Patmawati, Menularkan ”Virus” Inklusi Pendidikan
Patmawati (49) tidak hanya memberikan layanan pendidikan yang setara kepada semua anak tanpa membedakan kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, dan kondisi lainnya. Dia juga tak memungut biaya dari anak didiknya
Patmawati (49) tidak hanya memberikan layanan pendidikan yang setara kepada semua anak tanpa membedakan kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, dan kondisi lainnya. Dia juga tak memungut biaya dari anak didiknya demi menjaga asa mereka tetap menyala.
Bangunan sekolah Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak Inklusi Cerdas, Selasa (10/1/2023) siang itu, terlihat sepi karena jam belajar telah usai. Hanya tampak ruang kelas berisi bangku dan alat peraga pendidikan yang tertata rapi serta terjaga kebersihannya.
Mayoritas ruang kelas di sekolah itu memiliki bangunan dinding yang tingginya hanya setengah. Setengahnya lagi dibiarkan terbuka karena keterbatasan biaya yang dimiliki oleh pengelola. Di sebuah ruang terbuka terdapat wahana bermain anak, seperti perosotan dan ayunan.
”Nanti sore baru ramai lagi karena dipakai untuk les anak-anak yang memerlukan bimbingan tambahan,” ujar Patmawati.
Kelompok Bermain (KB) dan Taman Kanak-kanak (TK) Inklusi Cerdas berlokasi di Jalan Kolonel Sugiono, Banyuwangi, Jawa Timur. Bangunan sekolah itu menyatu dengan rumah tinggal Patmawati yang dihuni bersama suami dan dua anaknya. Mereka hanya menempati dua kamar karena mayoritas ruangan digunakan untuk layanan pendidikan.
Setiap pagi, bangunan ruang kelas digunakan untuk pendidikan anak-anak kelompok bermain dan taman kanak-kanak. Sorenya dimanfaatkan untuk kegiatan bimbingan belajar (bimbel). Dari hasil bimbel itulah, Patmawati bisa menyelenggarakan pendidikan KB dan TK secara gratis.
Jumlah murid KB dan TK saat ini mencapai 140 siswa. Sebanyak 25 murid di antaranya merupakan anak berkebutuhan khusus dengan kondisi beragam, seperti penyandang autisme, speech delay, down syndrome, hingga cerebral palsy. Sebanyak 20 sukarelawan membantu sebagai tenaga pendidik di sekolah tersebut.
Pendiri KB dan TK Inklusi Cerdas tersebut mengatakan, penyelenggaraan pendidikan digratiskan agar para orangtua mau menyekolahkan anaknya. Bagi masyarakat di lingkungan tempat tinggal Patmawati, pendidikan anak usia dini dianggap tidak penting. Masyarakat baru menyekolahkan anaknya saat memasuki jenjang pendidikan dasar.
Sekolah menyediakan kotak infak bagi orangtua yang ingin membantu penyelenggaraan pendidikan. Namun, perolehan infak tersebut belum bisa diandalkan. Bahkan, agar tidak membebani ekonomi para wali murid, sekolah tidak mewajibkan pemakaian seragam. Para siswa bebas memakai pakaian yang mereka miliki.
”Namun, ternyata banyak wali murid yang minta dibuatkan seragam agar anak-anak tidak bingung memakai baju apa saat sekolah. Mereka mengatakan, sejelek-jeleknya pakaian, ya, seragam itu,” kata Patmawati.
Dia akhirnya mencari seragam yang harganya paling terjangkau, yakni berupa setelan kaus dan celana seharga belasan ribu rupiah di pasar. Itu pun, murid tidak wajib membeli seragam jika orangtuanya belum mampu. Menurut dia, yang paling penting para orangtua mengizinkan anaknya bersekolah dan anak-anak merasa senang.
Patmawati bercerita, TK Inklusi Cerdas berdiri tahun 2017. Sekolah tersebut merupakan pengembangan dari PAUD Cerdas gratis dengan layanan program inklusif yang didirikan tahun 2008. Tujuannya tidak lain agar anak-anak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang TK.
