Lenjau Udau, Merawat Desa Budaya Pampang
Lenjau Udau mengajak semua orang yang datang ke desanya untuk merayakan pertemuan melalui kesenian.

Ketua Kesenian Desa Budaya Pampang berpose di Lamin Pemung Tawai di Desa Budaya Pampang, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (8/1/2023).
Siang itu gerimis tak kunjung berhenti. Pria 57 tahun itu duduk di sebelah para pemain sape, alat petik khas masyarakat Dayak. Lenjau Udau, lelaki itu, memastikan persiapan para penari dan pengiring musik siap untuk tampil.
Mengenakan topi anyaman rotan, kemeja hitam dengan bordir motif dayak, serta celana hitam, Lenjau beberapa kali menyapa pengunjung yang duduk berjejer di Rumah Lamin Pemung Tawai. Itu adalah rumah adat suku dayak yang bermukim di Kelurahan Pampang, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
Kelurahan ini dikenal sebagai Desa Budaya Pampang. Sebab, mayoritas warga yang tinggal di sini ialah warga suku dayak yang bermigrasi dari Apo Kayan, daerah di hulu Sungai Mahakam. Setiap hari Minggu mulai pukul 14.00 Wita, pertunjukan tari dipentaskan di lamin adat ini dan terbuka bagi wisatawan.
Lenjau saat ini meneruskan tradisi itu sebagai Ketua Kesenian Desa Budaya Pampang. Di masa kepemimpinannya, Lenjau tak ingin kesenian hanya dimaknai sebagai pertunjukan semata. Melalui seni, ia ingin pertemuan orang dari berbagai latar belakang lebih bermakna.
"Di sini, melalui pertunjukan tari, ada interaksi antara penari dan pengunjung. Setelah pementasan, bisa bincang-bincang. Di sana kami harapkan ada pertukaran nilai-nilai," ujar Lenjau saat ditemui pada Minggu (8/1/2023).
Untuk itu, Lenjau tak ingin pertunjukan tari itu membuat para penari suku dayak, khususnya anak-anak, bermental meminta-minta. Lenjau dan para seniman dayak menyusun sistem agar kegiatan memotret penari seusai pentas lebih teratur. Lenjau dan timnya membuat sistem karcis.
Baca juga :Dayak Kenyah Menari, Rayakan Persahabatan

Para penari perempuan menari dengan anggun di hadapan penonton di lamin adat pamung tawai, rumah adat suku dayak kenyah di Kelurahan Pampang, Kecamatan Samarinda Utara, Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (29/10/2019).
Setelah 10 tarian dipentaskan, pengunjung boleh memotret secara personal dengan para penari. Pengunjung bisa membeli karcis seharga Rp 25.000 per lembar. Satu lembar karcis bisa digunakan untuk memotret seorang penari, baik laki-laki maupun perempuan, maksimal enam kali.
Dengan sistem itu, tak ada anak-anak yang mengenakan pakaian tradisional meminta-minta uang saat difoto atau berfoto bersama wisatawan yang datang. Sistem itu dipertahankan sampai saat ini. Dampaknya, proses memotret lebih tertib dan keuangan kelompok seni lebih tertata.
Tiket itu dikumpulkan dan nantinya bisa dicairkan setiap akhir bulan. Sedikitnya Rp 10 juta setiap bulannya bisa terkumpul dari tiket foto dan tiket masuk Rp 40.000 per orang ke Desa Budaya Pampang. Uang itu dibagikan kepada penari sesuai jumlah pentas dan juga kepada para penari yang mendapatkan tiket untuk berfoto.
Merayakan pertemuan
Lenjau mengatakan, pementasan tari setiap akhir pekan di Desa Pampang sudah dimulai setidaknya tahun 1990-an. Lantaran dekat dengan pusat Kota Samarinda, sekitar 25 kilometer, banyak siswa hingga wisatawan yang tertarik untuk mengetahui budaya Suku Dayak.
Menurutnya, itu menjadi salah satu yang turut menguatkan kesenian dan budaya masyarakat Dayak di Desa Pampang. Lantaran banyak yang tertarik untuk melihat pertunjukan kesenian, kata Lenjau, masyarakat Dayak di Desa Pampang akhirnya menggali nilai-nilai dan kesenian Suku Dayak itu sendiri.
Anak-anak banyak yang belajar menari lantaran ingin turut pentas di muka umum. Sejumlah orangtua dan remaja rajin menganyam untuk dijadikan tas atau penutup kepala dari rotan. Ibu-ibu pun mulai merangkai manik-manik menjadi berbagai cindera mata.
Sedikitnya 100 pengunjung dari berbagai daerah datang ke Lamin Pemung Tawai setiap pekannya untuk menonton pertunjukan tari. Sebanyak 10 tarian dipentaskan oleh laki-laki dan perempuan. Salah satunya, kanjet lasan leto atau tarian persahabatan. Sebelum dipentaskan, tarian itu dipresentasikan secara singkat oleh pembawa acara mengenai makna dan nilai-nilai tarian.
Menurut Lenjau, deskripsi singkat mengenai tarian yang akan ditampilkan adalah hal penting yang perlu disampaikan. Sebab, itu adalah esensi pariwisata budaya. Orang yang hadir perlu juga diperkenalkan tradisi suku Dayak yang amat menghargai persahabatan.
"Dunia boleh berubah, tapi nilai-nilai baik pasti selalu ada. Kami memperkenalkannya melalui simbol-simbol yang ada dalam gerak. Itu esensi kesenian," kata Lenjau tersenyum.
Seusai pertunjukan sekitar 1,5 jam, biasanya para pengunjung berfoto-foto di sekitar rumah lamin. Beberapa wisatawan berfoto dengan para penari. Lenjau meminta para penari untuk mengobrol dengan para pengunjung. Dari sana, katanya, bisa terjadi pertukaran pengetahuan, menambah kenalan, dan interaksi dengan orang dari berbagai latar budaya.
Baca juga : Membaca Diri Sendiri yang Banal

