Kerja keras Mulyadin membawanya menjadi pemilik jasa pemandu wisata trekking di Sentul, Bogor, Jawa Barat. Usaha itu tidak hanya mengangkat taraf hidupnya melainkan pula membuka lapangan kerja dan ikut memajukan desa.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
Berawal dari kerja pemecah batu dan mengambil pungutan liar di jalur wisata Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, niat belajar membawa Mulyadin (30) menjadi pengusaha jasa pemandu wisata trekking di Sentul sejak 2019. Usaha itu mengangkat taraf hidup Mulyadin, membuka lapangan kerja, dan berkontribusi memajukan desa.
Mulyadin yang biasa disapa Mul terlahir dari keluarga yang kurang berkecukupan. Ayahnya, Abdul Rojak kerja serabutan, seperti bertani, narik ojek, dan jual pisang, sedangkan ibunya, Maemunah bertani. Sejak SD, Mul harus ikut membantu orangtua. Dia sempat kerja sebagai pemecah batu sungai untuk bahan bangunan selama 2007-2011. Penghasilannya paling banyak Rp 60.000 per hari. ”Upahnya untuk jajan dan kasih orangtua serta adik-adik,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (6/1/2023).
Karena ingin nikah cepat, Mul pun memilih tidak melanjutkan SMA. Dengan modal ijazah SMP, Mul tidak bisa berharap banyak dapat kerja yang layak. Mau tak mau, dia kerja serabutan sana-sini. Penghasilannya bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan keluarga melainkan pula membantu dua adiknya, Lilih (anak ketiga) dan Idan (anak keempat), terutama seusai ayah mereka meninggal pada 2014 dan ibu wafat pada 2021.
Setelah menjadi buruh pembuat dipan di pabrik mabel selama 2012-2013, Mul sempat mengambil pungutan liar (pungli) di jalanan menuju kawasan wisata Sentul medio 2014-2015. Pendapatannya mencapai Rp 100an ribu per hari, terutama di akhir pekan.
Namun, sadar kerja itu tidak baik, Mul memutuskan ikut kerja dengan sang paman, Mang Encep Darussalam yang mengajak menjadi pemandu wisata Curug Putri Kencana di Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Bogor. Mang Encep menjadi pengelola tempat itu sejak 2006.
Sesungguhnya, penghasilan kerja di sana tidak menentu dari paling kecil sekitar Rp 30.000 dan paling besar Rp 150 ribu per hari. Akan tetapi, pekerjaan itu lebih pasti. ”Upahnya tergantung tamu yang datang. Tetapi, itu sudah bersih karena makan, kopi, dan rokok ditanggung Mang Encep,” kata Mul, anak pertama dari empat bersaudara ini.
Menyerap ilmu
Bersama Mang Encep, Mul menyerap banyak ilmu mengenai pemanduan wisata trekking. Dia diajarkan mengenai cara menyambut tamu, membimbing tamu menuju tempat wisata, dan memastikan tamu selamat selama perjalanan. ”Mang Encep mengingatkan yang paling penting adalah selalu melayani tamu dengan ramah-tamah,” tuturnya.
Saat itu, Sentul sudah menjadi tujuan wisata minat khusus, terutama di kalangan turis dari luar Jabodetabek. Tak sedikit tamu yang datang dari luar negeri, seperti Turki, Jerman, dan Perancis. ”Mul tidak bisa bahasa Inggris tetapi Mul tetap melayani dengan bahasa isyarat atau dibantu tamu yang bisa bahasa Indonesia-Inggris,” terangnya.
Medio 2017, Mul yang mau berangkat kerja ke Curug Putri Kencana tidak sengaja bertemu dengan wisatawan asal Jakarta, Merda dan seorang temannya yang nyasar ketika ingin menuju Gua Garunggang, Desa Karang Tengah. Mul menawarkan diri membantu ke lokasi tersebut. Tanpa memasang tarif, sehabis memandu pulang-pergi, Mul justru diberi upah Rp 400 ribu.