Sarjana strata dua (S-2) IKIP PGRI Jember itu merintis jalan pendidikan dengan memberikan bimbingan belajar dari rumah ke rumah kepada anak-anak di sekitarnya. Bimbel tersebut berbayar, tetapi dengan biaya terjangkau.
Suatu hari, anak pertamanya, Alfina (21), jatuh sakit hingga tidak sadarkan diri. Patmawati kemudian fokus merawat buah hatinya sehingga tidak bisa memberikan bimbel. Suaminya, Multazim, melarangnya pergi ke luar rumah dan memintanya fokus mengurus anak-anak.
Larangan itu membuatnya sedih dan menderita karena tidak bisa mengajar yang menjadi passion-nya selama ini. Perempuan yang lahir pada5 September 1973 itu dekat dengan dunia pendidikan sejak kecil karena ayahnya, Abu Amin, seorang pendidik. Saat duduk di bangku sekolah dasar, Patmawati bahkan sudah membantu ayahnya mengajar mengaji.
Selama berdiam di rumah itulah, Patmawati mengamati situasi di sekitar tempat tinggalnya. Dia terkejut saat menyadari banyak anak yang tidak menempuh pendidikan usia dini karena faktor ekonomi orangtuanya. Hatinya semakin miris saat mendengar anak-anak kecil menyanyikan lagu dewasa, seperti ”Cucak Rowo”. Mereka nyaris tidak mengenal lagu anak-anak.
Dia lantas tergerak mendidik anak-anak tersebut secara gratis di rumahnya. Tak disangka, muridnya bertambah banyak setiap hari sehingga dia terdorong mendirikan PAUD Cerdas pada tahun 2008 untuk mewadahi anak-anak tersebut. Seiring berjalannya waktu, Patmawati kewalahan sehingga memerlukan bantuan dari banyak sukarelawan.
Setahun kemudian, sarjana strata satu (S-1) Pertanian Jurusan Ilmu Tanah Universitas Negeri Jember itu didatangi oleh orangtua dari anak berkebutuhan khusus. Orangtua tersebut ingin anaknya diberi kesempatan belajar seperti anak pada umumnya.
Patmawati menerima permintaan itu dengan senang hati. Kehadiran murid berkebutuhan khusus mendorongnya belajar tentang sistem pendidikan inklusi. Dia sadar banyak sekolah umum yang menolak anak berkebutuhan khusus meskipun Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan layanan pendidikan harus diberikan kepada semua anak tanpa perbedaan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan kondisi lainnya.
Sejak saat itulah, Patmawati bertekad menyelenggarakan layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak pada umumnya di tempat yang dekat dengan tempat tinggal mereka. Menyekolahkan anak di sekolah terdekat merupakan mimpi indah bagi orangtua dengan anak berkebutuhan khusus.
Namun, mewujudkan mimpi indah tersebut bukanlah perkara mudah. Sekolah harus menyiapkan kurikulum terintegrasi untuk kelas yang heterogen dengan mempertimbangkan karakteristik siswa berkebutuhan khusus dan siswa reguler.
Para pendidik juga harus disiapkan untuk menghadapi karakter anak berkebutuhan khusus. Pendidik tidak bisa menerapkan metode pembelajaran yang sama kepada anak berkebutuhan khusus dan siswa pada umumnya, meskipun mereka berada dalam satu kelas.
Kebutuhan khusus
Pada saat bersamaan, sekolah harus memberikan pemahaman kepada wali murid dari anak pada umumnya agar mereka bisa menerima kehadiran anak berkebutuhan khusus. Adapun kepada orangtua anak berkebutuhan khusus, sekolah harus memberikan layanan parenting dan pendampingan rutin supaya mereka bisa menyelaraskan pendidikan anaknya saat berada di rumah.
”Banyak tantangan untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi. Alhamdulillah, satu per satu tantangan tersebut bisa dilalui dengan baik hingga sekolah ini menjadi model pengembangan PAUD inklusi dan menjadi rujukan nasional untuk anak berkebutuhan khusus,” ucap Patmawati.