Pengunjung diajak menari tari pampaga dalam pertunjukan mingguan suku dayak di Kelurahan Pampang, Kecamatan Samarinda, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (29/9/2019).
Hal itulah yang Lenjau harapkan dari pementasan kesenian. Ia ingin setiap pertemuan itu bermakna. Dari perkenalan suatu suku dengan berbagai suku lain, Lenjau berharap, tercipta benih-benih pluralisme dan saling menghargai. Ia tak ingin perbedaan menjadi petaka atau penyebab konflik.
Untuk itu, ia menjaring anak-anak untuk turut bergabung dalam kelompok kesenian. Semakin muda, semakin baik, kata Lenjau. Melalui kesenian, ia ingin anak-anak terbiasa bertemu dengan orang lain dari luar daerah dengan berbagai latar belakang. Dari sana, Lenjau yakin akan tumbuh sikap menghargai orang yang berbeda latar belakang dengan dirinya.
"Wisatawan di sini ada dari luar negeri dan luar kota. Ada juga yang berbeda suku dan agama. Dengan kesenian, tari khususnya, kita bisa berinteraksi dengan menyenangkan. Setelah pementasan, bisa mengobrol dan berkenalan. Itu indah sekali," kata Lenjau.
Untuk itu, dalam setiap pertunjukan tari, pengunjung diajak berinteraksi dalam tarian. Salah satunya, dalam kanjet pampaga, sebuah tarian yang di masa silam digunakan sebagai ritual sebelum masa tanam. Dalam kanjet pampaga, penari memainkan bilah kayu yang dibuka-tutup, kemudian seorang pengunjung diminta untuk melintasi kayu-kayu itu agar tak terjepit.
Semakin lama, hentakan kayu semakin cepat sehingga membuat pengunjung yang lambat akan terjepit. Pengunjung yang menonton atau yang ikut berinteraksi bisa tertawa dan berteriak. Dari sanalah muncul interaksi awal antara penari dan pengunjung.
Saat ini, Lenjau dan timnya sedang menyusun kemungkinan-kemungkinan baru untuk dipentaskan di Desa Budaya Pampang. Di tengah cepatnya perubahan dunia, ia ingin mengajak sejenak orang menikmati pertemuan yang intim melalui kesenian.
"Orang dan dunia boleh berubah, tetapi nilai-nilai kebaikan yang sederhana sepertinya masih penting untuk dilestarikan dan diingatkan kembali," katanya.

Penari suku dayak kenyah menampilkan kanjet anyang tali atau tarian persatuan di Lamin Adat Pamung Tawai di Kelurahan Pampang, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (29/10/2019). Para penari menganyam kain yang digantung sambil membentuk gerakan serasi.
Profil singkat:
Nama : Lenjau Udau
Tempat/tanggal lahir : Apo Kayan, 28 Oktober 1965
Profesi : Ketua Kesenian Desa Budaya Pampang Kota Samarinda, Kalimantan Timur