Inayah Wahid, putri bungsu KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, bukan pejabat yang seharusnya mendapatkan berbagai pengawalan aparat keamanan, melainkan masyarakat yang terpinggirkan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·2 menit baca
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Inayah Wahid, putri KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, menyampaikan orasi kebudayaan dalam acara Haul Ke-13 Gus Dur di aula Gereja Bunda Maria, Kota Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (28/1/2023) malam. Kegiatan yang dihadiri tokoh lintas iman dan berbagai komunitas itu untuk mengingat warisan nilai kemanusiaan dan keadilan dari Gus Dur.
Bagi Inayah Wahid, putri bungsu KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, pejabat tidak perlu mendapatkan berbagai pengawalan aparat keamanan. Justru, kelompok masyarakat yang terpinggirkan di Tanah Air inilah yang seharusya membutuhkan pengamanan dari negara.
Inayah tidak sekadar bicara. Ketika menghadiri Haul Ke-13 Gus Dur di Gereja Bunda Maria, Kota Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (28/1/2023) malam, ia datang tanpa pengawalan banyak aparat yang selalu di sampingnya. Orang lain mungkin lupa kalau ia anak presiden keempat negeri ini.
”Panitia nanya, Mbak butuh pengawalan? Saya bilang terima kasih untuk jaga saya. Tapi, saya ini orang privilege (punya hak istimewa) sehingga lebih aman. Kalau yang butuh pengawalan itu bapak/ibu yang minoritas dan selama ini didiskriminasi,” ujarnya disambut tepuk tangan hadirin.
Menurut dia, Gus Dur merupakan salah satu orang yang paling privilege di negeri ini. Selain Muslim, laki-laki, dan berasal dari Jawa, ayahnya juga pernah memimpin Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Tanah Air. Bahkan, Gus Dur sempat menjabat presiden Indonesia.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Atraksi barongsai Kelenteng Tiao Kak Sie menyambut Inayah Wahid, putri Gus Dur, (kiri) dalam acara Haul Ke-13 Gus Dur di aula Gereja Bunda Maria, Kota Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (28/1/2023) malam. Kegiatan yang dihadiri tokoh lintas iman dan berbagai komunitas itu untuk mengingat warisan nilai kemanusiaan dan keadilan dari Gus Dur.
Namun, Gus Dur tidak menyalahgunakan hak istimewanya itu. ”Saya tadinya sangat berharap kalau bapakku presiden, minimal saya (jadi) wali kota. Eh, keluar istana, saya cuma bawa pulang sepeda dan ring basket. Itu pun sepeda harga diskonan,” ungkapnya disambut tawa para tamu.
Justru, ayahnya menjadikan berbagai privilege-nya sebagai kekuatan untuk membela hak kelompok yang terpinggirkan. Gus Dur, misalnya, pernah menentang kebijakan pemerintahan Orde Baru, seperti pembangunan yang merugikan warga di Kedung Ombo, Jawa Tengah.
Gus Dur jualah yang mencabut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967. Inpres itu sempat melarang kegiatan adat-istiadat komunitas Tionghoa di lingkungan publik. Berkat Gus Dur, warga Tionghoa dapat menjalankan tradisinya dengan meriah, seperti tahun baru Imlek.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Inayah Wahid, putri Gus Dur (berbaju hitam, tengah) bersama tokoh lintas iman berfoto dalam acara Haul Ke-13 Gus Dur di aula Gereja Bunda Maria, Kota Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (28/1/2023) malam. Kegiatan yang dihadiri tokoh lintas iman dan berbagai komunitas itu untuk mengingat warisan nilai kemanusiaan dan keadilan dari Gus Dur.
”Kalau orang yang berjuang untuk kepentingan kelompoknya sendiri itu banyak. Tapi, kalau yang berjuang untuk kelompok lain meski kehilangan banyak hal, itu sedikit. Gus Dur salah satunya,” ujar Inayah mengutip ungkapan KH Mustofa Bisri, salah satu sahabat Gus Dur.
Ia berharap para pejabat dan penegak hukum dapat meneladani Gus Dur yang tidak takut membela kelompok terpinggirkan. Apalagi, mereka punya kekuatan. ”Kalau mereka takut, bangsa kita bisa celaka,” ucap Inayah yang malam itu mengenakan pakaian serba hitam.