Ahmad Khairudin, Seni untuk Pelestarian Lingkungan Tambakrejo
Ahmad Khairudin mengajak para seniman untuk menyuarakan kepedulian lingkungan di Tambakrejo, Semarang Utara.
Di pengujung 2022, Ahmad Khairudin (37) menghimpun sekitar 50 seniman dari berbagai daerah. Mereka membuat seruan moral lewat beragam seni di tanah terendam banjir rob di Kampung Tambakrejo, Kelurahan Tanjungmas, Semarang Utara.
Ahmad, juga akrab disapa Adin, merupakan dosen tamu Program Studi Antropologi Sosial pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro (Undip) Semarang antara 2019 dan 2022. Pada Rabu (21/12/2022) sore, ia memperlihatkan peta Kampung Tambakrejo yang digunakan untuk hajatan seni bertajuk ”Penta K Labs IV: Malih Dadi Segara–Pantura Lemahe Banjir, 17–21 Desember 2022.
Peta Kampung Tambakrejo menunjukkan sebidang tanah menjorok ke laut. Rumah tinggal warga digambarkan dengan kotak berwarna coklat. Beberapa kotak kecil coklat terlihat dikelilingi warna biru yang berarti rumah-rumah itu sudah dikepung laut.
Penta K Labs bermakna laboratorium bagi 5K (kamu/kita, kelas/kampus, komunitas, kampung, dan kota). Agenda seni bienale atau dua tahunan ini diinisiasi Kolektif Hysteria. Adin bersama rekan-rekannya sejak 2007 mendirikan Kolektif Hysteria. Mereka adalah sekelompok anak muda di Semarang yang memilih aktivitas kolektif berkaitan seni di tengah masyarakat urban. Sejak itu, Adin menjadi Direktur Kolektif Hysteria sampai sekarang.
Tahun 2022 menjadi agenda Penta K Labs dua tahunan yang keempat. Pilihan tema Malih Dadi Segara–Pantura Lemahe Banjir dalam bahasa Jawa memiliki makna Berubah Menjadi Laut–Pantura Tanahnya Banjir. Ini seruan moral menolak pengambinghitaman perubahan iklim global bagi kerusakan-kerusakan pesisir yang tidak hanya terjadi di Semarang.
”Banyak sekali perubahan-perubahan lingkungan secara lokal tanpa disadari pada akhirnya merusak lingkungan, terutama pesisir. Ketika ada kehendak untuk berbenah bersama, banyak pihak, termasuk pemerintah menjadikan isu perubahan iklim global sebagai kambing hitam,” ujar Adin.
Di antara para seniman yang dihimpun Adin dari berbagai wilayah Indonesia, ada beberapa di antaranya berasal dari Hong Kong, Australia, dan Meksiko. Para peserta berada di tengah masyarakat Tambakrejo dan mulai berkarya sejak 9 Desember 2022.
Mereka tinggal bersama masyarakat untuk merancang dan membuat berbagai kegiatan seni. Ada yang membuat mural di dinding rumah warga. Ada yang melukis di kanvas, kemudian dipamerkan di teras-teras rumah warga.
Peserta lain ada yang mempraktikkan produksi kain jumputan. Selain itu, ada yang merancang seni pertunjukan bersama warga setempat. Kolektif Hysteria berhasil membaurkan para seniman peserta dengan masyarakat nelayan Tambakrejo dalam berbagai ekspresi seni.
”Para seniman peserta disalurkan ke tengah masyarakat lewat tiga jalur. Banyak peserta menginginkan aktivitas seni bersama anak-anak,” ujar Adin.
Ketiga jalur itu meliputi organisasi sosial dari mulai RT, RW, Karang Taruna, hingga ke sekolah-sekolah, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM). Kedua, peserta didistribusikan berdasarkan pilihan isu berkaitan kondisi sosial dan lingkungan Tambakrejo. Ketiga, peserta didistribusikan berdasar titik lokasi dan bentuk karya, misalnya praktik melukis dan membuat mural.
