasan tersebut.
Ave dan teman-teman sedang melanjutkan penelitian tentang berang-berang itu di lingkup yang lebih luas sejak Januari 2023. Mereka mulai meneliti berang-berang di 13 sungai di area Jabodetabek, seperti Sungai Ciliwung, Sungai Pesanggrahan, Sungai Cikeas, dan Sungai Cileungsi.
Selain meneliti distribusi hewan itu, mereka juga mengukur gangguan antropogenik terhadap habitat berang-berang, misalnya keberadaan jembatan dan rumah manusia. Menariknya, Ave mendapati bahwa hewan ini mampu beradaptasi dengan pembangunan di kota. Di Depok, misalnya, berang-berang bersarang di gorong-gorong.
Hasil temuan itu sudah Ave laporkan ke International Union for Conservation of Nature (IUCN) dalam artikel berjudul Sighting of The Small-Clawed Otter (Aonyx Cinereus Illiger, 1815) in Ciliwung River, Indonesia. Kebetulan laki-laki ini resmi menjabat sebagai anggota Komisi Otter Specialist Group (OSG), Species Survival Commission (SSC), di IUCN periode 2021-2025.
Ave menjadi satu dari empat perwakilan Indonesia untuk berang-berang di IUCN yang bertugas melaporkan kondisi berang-berang. “Penelitian dan pendataan itu penting supaya kita tahu titik keberadaan mereka di mana dan strategi konservasi seperti apa yang harus kita lakukan, termasuk rekomendasi untuk pemerintah,” ujarnya.
Dalam melakukan pengamatan dan penelitian, Ave dan kawan-kawan di Asta Indonesia Foundation memanfaatkan laporan masyarakat dan komunitas setempat yang melihat berang-berang ke media sosial mereka. Meskipun, mereka juga mendapati banyak yang belum bisa membedakan berang-berang dengan musang ketika diwawancara untuk pemetaan wilayah observasi. Tapi apabila terkonfirmasi berang-berang, mereka akan mulai mencari bukti keberadaan dari jejak kaki, tempat pembuangan kotoran, tempat meluncur, tempat berkembang biak, hingga sarang.
“Setelah menemukan tanda-tanda itu, kami bersembunyi pakai kamuflase karena belum punya camera trap. Kami harus diam berjam-jam bahkan nggak boleh mendengarkan musik. Observasi bisa berlangsung berhari-hari, bahkan saya pernah berendam selama 12 jam di air menunggu mereka,” kata Ave.
Status hukum
Indonesia memiliki empat jenis berang-berang, yaitu berang-berang hidung berbulu (Lutra sumatrana), berang-berang Eurasia (Lutra lutra), berang-berang bulu licin (Lutrogale perspicillata), dan berang-berang cakar kecil (Aonyx cinereus). Karena penampilannya yang lucu, hewan ini sering diburu.
Asta Indonesia Foundation pernah mengobservasi pola penjualan berang-berang di Facebook pada Agustus 2022. Di salah satu akun komunitas, mereka menemukan penjualan 99 ekor berang-berang dalam satu minggu.
Anak pertama dari empat bersaudara ini melanjutkan, Asta Indonesia Foundation tengah mendorong peningkatan status perlindungan hukum berang-berang cakar kecil. Berdasarkan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), status hewan ini telah masuk dalam Appendix I sejak 2019 (Kompas, 6/9/2019).
Appendix I merujuk pada status berang-berang cakar kecil di ranah internasional masuk sebagai spesies yang terancam punah. Perdagangan hewan ini hanya terjadi dalam kondisi khusus. Sementara itu, di Indonesia, berang-berang cakar kecil masih tidak dilindungi meskipun populasinya kian berkurang akibat degradasi habitat dan perburuan liar.
Habitat berang-berang juga terancam krisis iklim, pembangunan, dan konflik dengan manusia. Padahal, keberadaan mereka penting bagi ekosistem. Sebagai hewan semi-akuatik, berang-berang cakar kecil merupakan pemangsa utama di ekosistem air tawar.
“Berang-berang itu termasuk predator puncak di lahan basah kayak sawah dan pinggiran sungai. Mereka mengontrol populasi ular sehingga tidak ke perumahan. Berang-berang juga berperan sebagai bioindikator kebersihan air. Kalau mereka hilang, berarti wilayah sekitarnya atau airnya tidak cocok untuk hidup,” tutur ayah tiga anak ini.
Baca juga: Lie Martina, Bumi Menulis untuk Perbatasan
Asta Indonesia Foundation sekarang memiliki enam pengurus aktif beserta 20-an simpatisan. Ave sendiri telah lama mengundurkan diri dari pekerjaan sebagai karyawan untuk fokus ke dunia konservasi pada 2019. Biaya hidup dan operasional yayasan ditopang lewat pendirian Aspera Rescue Care yang berorientasi bisnis.
“Bisa dibilang ini penebusan dosa masa lalu. Sebenarnya kita bisa melestarikan alam dengan cara paling sederhana, seperti tidak membuang sampah sembarangan. Seperti jargon Asta; yang sedikit kita selamatkan, yang masih banyak kita jaga,” kata Ave.
Averroes Oktaliza
Lahir: Jakarta, 4 Oktober 1984
Pendidikan: Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia Y.A.I (angkatan 2002)
Keluarga: Dian Nourmayanti (istri) dan tiga anak
Pekerjaan:
- Ketua dan Pendiri Bersama Aspera Madyasta Indonesia Foundation atau Asta Indonesia Foundation, 2021-sekarang
- Managing Director Aspera Rescue Care
- Anggota Komisi Otter Specialist Group (OSG), Species Survival Commission (SSC), di International Union for Conservation of Nature, 2021-2025
- Anggota Perhimpunan Herpetologi Indonesia (PHI), 2020
Pengalaman:
- Pembicara Webinar Pengamatan dan Pengembangan Penelitian Herpetofauna, Biodiversity Warrior Yayasan Kehati Indonesia, 2022
- Pembicara Webinar Kajian Ekowisata Taman Nasional Komodo bersama Politeknik Negeri Bandung, 2020
- Konsultan Wabah Musim Penetasan Ular, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta, 2019
- Pembicara Seminar Nasional dan Kongres Masyarakat Herpetologi Indonesia V Xenodermus, 2017
- Program Pelatihan Taksonomi Reptil, Pusat Riset Perubahan Iklim Universitas Indonesia (RCCC-UI), 2014
- Pelatihan Penanganan Ular Sioux, Yayasan Sioux Indonesia, 2010
Prestasi:
- Peringkat Pertama Kategori Kelompok Wilayah Jawa, Gerakan Observasi Amfibi Reptil Kita (Go ARK), 2018-2021
- Peringkat Pertama Kategori Individu Wilayah Jawa, Gerakan Observasi Amfibi Reptil Kita (Go ARK), 2021