Suhendi, Memuliakan Limbah Kayu Majatengah Purbalingga
Limbah kayu jati dan durian diolah Suhendi menjadi aneka properti fotografi sehingga membawa berkah bagi keluarga dan masyarakat sekitar.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·6 menit baca
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Suhendi (46) menunjukkan kerajinan kayu dari limbah di bengkel kerjanya di Desa Majatengah, Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Rabu (25/1/2023).
Berbekal pengalaman hidup penuh kerja keras sejak kecil di Cirebon dan merantau 17 tahun di Jakarta, Suhendi (46) menetapkan hati membangun bisnisnya sendiri di bidang perkayuan dari Desa Majatengah, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, lima tahun terakhir. Olahan limbah pohon jati dan pohon durian menjadi berkah tidak hanya bagi keluarganya, tetapi juga 15 warga yang turut bekerja menggarap aneka kerajinan kayu di bawah naungan usaha D&D Craft.
Di ruang workshop yang mempunyai luas sekitar 500 meter persegi, dua pemuda sibuk menyelesaikan pesanan sejumlah kursi kayu. Ada yang mengampelas dan ada pula yang sibuk mempernis permukaan kayu supaya mengilap. Di beberapa sudut ruangan tertumpuk aneka bahan baku potongan kulit kayu jati, akar jati, juga barang-barang setengah jadi. Di sudut lainnya terpajang sejumlah barang jadi seperti lemari kayu mini, rumah-rumahan mini, alas gelas atau coaster, juga kursi-kayu jati nan eksotik.
Pada salah satu dinding terpasang daftar pesanan dari para pelanggan. Banyak disebutkan pemesanan alpot. ”Alpot adalah singkatan alas foto. Alpot ini dipakai para fotografer untuk properti. Mereka suka yang teksturnya alami,” kata Hendi sapaan Suhendi sambil menunjukkan serangkaian kulit kayu jati yang sudah dibentuk kotak seperti nampan ukuran 80 sentimeter x 60 sentimeter, Rabu (25/1/2023).
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Suhendi (46) melihat daftar pesanan kerajinan kayu dari limbah di bengkel kerjanya di Desa Majatengah, Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Rabu (25/1/2023).
Dijual dengan harga Rp 160.000 per item, Hendi telah menjual alpot itu lewat penjualan secara daring via Instagramnya D&D Craft serta reseller yang berada di Jakarta, Bekasi, dan Surabaya. Selain menyasar segmen fotografer, kerajinan kayu, Hendi juga masuk dalam pemenuhan kebutuhan home décor dan furnitur. ”Untuk desain produk harus terus berinovasi dan berani menerima pesanan dari pelanggan. Itu juga yang menjadi tantangan dalam berbisnis ini,” tuturnya.
Hendi yang lahir di Cirebon akrab dengan lingkungan membatik dan industri perkayuan. Kedua orangtuanya mendidik Hendi kerja keras. Untuk bisa membeli jajan dan sepatu baru, misalnya, Hendi sejak SD sudah berjualan gorengan dan kerupuk. Lulusan SMP N 1 Trusmi ini kemudian merantau ke Jakarta pada 1997 sebagai tukang bangunan mengikuti pamannya yang mendapatkan borongan pekerjaan di suatu rumah sakit Jakarta.
Selesai menggarap proyek bangunan, Hendi tidak kembali ke Cirebon, tetapi mendapat kesempatan bekerja di bagian perawatan gedung di sana. Dengan keterampilannya memperbaiki dan membuat lemari, Hendi banyak dipercaya rekan-rekannya untuk menservice perabotan rumah tangga, termasuk kitchen set. Hal itu dilirik oleh pimpinan rumah sakit yang juga memiliki industri furnitur. Pada 2000, Hendi pun diajak bergabung di perusahaan perkayuan itu dan ditempatkan di Solo.
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Suhendi (46) menunjukkan kerajinan kayu dari limbah di bengkel kerjanya di Desa Majatengah, Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Rabu (25/1/2023).
Selama 17 tahun bekerja di perusahaan tersebut, hampir semua bagian pernah menjadi tanggung jawabnya, mulai dari administrasi, bagian produksi, dan mengurus pameran. Pengalaman itu membuatnya lebih mengenal dunia perkayuan. Karena ingin mandiri, Hendi yang beristrikan Jumirah (38) asal Majatengah, Purbalingga, melirik potensi bahan baku kayu melimpah di desa istrinya itu. Dia pun memutuskan berhenti dari perusahaan dan membangun usahanya di Purbalingga pada 2017. ”Nama D&D berasal dari nama dua anak saya, Dian dan Dita. Selain itu, ibu saya dulu juga sering memanggil saya dua kali nDi-enDi,” katanya.
Di desa yang terletak 13 kilometer arah selatan Alun-alun Purbalingga ini, kayu-kayu jati umumnya dikirim mentahan untuk diolah ke Jepara dan sentra-sentra kerajinan kayu. Di tempat ini juga banyak pohon durian dan pohon kelapa karena dikenal juga sebagai penghasil gula kelapa.