Perempuan yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren tersebut mengatakan ingin memperluas sosialisasi tentang pendidikan inklusi agar anak-anak berkebutuhan khusus semakin mudah mengakses sekolah di sekitar tempat tinggalnya. Selain itu, dia ingin menghapus stigma negatif tentang anak berkebutuhan khusus di masyarakat.
Selama ini, anak berkebutuhan khusus masih dianggap aib keluarga, terutama bagi orangtuanya. Mereka kerap disembunyikan, bahkan dipasung, sehingga tak memiliki akses yang baik terhadap layanan pendidikan dan kesehatan. Padahal, agar tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus lebih optimal, mereka butuh layanan kesehatan, terapi, hingga konsultasi dengan psikolog.
Masih dalam upaya mensyiarkan pendidikan inklusi, Patmawati tak pernah lelah berbagi ilmu dan pengetahuan kepada sekolah lain yang memiliki murid berkebutuhan khusus. Tujuannya, agar sekolah tersebut mampu menyelenggarakan layanan pendidikan inklusi dengan baik dan tidak menganggap murid berkebutuhan khusus sebagai beban.
Upaya lain menebar ”virus” pendidikan inklusi ditempuh dengan mengajari para guru sukarelawan yang bekerja di KB dan TK Inklusi Cerdas tentang penanganan anak berkebutuhan khusus. Harapannya, saat para sukarelawan tersebut bekerja pada sekolah lain, mereka lebih lebih siap menerima anak berkebutuhan khusus dan bisa menularkan pengetahuannya kepada guru-guru di sana.
Menurut Patmawati, tak kurang dari 200 sukarelawan telah membantu penyelenggaraan pendidikan di sekolahnya. Mereka semua telah dibekali pengetahuan yang cukup sehingga diharapkan bisa menjadi duta layanan pendidikan inklusi di Banyuwangi.
Baca juga : Mulyadin, Perjuangan Hidup Pemandu Wisata
Para sukarelawan yang mengajar di KB dan TK Inklusi Cerdas tidak menerima gaji atau honor dari sekolah. Namun, apabila ada program pemerintah terkait guru honorer, mereka akan diikutsertakan. Bagi yang memenuhi syarat, saat menerima gaji, uangnya akan dibagikan kepada semua sukarelawan.
Perempuan yang hobi membaca, menulis, dan bepergian ini bersyukur sekolahnya telah menerima bantuan operasional penyelenggaraan PAUD untuk anak berkebutuhan khusus dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Dana tersebut digunakan untuk biaya operasional, seperti pembelian bahan dan peralatan pendidikan sekali pakai hingga biaya terapis.
Patmawati menyadari, perjalanan menebar virus pendidikan inklusi masih panjang. Namun, hal itu tak membuatnya patah arang agar anak-anak berkebutuhan khusus bisa mengakses layanan pendidikan dengan mudah. Dia meyakini, dengan pendidikan yang baik, anak-anak mampu merajut mimpinya di masa depan.
Para pendidik juga harus disiapkan untuk menghadapi karakter anak berkebutuhan khusus. Pendidik tidak bisa menerapkan metode pembelajaran yang sama kepada anak berkebutuhan khusus dan siswa pada umumnya, meskipun mereka berada dalam satu kelas.
Patmawati
Lahir: Banyuwangi, 5 September 1973
Suami: Multazim
Anak: Alfina Adila Madania (21) dan Muhammad Wafiudin (17)
Prestasi:
- Juara lomba karya tulis untuk pengelola PAUD di Kabupaten Banyuwangi (2015)
- Kick Andy Foundation (2016)
- Education Award kategori Pendidik Berdedikasi dari Dinas Pendidikan Banyuwangi (2017)
- Perempuan Inspiratif Nova kategori Pendidikan Tingkat Nasional (2017)
- Perempuan Inspiratif 2018 oleh PWI
- Tokoh Peduli PAUD Tahun 2018 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
- Juara Nasional Insan Peduli PAUD Education Award dari Dispendik Banyuwangi (2018)
- Menjadi sekolah model pengembangan PAUD inklusi tahun 2013, 2014, dan 2017 oleh BPPAUD
- Menjadi PAUD rujukan nasional untuk anak berkebutuhan khusus dari Ditjen PAUD (2016)