Melalui Merda, nama Mul tersebar dari mulut ke mulut dan tamunya semakin ramai. Dari situ, dia memberanikan diri mandiri dari Mang Encep mulai akhir 2018 dan mendirikan jasa pemanduan atau provider sendiri dengan nama Trekking Sentul Mas Mul pada 26 Oktober 2019. ”Waktu itu, baru ada tiga provider, yakni yang dikelola Mang Encep, Jakarta Trekking Sentul, dan punya Mul,” jelasnya.
Berdayakan warga
Dengan usahanya, Mul turut memberdayakan warga kampung. Semula, Mul mengajak adik iparnya, Agus dan teman satu desa, Acep dengan upah masing-masing Rp 200 ribu setiap perjalanan. ”Lumayan bisa membantu mereka karena Agus hanya tukang bongkar barang di Pasar Citeureup, Bogor dan Acep memang belum punya kerja,” ujarnya.
Kini, Mul mempekerjakan 16 orang. Upah yang diberikan Mul pun meningkat, yakni dari Rp 230 ribu hingga terbesar Rp 300 ribu per orang per perjalanan. ”Mul memang ingin sekali bisa buka usaha sendiri seperti ini. Selain alasan pendapatan lebih baik, Mul juga bisa bantu-bantu orang. Sekarang, penghasilan bersih Mul rata-rata Rp 1 juta per minggu, bahkan pernah Rp 5-7 juta sehari. Itu lebih dari cukup untuk menafkahi keluarga dan bantu adik-adik,” katanya.
Di samping itu, Mul ikut menghidupkan rute wisata trekking di Sentul. Awalnya, rute yang dibukanya tidak teratur dan cuma beberapa jalur saja, antara lain ke Curug Putri Kencana yang berjarak 5-6 kilometer (km) pulang-pergi dan Goa Garunggang (7-8 km pulang-pergi).
Tak berapa lama, Mul membenahi rutenya dengan membuka 12 jalur permanen untuk memenuhi kebutuhan tamu yang tidak semuanya mau jalan jauh. Improvisasi Mul berlahan diikuti provider-provider lain yang totalnya telah mencapai 90 provider dengan 600an orang pemandu wisata.
Kesadaran wisata
Namun, ramainya tamu dan provider di Sentul tidak diimbangi kesadaran wisata warga setempat. Mul mengatakan, sempat ada sedikit penolakan dari warga, seperti melarang rombongan wisatawan melewati halaman rumah atau kebun mereka. Bahkan, ada warga yang marah sampai minta ganti rugi kalau ada tanaman mereka yang rusak karena diinjak rombongan tersebut.
Akan tetapi, dengan kontribusi nyata dari para provider, pelan-pelan warga mulai menerima kehadiran rombongan wisatawan. Salah satunya setelah Mul dan sejumlah pemilik provider lain patungan untuk memperbaiki jalur trekking, termasuk jembatan kayu yang biasa digunakan warga pada 2020. ”Dari situ, warga mulai mendukung keberadaan kami. Mereka ikut menyambut tamu dan membuka warung makanan-minuman di beberapa lokasi,” ungkapnya.
Pada 17 April 2022, Mul dan sejumlah pemilik provider lain menginisiasi berdirinya Paguyuban Local Guide Sentul (PLGS). Di samping untuk menjaga persaingan harga yang sehat, PLGS pun menjadi wadah para pemilik provider berkontribusi kepada desa yang dilalui rute wisata mereka.
Ada 24 provider telah bergabung dengan PLGS. Dari uang pendaftaran Rp 500 ribu per provider dan iuran Rp 50.000 per provider setiap bulan, PLGS rutin memberikan bantuan sosial kepada masyarakat atau desa yang mengajukan proposal. Kegiatan mereka, antara lain membelikan tangki air warga, membangun toilet umum, membenahi jembatan, dan bagi-bagi sembako.