Situasi genting
Salah satu karya mural menunjukkan situasi genting tanah Tambakrejo yang mulai tenggelam. Mural sepasang tangan seperti ingin meraih sesuatu ke atas digambar di dinding rumah dengan dua lantai yang kebetulan sudah dikepung air laut.
”Rumah itu sudah tidak ditinggali warga. Tangan-tangan itu menunjukkan situasi yang sudah tidak tertolong lagi. Mereka tenggelam,” ujar Adin.
Ada sekitar 10 rumah warga lain yang masih fungsional dan dijadikan media mural para peserta. Abrasi dan penurunan muka tanah telah menenggelamkan halaman dan rumah warga Tambakrejo. ”Fenomena abrasi dan penurunan muka tanah dapat ditelusuri sebagai dampak kelalaian manusia. Ada perubahan lokal yang disebabkan ulah manusia. Ini bukan fenomena global akibat perubahan iklim,” ujar Adin.
Tambakrejo mewakili segenap wilayah masyarakat pesisir di pantai utara Jawa atau pantura. Wilayah pesisir ini semestinya memiliki sabuk hijau berupa vegetasi mangrove. Namun, sejak beberapa dekade silam marak terjadi pembabatan mangrove demi pembukaan tambak yang kini terbengkalai.
Abrasi makin terus menenggelamkan wilayah daratan. ”Sementara itu, narasi yang disusun berbagai pihak berkepentingan, termasuk pemerintah, bahwa kerusakan ini sebagai dampak perubahan iklim global,” kata Adin, yang juga menjadi Ketua Komite Ekonomi Kreatif Provinsi Jawa Tengah (2019–2024).
Adin tidak melihat adanya perbaikan yang cukup berarti. Justru, kondisi sebaliknya makin memperparah lingkungan. Ia melihat gejala industrialisasi di Jawa Tengah makin tumbuh pesat dan ini bakal memperparah kerusakan lingkungan.
Berpihak
Beserta segenap seniman peserta Penta K Labs IV di Tambakrejo, Adin menunjukkan seni berpihak terhadap keberlangsungan hidup manusia seutuhnya. ”Menyangkut Tambakrejo ada rencana normalisasi kanal banjir timur yang bakal menghilangkan kampung pesisir itu. Narasi yang dibuat demi memperbaiki kualitas lingkungan, padahal untuk kepentingan investasi pergudangan peti kemas dan jalan tol,” ujar Adin.
Kolektif Hysteria melalui agenda seninya menaruh kepedulian terhadap keberlangsungan manusia yang tergusur. Mereka memotret segudang masalah ada di pelupuk mata.
Pada awalnya, kolektif seni ini melihat sebatas persoalan rob atau genangan air laut pasang di Tambakrejo. Masyarakat sudah banyak yang berpindah di hunian sementara (huntara) yang sudah disediakan pemerintah. Akan tetapi, mereka terikat kontrak sepanjang lima tahun saja.
Di tahun-tahun berikutnya, nasib masyarakat yang kehilangan rumah dan tanah karena rob itu tidak jelas. Tanah yang semula milik warga akhirnya menjadi laut. Ketika sudah berubah menjadi laut, diklaim menjadi wilayah milik negara. Di sisi lain, muncul rencana reklamasi kawasan Tambakrejo untuk kepentingan industrialisasi.
”Malih Dadi Segara sebagai seruan lewat seni untuk memikirkan ulang nasib warga pesisir yang tersingkir, baik karena abrasi atau kepentingan lain,” kata Adin. Adin yakin bahwa seni bisa menyelamatkan banyak hal dari segala puing-puing kerusakan dan kehancuran.
Ahmad Khairudin
Lahir: Rembang, 7 Juli 1985
Pendidikan:
- S-2 Program Studi Antropologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia (2018)
- S-1 Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro (2011)
Pekerjaan:
- Ketua Komite Ekonomi Kreatif Provinsi Jawa Tengah (2019–2024)
- Dosen Tamu Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro (2019–2022)
- Direktur CV Sekararum, Semarang (2015–sekarang)
- Direktur Kolektif Hysteria (2007–sekarang)
- Dewan Kesenian Semarang (2012 – 2016)
- Jurnalis Warta Jateng/Tribun Jateng (2012–2013)