Limbah kayu di desa ini biasanya hanya dijadikan kayu bakar untuk memasak gula merah. Apalagi tekstur kayu pohon durian yg banyak berlubang jarang dilirik orang karena dinilai tidak kokoh. Selain itu, Hendi melihat peluang di desanya belum ada pengrajin yang mengolah limbah kayu menjadi barang kerajinan.
Melihat peluang yang ada, Hendi mengawali usahanya dengan mengajak sejumlah warga untuk bekerja bersamanya. ”Pertama-tama saya harus membuat orang senang dulu dengan apa yang saya buat. Butuh waktu sekitar tiga tahun untuk mengajak dan mengajari mereka mulai dari nol mengolah bahan baku hingga barang jadi,” ujaarnya.
Salah satu strategi yang digunakan Hendi adalah tidak pelit membagikan ilmu dan pengalamannya kepada warga sekitar yang bekerja bersamanya. Menurut Hendi, di D&D Craft, karyawan bisa belajar bagaimana awal mengolah kayu hingga finishing.
Berbeda dengan bekerja di pabrik, misalnya, seseorang biasanya akan tidak berkembang karena hanya ditempatkan di satu bagian saja. ”Saya senang jika ada karyawan yang bisa banyak hal dan jika nanti merasa bisa memproduksi sendiri dan bisa menerima borongan sendiri, silakan saja untuk mandiri. Artinya, apa yang saya ajarkan bisa ditangkap atau diterima olehnya,” ujarnya.
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Suhendi (46) di bengkel kerjanya di Desa Majatengah, Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Rabu (25/1/2023).
Dengan upah Rp 50.000 sampai Rp 75.000 per hari sesuai dengan keterampilan, Hendi membuka lapangan pekerjaan bagi 15 warga di sekitar rumahnya. Mereka ada yang bekerja di workshop di sebelah rumah Hendi, ada pula yang mengerjakan secara borongan di rumahnya masing-masing.
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Suhendi (46) menunjukkan kerajinan kayu dari limbah di bengkel kerjanya di Desa Majatengah, Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Rabu (25/1/2023).
Salah satu tantangan di tenaga kerja, menurut Hendi, adalah soal kedisiplinan. Karena sebagian besar adalah pemuda, tidak jarang mereka terperangkap pada hobi ngegim serta nongkrong. Padahal, untuk memenuhi pesanan pelanggan, Hendi terikat pada tenggat. ”Ini perlu pendekatan personal dan menerapkan target karena bagaimanapun pelanggan ingin tepat waktu,” tuturnya.
Di awal berusaha, Hendi juga ditipu pembeli dari Bali. Pengusaha eksportir itu memesan 1 truk aneka macam furnitur senilai Rp 35 juta. Meski sudah diantar sendiri oleh Hendi hingga Bali dan dijanjikan untuk ditransfer keesokan harinya, uang itu tetap tidak pernah diterima Hendi. Bahkan, barangnya dikembalikan separuh sampai Purbalingga dan Hendi malah ditagih ongkos kirim pula oleh truk yang mengantarnya. Dari sana, Hendi mendapatkan pengalaman bahwa DP 50 persen sangat diperlukan untuk menghindari jatuh di lubang yang sama. ”Pengalaman adalah guru terbaik,” katanya.
Kini D&D Craft dalam sebulan bisa memanfaatkan dan mengolah 3-4 kubik limbah kayu. Dari sana bisa dihasilkan 100-500 item aneka kerajinan. Selain dijual online, Hendi juga masih menjalin kerja sama dengan perusahaan sebelumnya sebagai penyuplai produk furnitur.
Ranting jati, misalnya, dijadikan wallpaper. Kayu durian yang berlubang-lubang secara natural juga dijadikan tatakan atau alas foto produk. Hendi juga membuat tas kayu sebagai wadah hampers dengan harga jual Rp 300.000 dan tas kayu untuk kondangan dengan harga Rp 400.000. Untuk properti fotografi lainnya selain alpot, ada pula lemari mini yang dijual dengan harga Rp 160.000 juga rumah-rumah mini bertema Natal atau musim salju dengan harga Rp 10.000 per item.
Produk kerajinan kayu D&D juga pernah mendapatkan dukungan dari Bank Indonesia Kantor Perwakilan Purwokerto serta Kementerian Perdagangan untuk berpameran di luar negeri seperti di Singapura, New York, serta Korea Selatan.
Menurut Hendi, jika ingin berusaha secara mandiri, diperlukan kemauan atau niat yang kuat serta berani menerima tantangan. Butuh semangat yang lebih jika dibandingkan bekerja di perusahaan. ”Katakanlah, bekerja di perusahaan, sore atau malam bisa tidur istirahat. Namun, kalau membuat usaha sendiri, kita harus memikirkan besok mau membuat apa. Kita harus mencari pekerjaan dan menyelesaikan pekerjaan itu. Kita juga dituntut tidak hanya sekadar bisa membuat barang, tetapi juga harus bisa menjualnya,” kata Hendi.
Di tangan Hendi yang ulet dan kreatif, kayu-kayu limbah di Desa Majatengah menjadi berkah. Modalnya tidak lain adalah pengalaman, jaringan, kreativitas, kedisiplinan, dan keberanian untuk terus berinovasi.